Pandemi COVID-19 yang melanda sejak Maret 2020 dan berlangsung selama kurang lebih dua tahun menimbulkan krisis ekonomi terutama di kalangan masyarakat ekonomi menengah dan bawah. Sebuah penelitian tahun 2021 menyatakan bahwa semasa pandemi memunculkan wirausaha secara daring yang timbul dadakan khususnya di kalangan ibu rumah tangga.
Ibu-ibu yang sebelumnya tidak punya pengalaman berwirausaha 'terpaksa' berwirausaha dan banyak yang memilih berdagang secara daring karena memiliki kemudahan sekaligus membantu kebutuhan ekonomi akibat suami yang di PHK atau mengalami penurunan pendapatan.
Berbagai upaya dilakukan perempuan agar 'dapur tetap ngebul' seperti berdagang masakan, kue, bunga, pakaian, aksesoris, tanaman, dan produk lain yang tidak jauh dari dunia perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aktivitas yang serba daring membuat hampir sebagian besar perempuan mengeluhkan kondisi yang dijalaninya saat pandemi. Tak jarang perempuan masuk dalam kondisi burn out-yaitu kondisi stres kronis dimana seseorang merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional menjalankan perannya sebagai ibu.
Bagaimana tidak, perempuan yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja harus memikirkan kondisi anak-anak bersekolah di rumah, suami yang juga bekerja di rumah, atau mungkin suami yang justru menjadi tidak bekerja hingga perempuan harus memutar otak menafkahi keluarga.
Tuntutan peran ganda di masa pandemi membuat perempuan memaksimalkan gawai sebagai 'asisten' yang mempermudah berbagai pekerjaan secara daring seperti menggunakan zoom, menggunakan social media untuk beriklan produk dagangan, menggunakan form daring untuk kebutuhan sekolah anak, sampai bertransaksi secara daring.
Masyarakat yang terbentuk dengan kehidupan serba daring menuntut perempuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap tren digital. Geliat penggunaan gawai yang semakin meningkat mampu memfasilitasi interaksi sosial yang dibutuhkan perempuan dengan peran gandanya baik untuk bertemu secara daring, arisan daring, pengajian daring, bagi rapot anak secara daring yang memudahkan para perempuan membagi waktu tanpa harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Ibu-ibu yang biasanya tidak tahu cara transfer melalui mobile banking 'dipaksa' untuk menggunakannya daripada ia harus mengantri secara offline dan menghabiskan waktu atau meninggalkan anak di rumah.
Fenomena ini sejalan dengan penelitian pada Bank Syariah Indonesia cabang Banda Aceh menemukan bahwa secara parsial dan simultan stay at home dan physical distancing berpengaruh positif signifikan terhadap minat penggunaan mobile banking pada masa pandemi COVID-19 (Iskandar et.al, 2021).
Tren digital pada perbankan yang kemunculannya menjadi lebih 'terlihat' karena pandemi, menjadi kebiasaan baru dan masih berlanjut sampai saat ini. Perempuan khususnya ibu rumah tangga pasca pandemi menjadi lebih familiar dengan penggunaan gawai apalagi untuk transaksi daring menggunakan mobile banking.
Dapat dikatakan fitur mobile banking 'menjadi nyawa' bagi perempuan setelah pandemic COVID-19 mereda. Check-out di marketplace memakai mobile banking, cek transaksi transfer hasil penjualan melalui mobile banking, bayar SPP anak, bayar berbagai tagihan rumah tangga, isi pulsa, dan lain sebagainya.
Sampai ada istilah tidak masalah tidak ada uang cash yang penting saldo di mobile banking terisi penuh.
Di sisi lain, data penggunaan smartphone real-time dari Nielsen Informate Mobile Insights tahun 2014 menunjukkan, perempuan yang menggunakan ponsel cerdas, cukup paham teknologi dan hampir sama aktifnya dengan pria.
Dalam laporan tersebut juga disampaikan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan untuk chatting, jejaring sosial, dan streaming audio dan video. Pada penelitian tahun 2022 di Kota Bengkulu terhadap 100 responden ditemukan bahwa transaksi terbanyak yang dilakukan pada mobile banking adalah transfer, pembayaran, pembelian dan cek saldo.
Meski belum ada penelitian yang secara khusus menggambarkan perilaku mobile banking pada perempuan wirausaha khususnya di masa pandemic. Namun dari penelitian terdahulu dapat memberi gambaran bahwa perempuan masih menggunakan fasilitas digital perbankan hanya di tataran transaksi keuangan daring saja, padahal fasilitas yang disajikan oleh perbankan sangat beragam dan bermanfaat.
Salah satu ragam fitur yang diusung mobile banking seperti pada Bank Syariah Islam (BSI) adalah 'Superapps' yang lebih friendly serta mempunyai kapasitas yang lebih tinggi dibandingkan teknologi sebelumnya.
Mobile banking ini dapat menjalankan transaksi finansial, seperti tarik setor, transaksi bayar, dan transfer. Superapps BSI juga dapat menjadi Sahabat Sosial, di mana nasabah dapat membayar zakat maupun infaq melalui BSI.
Lebih lanjut, di fitur yang tersemat di super apps BSI juga tersedia Sahabat Spiritual, yakni nasabah bisa melihat jam waktu sholat, arah kiblat, hingga ayat-ayat Alquran. Selain itu ada juga layanan multiguna daring, dimana proses peminjaman tidak perlu datang secara offline cukup diurus melalui layanan daring.
Apabila perempuan wirausaha mampu memaksimalkan penggunaan layanan perbankan digital, misalnya untuk pinjaman usaha, kemungkinan terlilit jeratan pinjol (pinjaman daring) atau bangke (bank keliling) dengan bunga yang mencekik akan dapat dihindari.
Kurangnya kompetensi literasi digital perempuan dalam memanfaatkan tren digital layanan perbankan yang masih di tataran transaksi daring menjadi PR bersama. Kompetensi disini bukan hanya kemampuan menggunakan media digital saja namun juga berhubungan dengan kemampuan kognisi dalam hal memahami dan menggunakan informasi dalam format sumber digital.
Perempuan wirausaha menjadi ujung tombak bergeraknya sebuah keluarga yang secara bersamaan juga menggerakan roda perekonomian keseluruhan. Perhatian yang lebih kepada perempuan wirausaha menjadikan dunia perbankan turut hadir dalam memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkembang.
BSI dengan Superapps-nya semoga dapat menciptakan 'Khadijah-Khadijah' baru, melalui peminjaman dana usaha yang memudahkan perempuan, pengingat waktu sholat dan lokasi masjid yang dibutuhkan saat perempuan berdagang sehingga kepentingan dunia akhirat dapat sejalan. Sudah saatnya tren layanan digital khususnya Syariah menjadi gaya hidup bagi perempuan Indonesia yang sebagian besar beragama islam agar hidup lebih aman dan berkah.
Ditha Aziezah Setiyono, M.Kesos
(ads/ads)