Ancaman Resesi, Ketenagakerjaan, dan Penguatan UMKM
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Ancaman Resesi, Ketenagakerjaan, dan Penguatan UMKM

Kamis, 22 Des 2022 11:25 WIB
Widi Wijanarko
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan serta mendukung pembangunan ekonomi kreatif, Asuransi Astra memberikan latihan pengelolaan keuangan dan risiko kepada pelaku UMKM di Kampung Letehakapuna, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (9/12/2022).
Edukasi dan literasi keuangan untuk UMKM tenun ikat di Sumba (Foto ilustrasi: Tripa Ramadhan)
Jakarta -

Ada kekhawatiran yang mencekam terkait pernyataan Presiden Jokowi β€”setelah mengobrol dengan Sekretaris Jenderal PBB, IMF, hingga Kepala Negara G7β€” mengenai resesi ekonomi global pada 2023. Hal ini disebabkan oleh pandemi COVID-19 di satu sisi, dan Perang Rusia-Ukraina di sisi yang lain. Namun, beberapa kalangan memastikan bahwa Indonesia tidak akan terkena dampaknya secara signifikan karena beberapa indikator.

Pertama, ekonomi Indonesia masih baik, terlihat dari inflasi yang terus menurun. BPS mencatat bahwa inflasi tahunan sudah menembus 5,71%. Kedua, dengan menutup proyeksi World Bank, perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,2–5,3% pada 2023. Sehingga, kecil kemungkinan Indonesia bakal menanggung dampak yang signifikan oleh resesi ekonomi 2023.

Namun, belum lagi sampai pada 2023, akhir-akhir ini kita sudah dihadapkan pada fenomena suram, yakni PHK massal oleh industri-industri tekstil yang memproduksi merek-merek skala internasional. Fenomena ini disebabkan order yang tidak ada, sementara beban upah karyawan tetap jalan. Pertanyaannya, bagaimana jika pada waktu-waktu mendatang bukan saja industri tekstil yang mengalami "gempa ekonomi", melainkan juga industri-industri lain, utamanya yang memproduksi merek-merek skala internasional?

Masa depan ekonomi (makro) kita mungkin memang "cerah", namun jika gelombang PHK semakin runyam ke depannya, maka kita tak punya pilihan lain selain menguatkan perekonomian mikro. Lebih-lebih, kita belum sepenuhnya mampu mengatasi problem pengangguran penduduk usia kerja terdampak COVID-19 yang, menurut data BPS per Februari 2022, sebesar 11,53 juta orang. Jumlah ini masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi (per Agustus 2019 berjumlah 7,05 juta orang).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dokumen G20

Penguatan perekonomian mikro yang dimaksudkan harus inklusif dan berkelanjutan, sebagaimana yang diamanatkan oleh salah satu dokumen Presidensi G20 Indonesia bidang ketenagakerjaan, Policy Recommendation on Promoting Entrepreneurship and Supporting MSMEs as a Job Creation Instrument. Dokumen ini berisi kesepakatan para member G20 untuk berkomitmen dalam mendukung perluasan kesempatan kerja yang inklusif dan berkelanjutan melalui pengembangan dan dukungan terhadap pelaku usaha ekonomi produktif (baca: kewirausahaan dan UMKM).

ADVERTISEMENT

Ekonomi berkelanjutan mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut dari waktu ke waktu serta tidak membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memperluas kapasitas produksi. Sebuah pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antarkelompok dan wilayah.

Langkah strategis telah diambil oleh pemerintah. Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah (2022), dengan melihat besarnya signifikansi sektor usaha ekonomi produktif atau UMKM, pemerintah menjadikan UMKM sebagai prioritas utama dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pemerintah melalui Kemnaker telah melakukan pengembangan perluasan kesempatan kerja berupa program bantuan kewirausahaan yang diberikan pada kelompok-kelompok UMKM di seluruh wilayah di Indonesia, di samping juga menggenjot pendampingan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi dan kualitas pekerja UMKM lewat program Tenaga Kerja Mandiri (TKM). Program ini bersifat inklusif karena yang disasar, selain masyarakat penganggur (termasuk karyawan yang terkena PHK) dan setengah penganggur (termasuk karyawan yang dirumahkan), juga masyarakat pekerja pemula, perempuan, dan para penyandang disabilitas.

Peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Data ini menunjukkan bahwa perekonomian mikro Indonesia bertopang sangat besar kepada UMKM karena jumlah UMKM, terutama usaha mikro, sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar.

Tiap tahunnya, jumlah sektor ini terus bertambah sehingga, secara tidak langsung, angka pengangguran juga akan menurun. Maka, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa UMKM benar-benar menjadi solusi jitu dalam menghadapi isu resesi ekonomi global mendatang.

Berwawasan Lingkungan

UMKM Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Saat ini, Indonesia baru mengekspor produk UMKM sebesar 15,69% pada 2021 (dan mencanangkan meningkat menjadi 17% pada 2024). Sementara, Singapura 41%, Thailand 41%, dan Tiongkok 60%. Hal ini dikarenakan UMKM di negara-negara itu telah membenahi problem-problem krusial yang berkenaan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas (perizinan), pembiayaan, branding dan pemasaran, SDM, standarisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan dan fasilitas, serta basis data tunggal.

Sementara, UMKM kita belum mencapai target yang maksimal dalam problem-problem tersebut. Kemudian yang tidak kalah pentingnya, UMKM di Indonesia harus berwawasan lingkungan (berkelanjutan) karena memang demikianlah amanat dari dokumen Policy Recommendation on Promoting Entrepreneurship and Supporting MSMEs as a Job Creation Instrument. Artinya, selain menjadi tonggak terciptanya jutaan lapangan pekerjaan baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi, UMKM mesti berbasiskan pada pendekatan economic sustainability.

Implementasinya adalah meminimalisasi polusi karbon serta degradasi laut dan tanah dengan, misalnya, mengurangi sampah plastik dan sampah tak terurai lainnya, serta menghindari penggunaan bahan-bahan baku non-ekologis agar masyarakat terjamin dari kontaminasi racun-racun kimiawi. Beberapa tantangan besar yang dihadapi baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha termasuk di negeri-negara G20 berkenaan dengan ekonomi berkelanjutan ini, antara lain masih perlunya perubahan sikap dan cara pandang menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan; kurangnya dukungan finansial, dan belum adanya insentif yang baik untuk penerapan konsep-konsep ini.

Oleh sebab itu, penting untuk menerapkan secara konsekuen apa yang disebut sebagai ekonomi biru, hijau, dan sirkular (blue, green, and circular economy). Pendekatan ini menggabungkan potensi pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dan inklusif manusia untuk menuai manfaat dalam konsep yang lebih holistik. Konsep ini memang bukanlah konsep baru, namun dunia, termasuk Indonesia, baru tersadar akhir-akhir ini akan pentingnya melakukan transformasi dalam pendekatan ekonomi berkelanjutan sebagai pendekatan ideal di masa depan.

Widi Wijanarko Koordinator Bidang Peningkatan Jejaring dan Uji Coba Model Perluasan Kesempatan Kerja, Balai Besar Perluasan Kesempatan Kerja Bandung Barat, Kemnaker

Simak Video 'Jurus Tepis Miskin di Tahun 2023':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads