Kuotanya minimal 70% untuk SD serta 50% untuk SMP dan SMA/K. Alasannya, untuk menjamin siswa-siswi yang tinggal di sekitar sekolah bisa diterima di sekolah negeri yang terdekat. Selain itu, hal logis lain yang menjadi dasar diterapkannya jalur zonasi adalah demi pemerataan kualitas sekolah. Jadi, tidak ada lagi istilah sekolah favorit maupun sekolah yang tidak favorit, karena input siswa sebagian besar berdasarkan wilayah tempat tinggal, bukan berdasarkan kemampuan akademis maupun prestasi siswa. Walaupun ada jalur prestasi, namun kuotanya sangat sedikit.
Semangat ini tentu harus diberikan apresiasi, karena sengkarut PPDB terdahulu amat menimbulkan keresahan tidak hanya bagi orangtua siswa, namun juga bagi kepala sekolah dan guru-guru, akibat adanya potensi intimidasi yang bisa saja datang dari orangtua, masyarakat, maupun para oknum pejabat.
Ikrar pemerataan sekolah ini semestinya berpadu sinergis dengan kebijakan anggaran yang ada di pemerintah pusat, namun pada kenyataannya pelaksanaan PPDB berbasis zonasi yang sudah berlangsung tidak diikuti dengan kebijakan anggaran terpadu. Salah satu yang sangat vital adalah terkait dengan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sejak awal diluncurkan hingga saat ini, jumlah dana BOS yang dikucurkan ke sekolah mengacu pada jumlah siswa di sekolah tersebut. Artinya, semakin banyak jumlah siswa, dana BOS yang diterima semakin besar. Ini tentu tumpah tindih dengan semangat pemerataan satuan pendidikan yang digaungkan. Jika semangat pemerataan menjadi tonggak reformasi, semestinya dana BOS yang dialokasikan antara satu sekolah dengan sekolah jumlahnya sama, atau tidak terlalu jauh.
Namun, sampai saat ini kucuran dana BOS di sekolah masih memakai jumlah siswa sebagai dasar alokasinya. Sekolah dengan jumlah siswa sedikit akan menerima dana BOS yang lebih kecil daripada sekolah yang jumlah muridnya banyak. Padahal kebutuhan untuk pembiayaan operasional sekolah relatif setara, hanya berbeda pada jumlah guru honor yang dibayarkan.
Ini pun sebenarnya telah dicarikan solusi melalui PPPK Guru yang sudah berlangsung. Jadi, dana BOS saat ini cenderung lebih banyak membiayai operasional dan bukan honorarium guru. Permasalahan ini perlu mendapat pertimbangan, utamanya dari pemerintah pusat. Kemajuan pendidikan memerlukan semangat pemerataan secara holistik dan berkesinambungan. Oleh karenanya, kebijakan pengalokasian dana BOS seyogianya patut dikaji kembali.
Pemerataan pendidikan harus diikuti dengan implementasi kebijakan yang relevan dan benar-benar bisa terlaksana secara realistis dan berpihak pada siswa, sesuai dengan semangat merdeka belajar.
I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa Kepala SD No. 2 Penarungan, Kabupaten Badung
(mmu/mmu)