Kebijakan Publik dan Informasi Geospasial

ADVERTISEMENT

Kolom

Kebijakan Publik dan Informasi Geospasial

Risky Kurniawan - detikNews
Jumat, 16 Des 2022 11:15 WIB
Kebijakan Publik dan Informasi Geospasial
Risky Kurniawan (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -
Tidak asing di telinga kita bantuan sosial tidak tepat sasaran. Masih terdapat warga mampu yang menerimanya. Kita juga kadang mendengar beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya mengalami banjir, tetapi kurang adanya mitigasi dan pencegahan. Mengapa permasalahan tersebut dapat terjadi? Banyak yang mengasumsikan bahwa data yang digunakan pemerintah tidak akurat dan mutakhir.

Kita telisik lebih dalam lagi, pemerintah sebenarnya sedang melakukan pengembangan data yang lengkap dan mutakhir. Hal ini dikarenakan telah adanya regulasi mengenai Satu Data Indonesia (SDI) yang dipublikasikan melalui portal SDI dalam laman data.go.id. Namun, mengapa masih bermasalah?

Banyak faktor yang menyebabkan banyak permasalahan data tersebut, seperti kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya data, kurang baiknya pengelolaan data, kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintahan mengenai data mana yang dapat digunakan untuk implementasi kebijakan, serta terkadang hanya menggunakan data statistik sebagai acuan.

Elemen Kualitas Data

Informasi geospasial yang baik adalah informasi yang memenuhi elemen kualitas data. SNI ISO 19157 tentang Kualitas Data menyebutkan terdapat enam elemen kualitas data. Keenam elemen kualitas tersebut yaitu kelengkapan, konsistensi logis, akurasi posisi, akurasi tematik, akurasi temporal, dan elemen pemanfaatan. Jika memenuhi keenam elemen kualitas, informasi geospasial tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih jauh, informasi geospasial tidak hanya berupa gambar dengan bentuk-bentuk yang merepresentasikan ketampakan permukaan bumi dari langit. Menurut Longley dkk (2015) informasi geospasial merupakan kumpulan dari data geospasial (data di permukaan bumi) untuk tujuan tertentu. Biasanya informasi geospasial pemerintahan dipublikasi melalui web GIS atau geoportal nasional milik instansinya. Setiap bentuk, mulai dari titik, garis, dan area yang tergambar memiliki informasi di dalamnya.

Informasi yang dimiliki objek tersebut beragam sesuai tujuan informasi geospasial tersebut dibangun. Informasi yang disampaikan tidak hanya mengenai nama tempat atau daerah, tetapi juga informasi yang lebih detail seperti luas lahan, jenis penggunaan lahan, koordinat, pemilik, dan lain sebagainya. Tentu informasi yang dibuat dapat berguna jika dimanfaatkan dengan baik.

Kebijakan Berbasis Bukti

Kebijakan publik menurut Dye (2002) adalah apa yang dipilih atau tidak dipilih oleh pemerintah. Saat ini, telah berkembang konsep kebijakan berbasis bukti. Kebijakan berbasis bukti merupakan sebuah kebijakan yang dipilih dengan didasari pada fakta dan data. Jika fakta dan data yang digunakan berkualitas baik, maka kebijakan yang dipilih juga akan bermanfaat. Di sinilah salah satu titik temu antara informasi geospasial dan kebijakan publik.

Informasi geospasial dapat digunakan dalam seluruh siklus kebijakan dan pengambilan keputusan. Informasi yang digunakan dapat memperkuat agenda setting dan perumusan kebijakan. Sebagai contoh pada penetapan pembentukan daerah otonom baru. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2017, regulasi yang menetapkan pembentukan suatu daerah, diwajibkan adanya lampiran berupa peta yang menggambarkan batas dari daerah yang baru dibentuk. Pada peta batas sebaiknya dicantumkan titik-titik koordinat penting yang menjadi patokan batas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konflik perebutan lahan yang dapat terjadi.

Selain mengenai batas, informasi geospasial juga berguna dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di suatu daerah. Karena dalam perencanaan pembangunan infrastruktur pasti dibahas mengenai berapa anggaran yang dibutuhkan. Misalnya dalam pembangunan jalan, jika salah dalam menghitung panjang jalan maka anggaran yang dibutuhkan juga dapat berubah.

Kebijakan publik juga membutuhkan informasi geospasial dalam implementasinya. Kebijakan publik yang telah ditetapkan pasti memiliki tujuan di mana kebijakan tersebut diimplementasikan. Contoh kebijakan publik tersebut seperti penyaluran bantuan dari dampak pengurangan subsidi atau dampak dari bencana. Contoh lain adalah kebijakan kebencanaan juga memerlukan informasi geospasial seperti penyusunan peta rawan bencana untuk dapat dilakukan mitigasi serta diharapkan dapat mengurangi dampak yang dihasilkan dari bencana.

Informasi geospasial dapat digunakan sebagai salah satu pendukung dalam evaluasi kebijakan. Sebagai contoh dalam kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat, dapat disusun peta mengenai dampak yang terjadi setelah adanya kebijakan. Apakah kesejahteraan meningkat atau tidak, jika meningkat, di bagian mana saja yang kurang berdampak dapat diketahui dengan adanya informasi geospasial.

Dari penjelasan tersebut, informasi geospasial berkualitas dibutuhkan dalam berbagai sektor. Oleh karena itu, informasi geospasial yang tersedia perlu dikelola dan dimutakhirkan agar dapat lebih bermanfaat. Ada baiknya kurangi ego antarinstansi; duduk bersama berdiskusi dan memperbaiki data Indonesia tidak ada ruginya.

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT