Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelesaikan pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang meliputi data profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan penduduk. Program Regsosek merupakan amanat dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Program pendataan ini dijalankan menggunakan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pendataan dilakukan dengan melakukan survei secara langsung ke lapangan sebagai bagian dari survei sosial dan ekonomi nasional.
Secara lengkap, indikator survei Regsosek terdiri atas kondisi sosioekonomi demografis, kondisi perumahan dan sanitasi air bersih, kepemilikan aset, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, dan tingkat kesejahteraan (BPS, 2022). Adapun data kondisi ekonomi penduduk yang diperoleh akan menjadi basis data yang lebih terinci untuk pengambilan program kebijakan yang terkait dengan kesehatan, investasi, kewirausahaan, dan pasar tenaga kerja.
Selain DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial, pemerintah sebenarnya juga memiliki Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang diampu oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Namun demikian, kedua data tersebut masih bersifat sektoral.
Permasalahan terkait data memang sering kali menjadi momok bagi pemerintah ketika hendak menyalurkan bantuan sosial. Hadirnya Regsosek diharapkan menjadi solusi pengintegrasian data yang lebih lengkap sebagai dasar pengambilan kebijakan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem. Program Regsosek akan menjadi tonggak penting dalam pembangunan Satu Data Indonesia.
Kemiskinan ekstrem sendiri merupakan kondisi penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya, yaitu makanan, air minum bersih, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi (PBB, 1995). Tingkat kemiskinan ekstrem terbaru pada tahun ini diukur melalui pendapatan di bawah garis kemiskinan setara dengan USD2,12 atau sekitar Rp33.000 per hari. Data terbaru BPS pada Maret 2021 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 4% penduduk atau sekitar 10 juta jiwa.
Penguatan basis data kesejahteraan penduduk menjadi semakin krusial mengingat pada tahun 2023 mendatang, perekonomian dunia diperkirakan akan mengalami resesi. Dalam laporan World Economic Outlook medio Oktober lalu, IMF telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 ke tingkat 2,7% dari sebelumnya 2,9%. Proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun depan juga dipangkas dari 5,2% menjadi 5,0%. Bank Indonesia juga mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 pada rentang 4,6% - 5,3% dari sebelumnya di kisaran 4,7% - 5,5%.
Penggunaan data kesejahteraan sosial pada dasarnya bertujuan untuk memetakan dan mengategorikan penduduk berdasarkan kondisi ekonominya. Dalam hal ini, pemerintah sedang berkesempatan untuk memperbaiki pendataan tingkat kemampuan ekonomi seluruh penduduk melalui program Regsosek. Harapan akan terpenuhinya basis data tunggal menjadi perhatian penting bagi para pemangku kepentingan.
Oleh karena itu, data Regsosek hendaknya memiliki fitur data mutakhir (updated) serta tersinkronisasi antara pendataan dan penerima bantuan. Proses pendataan ini menjadi penting untuk meminimalisasi timbulnya inclusion error (penduduk meninggal/tidak lagi miskin tetap menerima bantuan) dan exclusion error (penduduk yang menjadi miskin atau belum terdata sebagai penerima bantuan). Hal ini menunjukkan bahwa desain kebijakan dan keberlanjutan program perlindungan sosial amat bergantung pada keakurasian data penerima manfaat.
Kebijakan data terpadu yang ditempuh melalui Regsosek juga dapat diarahkan untuk mentransformasi skema perlindungan sosial. Basis data tunggal yang terintegrasi dan mencakup seluruh penduduk diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan validitas pengambilan kebijakan.
Ke depan, pemerintah dapat memanfaatkan kemajuan teknologi melalui data analytics indeks kesejahteraan penduduk yang mengaitkan antara pergerakan harga komoditas dan gejolak perekonomian terhadap nilai perlindungan sosial bagi masyarakat penerima manfaat. Indeksasi yang dibangun akan memiliki sensitivitas untuk memberikan rekomendasi bentuk bantuan dan tambahan nilai bantuan yang dapat disalurkan.
Langkah terobosan ini bertujuan untuk mengompensasi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang tergerus oleh terjadinya fenomena tertentu di dalam perekonomian. Lebih lanjut, pemerintah telah memiliki legitimasi untuk melaksanakan rencana aksi penghapusan kemiskinan ekstrem, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kerangka kebijakan di tingkat nasional setidaknya dapat lebih mengutamakan rencana aksi tersebut melalui mandat pengalokasian dana secara khusus guna mengakselerasi penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Selain itu, pemerintah juga dapat memasukkan indikator penurunan tingkat kemiskinan ekstrem sebagai dasar pemberian insentif untuk mengoptimalkan upaya ekstra daerah. Rencana aksi ini tentu harus memprioritaskan daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrem yang berada di atas tingkat kemiskinan ekstrem nasional.
Program Regsosek juga merupakan bentuk nyata pemerintah dalam melaksanakan komitmen tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Komitmen dimaksud telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Pilar pertama SDGs bahkan langsung menjadikan tujuan mengakhiri kemiskinan sebagai agenda utama dalam berbagai tema pembangunan. Agenda SDGs untuk mengentaskan kemiskinan memiliki target pencapaian sampai dengan 2030. Sementara itu, sasaran pembangunan ini telah berupaya dijawab dengan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 melalui komitmen penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia hingga 2024.
Pada akhirnya, program Regsosek hanyalah satu dari sekian cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia. Program ini pada kenyataannya mampu memberikan harapan untuk mencapai keadilan sosial yang telah lama diidam-idamkan, sebagaimana tercakup pula dalam prinsip no one left behind berdasarkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Kemiskinan di Indonesia mungkin saja sulit untuk benar-benar dihilangkan, tetapi upaya kita sebagai suatu bangsa menjadi patut untuk diperjuangkan.
Muhammad Rizky pegawai BKF Kementerian Keuangan, tugas belajar pada PKN STAN