BSI: Meluruskan Kesalahpahaman Masyarakat tentang Bank Syariah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

BSI: Meluruskan Kesalahpahaman Masyarakat tentang Bank Syariah

Rabu, 21 Des 2022 09:34 WIB
Ahmad Asrof Fitri
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Transformasi Digital Bank Syariah Indonesia Mendukung Inklusi Keuangan
Foto: Dok. Istimewa
Jakarta -

Bank syariah, meskipun secara institusi mulai dirintis semenjak awal tahun 1990-an, kinerjanya setelah berusia 3 dasawarsa belum bisa dikatakan optimal. Hingga Februari tahun 2022, menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), market share bank syariah baru berada di angka 6,65 persen. Maknanya, pangsa pasar bank syariah sangat kecil dan transaksi di dunia perbankan masih didominasi oleh bank-bank konvensional.

Di samping itu, jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang berasal dari tabungan nasabah di bank syariah juga teramat kecil. Kalah jauh dibandingkan bank konvensional. Hal ini mengindikasikan preferensi warga terhadap bank syariah belum besar.

Berbagai penelitian yang mengkaji persepsi masyarakat terhadap bank syariah mengungkapkan bahwa minimnya preferensi dan minat warga dalam menggunakan bank syariah, di antaranya disebabkan oleh stigma negatif mengenai bank syariah yang muncul di tengah masyarakat. Pertama, bank syariah dinilai belum seratus persen syar'i. Akadnya memang islami, tetapi praktiknya sama seperti bank konvensional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, pembayaran angsuran pembiayaan di bank syariah dianggap lebih mahal daripada kredit melalui bank konvensional. Ketiga, kantor dan layanan bank syariah terbatas pada kota-kota besar dan minimnya informasi mengenai produk perbankan syariah.

Jaminan Kesesuaian Syariat dari BSI

ADVERTISEMENT

Untuk menjawab keraguan yang pertama dari masyarakat, Bank Syariah Indonesia (BSI) menerapkan sharia compliance dengan membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk menjamin seluruh produk dan implementasinya sesuai dengan ketentuan syariat Islam. DPS yang notabene berisi para alim ulama dan ahli fiqih diberi amanah untuk mengawasi berbagai aspek dan kinerja bank syariah. Jika terjadi aktivitas yang melenceng dari aturan syariat, DPS akan memberikan teguran kepada manajemen. Keberadaan DPS inilah yang membedakan bank syariah dengan konvensional.

Selain itu, BSI juga memastikan produk-produknya sesuai dengan ketentuan dan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Fatwa-fatwa ekonomi dan perbankan syariah dari DSN MUI secara mutlak diikuti oleh BSI, sebagaimana ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).

Dalam ketentuan itu dinyatakan, fatwa DSN MUI menjadi salah satu prasyarat dasar bagi pemberlakuan suatu produk pada bank syariah. Bisa dikatakan, fatwa tersebut bersifat mengikat bagi bank syariah dalam upaya pengembangan sistem operasionalnya.

Merger untuk Mengatasi Mahalnya Pembiayaan

Persepsi minor berikutnya terkait bank syariah adalah mahalnya angsuran untuk pembiayaan dibandingkan kredit di bank konvensional. Hal ini muncul karena memang selama ini tidak sedikit bank syariah yang menetapkan besaran bagi hasil dari nasabah kepada bank dengan persentase yang lebih besar daripada bunga yang berlaku pada bank konvensional.

Tingginya persentase nilai imbal hasil dari nasabah ke bank tersebut merupakan konsekuensi dari akumulasi dana milik bank syariah yang masih kecil, khususnya dana pihak ketiga. Sedikitnya jumlah nasabah yang menabung maupun nominal uang yang disimpan di bank syariah menyebabkan tidak banyaknya dana yang bisa disalurkan. Makin sedikit dana yang dapat diinvestasikan oleh bank, semakin sedikit pula keuntungan yang akan diperoleh bank.

Padahal, biaya operasional bank syariah relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bank konvensional. Oleh karenanya, bank syariah 'terpaksa' untuk menutupi kekurangan itu dengan menaikkan tingkat persentase bagi hasil. Dengan kata lain, sedikitnya jumlah nasabah yang menabung maupun nominal uang yang disimpan di bank syariah berdampak pada mahalnya bagi hasil yang harus dibayarkan oleh nasabah yang mengajukan pembiayaan.

Kondisi tersebut tidak berlaku lagi bagi BSI. BSI yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbentuk berdasarkan hasil merger dari tiga bank syariah plat merah, yaitu BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM), dan BRI Syariah. Gabungan dari tiga bank syariah tersebut memiliki banyak dampak positif, antara lain: Pertama, nilai perusahaan semakin tinggi dengan penambahan akumulasi modal dan dana pihak ketiga. Jumlah nasabah dari tiga bank yang melebur menjadi satu relatif mampu membantu memperkuat dana yang terkumpul di BSI.

Kedua, uang dalam jumlah besar yang berasal dari akumulasi dana tiga bank syariah menjadikan BSI relatif lebih leluasa dalam menyalurkan pembiayaan. Dana yang dapat dicairkan untuk membiayai investasi maupun produk-produk financing lainnya pun bisa terserap oleh lebih banyak nasabah. Walhasil, profit yang diperoleh BSI menjadi lebih besar.

Efek berikutnya, keuntungan yang besar tersebut membuat BSI dapat menerapkan kebijakan yang lebih longgar dalam penetapan tingkat bagi hasil. Dengan demikian, biaya yang harus dibayarkan oleh nasabah dalam produk pembiayaan menjadi lebih ringan dan kompetitif.

BSI Smart Agent untuk Memperluas Layanan

Stigma negatif yang ketiga adalah mengenai keterbatasan akses masyarakat untuk dapat menjangkau bank syariah. Dulu, mayoritas bank syariah memang hanya membuka kantor cabang maupun kantor cabang pembantu di kota-kota besar atau wilayah padat penduduk. Kebijakan tersebut ditempuh lantaran keterbatasan modal perusahaan dan tingginya biaya operasional, sementara jumlah nasabah dan perkiraan laba di wilayah pedesaan dinilai kurang prospektif.

Untuk menjembatani persoalan ini, BSI meluncurkan program BSI Smart Agent. Program ini merupakan upaya BSI untuk menyediakan layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya yang dilakukan tanpa melalui jaringan kantor. Artinya, pihak-pihak lain dari masyarakat yang bekerjasama dengan BSI dapat membantu menyediakan layanan perbankan dan keuangan selama didukung sarana teknologi informasi yang memadai.

Hal ini secara tidak langsung memberikan kemudahan akses bagi nasabah dari semua wilayah untuk dapat memanfaatkan BSI sekaligus memperluas penyebaran informasi seputar perbankan syariah. Dan tentunya, ikut membuka peluang usaha kepada masyarakat yang ingin menjadi agen.

Ahmad Asrof Fitri, Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah dan alumni Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan Sukoharjo. Saat ini, selain mengajar, juga aktif melakukan penelitian dan menulis buku. Aktivitasnya dapat diikuti di Instagram: @a.asrof.fitri. Email: asrof.fitri@gmail.com. WA: 081393712819.

(fhs/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads