Layanan keuangan di Indonesia semakin menggencarkan layanan digital. Digitalisasi, merupakan tren yang tak terelakkan, yang mendapat momen akselerasinya saat pandemi. Otoritas Jasa Keuangan.(2020) dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025, menyatakan Pandemi COVID-19 telah mendorong transaksi dan layanan perbankan secara digital dan virtual di Indonesia.
Perkembangan teknologi informasi di bidang jasa keuangan di samping melahirkan kanal digital juga mendorong mendorong peningkatan efisiensi Pemanfaatan teknologi informasi pada tingkat yang lebih lanjut bahkan memberikan peluang bagi bank untuk menciptakan produk dan model bisnis baru yang dapat memadukan produk dan model bisnis sektor jasa keuangan dan sektor ekonomi lain melalui pemanfaatan big data, artificial intelligence (AI), machine learning, distributed ledger, dan application programming interface (API). Hal ini memungkinan pertumbuhan bisnis dan peningkatan skala ekonomi yang pesat bagi perbankan. serta mengakselerasi terciptanya produk dan model bisnis baru.
Kesiapan dan tren digitalisasi dapat dirujuk berdasarkan hasil riset firma konsultan keuangan EY (Ernst & Young) Global, yang menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pandangan konsumen perbankan. 16% konsumen Eropa berharap bank akan berubah dalam jangka panjang akibat COVID-19. 28% dari mereka yang di bawah 35 tahun siap berubah, Di Indonesia , pengguna bank digital diperkirakan akan mencapai 31% atau 59.969.877 orang pada 2022. Kenaikan pengguna bank digital diproyeksikan akan terus meningkat menjadi 39% atau 74.785.062 pada 2026.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Transformasi digital bagi industri keuangan syariah menjadi tantangan tersendiri. Industri keuangan syariah, selain harus diwajibkan mengikuti norma dan peraturan postif, juga harus mengikuti ketentuan syariah. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim
Dalam ekonomi Islam, penerapan prinsip-prinsip syariah bertujuan memberikan maslahat, kebaikan dan kebahagian dalam dimensi kehidupan di dunia dan di akhirat. Keuangan syariah berjalan pada koridor keadilan, kemitraan, transparansi dan universal. Koridor ini memberikan kesempatan kepada semua anggota masyarakat baik muslim dan non muslim untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas intelektual dan ekonomi mereka dan berkontribusi aktif.
Digitaliasi, membuka kesempatan lebih luas bagi aksesibilitas dan pemanfaatan layanan dan produk keuangan berbasis syariah oleh masyarakat tentunya akan membawa implikasi positif bagi kesejahteraan masyarakat, karena keuangan syariah membentuk struktur ekonomi dan sosial yang makmur, adil, dan egaliter. Hal ini direpresentasikan pada pembagian risiko (risk-sharing) baik pada kontrak pertukaran di sektor keuangan dengan distribusi resiko yang adil dan seimbang, redistribusi dari masyarakat yang lebih mampu ke segmen masyarakat yang kurang mampu melalui instrumen seperti zakat, wakaf, infaq, sadaqoh dan instrumen distribusi harta lainnya) ataupun distribusi antar generasi dalam wujud hukum waris sebagai aturan terkait ahli waris dan pewarisan.
Digitalisasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, namun demikian adopsi keuangan syariah di tengah masyarakat masih rendah. Kenyataan ini berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks inklusi keuangan syariah di Indonesia hanya mampu menembus angka 9% dan indeks literasi keuangan Syariah sebesar 8,93%.
Indeks inklusi keuangan syariah menunjukkan tingkat ketersediaan akses terhadap berbagai produk, jasa, dan lembaga keuangan syariah bagi kebutuhan masyarakat. Inklusi keuangan adalah hak bagi setiap orang dalam rangka memperoleh akses keuangan yang cukup. Ketersediaan akses tersebut dapat digunakan dalam penyediaan kebutuhan barang dan jasa sehari-hari.
Sebaliknya eksklusi keuangan sebagai lawan dari inkulsi keuangan, menunjukkan ketidaktersediaan yang cukup bagi seseorang untuk mengakses layanan keuangan. Keterbatasan akses ini juga termasuk keterbatasan pengetahuan seseorang tentang keuangan dan bagaimana cara mendapatkan serta menggunakannya..
Digitalisasi mampu memberi keuntungan bagi ekonomi masyarakat jika inklusi keuangan syariah benar-benar terserap oleh masyarakat dengan angka atau indeks yang tinggi. Prinsip-prinsip keuangan syariah yang bersumber pada Alquran dan Hadits membawa peran tersendiri bagi kesejahteraan masyarakat. Implementasi nilai-nilai halal, memberikan keadilan dan manfaat bagi individu diantaranya a) berkembangnya peluang untuk pendidikan yang lebih baik, b) memperluas kesempatan bekerja dan berwirausaha, c) mengurangi tingkat kemiskinan, d) mengarah pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Penelitian yang dilakukan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, menunjukkan inklusi keuangan syariah berkorelasi positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Hubungan nyata di antara keduanya menunjukkan jika inklusi keuangan syariah naik, maka kesejahteraan masyarakat juga akan cenderung meningkat. Penelitian tersebut dilakukan selama kurun waktu 2010-2015, pada 33 provinsi di Indonesia. Berdasarkan indeks pada masing-masing daerah, daerah yang memiliki indeks keuangan inklusif yang tinggi, cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi pula. Kecenderungan ini, menjadi lebih signifikan dengan digitalisasi bank syariah yang memungkinkan menjawab kebutuhan terhadap kemudahan, ketersediaan dan aksesibilitas dalam pemanfaatan instrumen keuangan syariah dan mengimplementasikan nilai-nilai halal oleh masyarakat.
Bambang Irawan - Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung
(ads/ads)