Sangat mengejutkan mendengar berita demonstrasi di Beijing belakangan ini, karena China adalah negara komunis bukan demokrasi. Sepanjang sejarah China, terakhir kali pemberontakan telah terjadi pada 1989 di Tiananmen yang berakar dari keinginan kebebasan rakyat China.
Setelah setelah 33 tahun lamanya, demonstrasi kembali terjadi di Beijing dengan akar permasalahan adalah kegerahan masyarakat terhadap kebijakan "zero case" di China yang telah mengakibatkan keterlambatan penyelamatan warga dari kebakaran di Wulumqi, Xinjiang karena lockdown. Kebakaran tersebut telah menewaskan 10 orang warga. Demonstrasi kali ini dipicu oleh kegerahan rakyat China dengan kebijakan ketat lockdown selama hampir tiga tahun yang dinilai tidak efektif.
Kita kembali pada 2020 saat Covid19 mulai menggila di China. Saya yang masih berstatus mahasiswa akhir di Jilin University masih sempat membicarakan perihal Covid-19 dengan salah satu profesor saya yang jarak apartemennya tak jauh dari asrama di sebuah makan malam sebelum Covid-19 menyebar luas sampai ke Jilin.
Saya menanyakan kapan prediksi Covid-19 berakhir di China. Prof. Zhou Xiaolong tidak bisa memberikan analisis apapun kecuali mengatakan, "Tidak ada satu orang pun yang tahu saat ini." Sementara itu, saya memberikan estimasi dua sampai lima tahun kasus Covid-19 mungkin masih berada di China, dan setidaknya membutuhkan waktu lebih kurang hingga 20 tahun untuk pemulihan ekonomi global dan adaptasi dengan wabah apapun.
Tidak ada jawaban apapun dari profesor hingga saya menyelesaikan studi. Beberapa waktu lalu salah seorang teman yang masih berada di China kembali menghubungi saya mengatakan bahwa Covid-19 di Changchun kembali naik dan kota tersebut kembali dikunci lockdown. Sungguh sangat menyiksa bahkan untuk orang-orang yang berkepribadian introvert sekalipun, jika harus tinggal di dalam apartemen yang sudah seperti penjara.
Hingga saat ini, ketika negara-negara lain di dunia telah terbiasa beradaptasi dengan Covid-19, China yang memiliki sistem kesehatan yang baik justru masih berurusan dengan Covid-19 dan kebijakan yang begitu ketat untuk dijalankan dalam hitungan tahun
Kebijakan Nol Kasus
Covid-19 merupakan makhluk di antara benda hidup dan tak hidup. Dikatakan benda hidup, tetapi Covid-19 tidak memiliki ciri-ciri lengkap sebagai sebuah makhluk hidup. Namun, dikatakan benda mati, Covid-19 hidup dan menginfeksi manusia hingga menyebabkan kematian. Lebih lanjut, virus berkembang biak tanpa suara, tanpa kasat mata, tidak bisa dilihat pergerakannya dengan kasat mata.
China selaku negara dengan penduduk yang banyak, sulit dikendalikan dengan selain sistem komunis yang wajib mentaati perintah pemimpinnya tanpa komplain. Pemerintah China percaya bahwa peraturan "zero case policy" adalah kebijakan yang sangat tepat untuk melindungi seluruh rakyat dari ancaman wabah. Pada saat negara-negara lain di muka bumi berusaha hidup berdampingan dengan Covid, justru Cina masih tetap berusaha mencapai "nol" kasus.
Beberapa waktu lalu di forum G20, Presiden Xi sempat mengatakan kepada Presiden Indonesia bahwa akan melonggarkan kebijakan zero case policy, tapi peraturan semakin ketat menjelang libur tahun baru Imlek, dan apa yang telah terjadi di Wulumqi, wilayah Xinjiang merupakan momen yang tepat untuk melakukan protes terhadap pemerintah. Masyarakat menganggap bahwa kebijakan "nol" saat ini tidak efektif menangani Covid dan hanya memperparah keadaan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan mental. Hampir tiga tahun masyarakat China hidup dalam kebijakan "nol" Covid.
Berbeda dari yang Lain
China tidak hanya gila dengan terobosan dan ide-idenya. Tahun lalu Presiden Xi membuat aturan-aturan yang dianggap "gila" bagi banyak orang, seperti pelarangan tempat les privat, pembekuan akun fans K-pop, aturan main game online, dan bahkan aturan-aturan tampang artis yang boleh "manggung". Di bidang teknologi, China menciptakan banyak hal kontroversial --proyek bulan baru, robot Al yang canggih, bahkan kota hutan yang besar.
Dari segi politik pemerintahan, China juga berbeda dari yang lain. Khususnya di kawasan Asia, saat negara-negara kebanyakan berubah dan berjuang menuju demokrasi setelah perang dunia dan mendapat sentuhan dari Amerika, China tetap dengan ideologi komunismenya dan dapat dibilang menjadi satu-satunya negara komunis yang mampu bersaing dengan negara demokrasi, tidak seperti Korea Utara ataupun Kuba.
Menyimpan Banyak Rahasia
Banyak hal yang berubah setelah pandemi. Tidak bisa dipungkiri bahwa China menyimpan banyak rahasia kehidupan rumah tangganya. Beberapa waktu lalu pekerja di pabrik Apple dikabarkan ramai melarikan diri dari pabrik. Bahkan saat akan kembali terpilih menjadi presiden yang ketiga periode, Presiden Xi juga dikabarkan dengan isu kudeta, walaupun kemudian berita tersebut dibantah kembali.
Keterpilihan Presiden Xi juga menjadi isu yang besar, sebab Presiden Partai Komunis tersebut telah menjabat dua kali sebelumnya. Tidak banyak yang tahu tentang negara komunis sosialis itu; bagi China kehidupan pribadi negara adalah urusan rumah tangga yang tidak perlu diketahui dan tidak perlu diintervensi terlalu jauh oleh orang luar.
Di sela konferensi G20 di Indonesia pada 16 November lalu, Presiden China masih sempat mengkritik Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau atas tersiarnya pembicaraan antara mereka kepada masyarakat. Meskipun China terbuka dengan pasar dan ekonomi serta budayanya, tetapi terkait kepemimpinan dan politik negara tersebut tidaklah mudah untuk dijengkal.
Pada kenyataannya tidak ada bentuk negara yang sangat ideal untuk sebuah kumpulan masyarakatnya pada tiap zamannya. Benturan-benturan dari luar sedikit banyak mengubah tingkah laku dan keinginan masyarakat, atau juga kebutuhan yang berubah menurut zaman. China sama seperti bentuk negara-negara lainnya, mendapatkan tantangan dari luar pemerintahan China itu sendiri.
Covid-19 yang telah menjadi catatan wabah besar era antroposen ini menuntut China berusaha begitu keras untuk pemulihan, namun demikian tidak bisa dipaksakan; new normal ini mengancam banyak aktivitas dan berdampak buruk untuk banyak hal di kehidupan rakyat China. Hanya saja, China tidak mau secara terbuka memperlihatkan keadaan negaranya.
(mmu/mmu)