Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini semakin memudahkan kita untuk mendapatkan pekerjaan. Di media online khususnya banyak hal-hal baru yang dapat kita lakukan untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Tetapi, sebagian besar masyarakat masih enggan menggelutinya. Hal ini wajar karena usaha di bidang tersebut memang membutuhkan keahlian khusus, lebih-lebih penguasaan di bidang teknologi.
Semakin berkembangnya teknologi, yang membuat kita bisa mengakses dunia hanya dengan jari jemari, tidak serta merta membuat masyarakat beralih secara masif ke usaha online. Masih banyak yang tetap menekuni usaha offline yang selama ini dijalani.
Lebih-lebih di dunia pendidikan. Guru masih sulit mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang mulai beralih ke pembelajaran daring. Guru sadar harus menguasai berbagai kemampuan di bidang teknologi agar dapat menerapkan pembelajaran tersebut. Sehingga, jelas membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mempelajari semuanya itu.
Pendidik atau guru setiap tahun semakin bertambah jumlahnya, lulus secara bersamaan dengan jumlah yang besar dari berbagai universitas. Mereka tentu ingin segera menyalurkan ilmunya di lembaga-lembaga pendidikan formal. Tetapi, keinginan tersebut berbanding terbalik dengan jumlah lembaga pendidikan yang tersedia.
Tidak mungkin semua lulusan dari Fakultas Keguruan dapat langsung mengajar di lembaga pendidikan. Semua membutuhkan proses. Lebih-lebih fresh graduate, yang belum memiliki banyak pengalaman dalam mengajar. Mereka benar-benar harus memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata untuk dapat bersaing saat ini.
Lembaga pendidikan pun sangat jeli dalam memilih calon pengajar. Lembaga ini meyakini, banyak tersedia pendidik dari berbagai universitas akibat terbatasnya jumlah lembaga. Sehingga, mereka dapat memilih pendidik yang benar-benar berkompeten.
Untuk itu, tentunya lulusan baru guru harus berpikir untuk beralih ke alternatif kegiatan lain yang masuk akal. Alternatif yang paling masuk akal untuk fresh graduate guru adalah dengan membuka usaha Bimbingan Belajar, pendidikan nonformal untuk menunjang nilai akademis siswa di sekolah.
Maksud saya di sini adalah bimbingan belajar (bimbel) yang mengharuskan siswa datang ke tempat kita. Bukan bimbingan dengan cara guru datang ke rumah siswa, karena bimbingan seperti itu biasanya tidak bertahan lama dan sulit untuk berkembang.
Tapi kan bimbel sudah sangat menjamur saat ini? Apa nanti laku ketika saya membuka, padahal saya masih nol pengalaman? Apa masyarakat percaya dengan kemampuan saya? Itu pertanyaan awal yang akan terbersit pada diri Anda. Saya tidak mengatakan bahwa bimbingan belajar yang akan Anda buka nanti langsung laku. Ingat, Anda baru lulus. Anda butuh tempat untuk berproses. Proses inilah yang bila Anda jalani dengan serius, jelas akan membuahkan hasil.
Selalu Ada Saat Pertama
Sebagian orang berpendapat bahwa membuka bimbel dilakukan oleh orang yang sudah ahli dan menguasai berbagai macam keilmuan. Sehingga, beragam tingkatan pendidikan siswa yang mengikuti bimbel bisa dibimbing dengan baik. Orang-orang yang baru lulus tentu ilmunya masih sangat terbatas, apalagi yang dipelajari di perkuliahan adalah materi yang terlalu luas. Bahkan, kebanyakan dari mereka sudah lupa materi-materi di tingkat SD atau SMP.
Pendapat semacam itu ada benarnya juga. Bimbingan belajar memang harus dikelola oleh orang-orang khusus. Mereka memang orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan dan memiliki keterampilan mengajar yang baik. Tetapi, kalau Anda saat ini masih menjadi orang biasa, Anda juga bisa menjadi orang khusus itu. Anda juga akan mampu menjadi pembimbing yang profesional. Ingat bahwa setiap orang, siapapun tidak terkecuali, pernah mengalami menjadi yang pertama kali.
Orang-orang yang saat ini memiliki bimbel yang besar dan memiliki cabang di mana-mana dahulu juga pernah mengalami masa-masa pertama kali. Toru Kumon sang pendiri Bimbel Kumon Educational Japan Co.,Ltd memulai usahanya dengan mengajar Takeshi, anaknya sendiri yang kesulitan dalam perhitungan. Setelah sukses membimbing anaknya sendiri, dia akhirnya memulai usaha bimbel. Pertama kali, satu atau dua siswa yang belajar, lama kelamaan semakin bertambah. Sekarang, jangan tanya lagi, cabang Kumon sudah ada di seluruh dunia; di Indonesia sendiri sudah menjamur di berbagai kota.
Hal serupa juga dialami oleh Purdi E. Candra, pendiri Bimbingan Belajar Primagama. Siapa yang tidak kenal dengan bimbel yang satu ini? Primagama bahkan pernah masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100 ribu siswa setiap tahun.
Saat mendirikan Primagama, Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa. Memulai usaha bimbel dengan modal yang minim, hanya dapat menyewa tempat kecil yang disekat menjadi dua. Muridnya hanya dua orang, itu pun tetangga. Selang beberapa tahun usahanya telah berkembang pesat dan menjadi bimbel terkemuka pada zamannya. Walaupun akhir-akhir ini mulai meredup karena banyak sebab, tetapi pengalaman dan semangat Purdi itu perlu kita acungi jempol saat pertama kali memulai usaha.
Saya sendiri juga punya pengalaman mengesankan saat pertama kali mendirikan bimbingan belajar. Menjadi Guru Tidak Tetap di salah satu SMP Negeri dengan honor yang minim membuat saya harus putar otak. Tepatnya pada 2015 saya pertama kali mengawali usaha bimbel dengan nama Bale Pintar. Awalnya, hanya satu-dua peserta yang berasal dari tetangga sendiri. Tempatnya juga cuma di teras rumah mertua saya; saat itu saya juga belum memiliki rumah.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada pertengahan 2016 saya resign dari tempat saya mengajar untuk fokus mengelola bimbel yang saat itu sudah memiliki murid sebanyak 198 siswa. Saat ini jumlah siswa sudah mencapai 450 siswa lebih, dengan 24 pengajar tetap dan paruh waktu. Tempat yang sudah bisa saya bangun, tidak mampu menampung jumlah siswa yang belajar saat ini. Banyak siswa yang mendaftar terpaksa ditolak karena tempat yang sudah tidak memadai.
Itulah beberapa pengalaman bagaimana sebuah kesuksesan pasti pernah mengalami yang namanya "pertama kali". Oleh sebab itu, pertanyaan Anda apakah akan laku dan bagaimana dengan kepercayaan masyarakat, tentunya itu akan berjalan sesuai dengan proses. Jika Anda serius menekuni usaha ini, bisa dipastikan suatu saat Anda akan sukses. Jadilah orang yang pertama kali selanjutnya di dunia bimbel.
Kata orang Jawa, jer basuki mawa beya. Artinya, kalau mau sejahtera, ya harus mau membayar harganya. Orang Amerika sudah tahu benar dengan pepatah mereka yang menyatakan, "Tidak ada makan siang gratis". Mungkin masih banyak lagi pepatah (dari mana pun asalnya) yang mempunyai maksud serupa. Semua menyatakan bahwa, bila kita ingin sukses ya harus mau membayar harganya. Harga di sini tidak serta merta berhubungan dengan uang. Semua orang sukses yang saya ceritakan di atas juga telah membayar harganya yaitu berupa keseriusan, semangat, dan kerja keras.
Dan, berbicara tentang nol pengalaman, semua orang pasti pernah mengalami masa-masa awal dan nol pengalaman. Dalam hal apapun, setiap orang memulai dari nol. Dahulu Anda tidak mampu membaca dan menulis, sekarang Anda mampu membaca dan bisa menulis. Nol pengalaman memang harus dilewati. Jangan khawatir. Semua akan Anda lalui dengan proses.
Saya rasa kalau ada kemauan dan tekat, semua akan mudah. Yang penting Anda yakin, kenapa tidak? Fresh graduate guru tidak perlu menganggur setelah lulus kuliah. Selama masih ada anak yang lahir dari rahim seorang ibu, prospek usaha bimbingan belajar akan selalu terbuka.
Fahrizal, S.Pd pimpinan bimbel Bale Pintar
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini