Zaman terus berubah dengan cepat. Revolusi industri keempat dan pandemi Covid-19 menjadi pemicu yang sangat efektif. Keinginan naluriah manusia untuk melakukan berbagai aktivitas secara cepat, tepat, dan mudah dengan berbagai perangkat digital serta tuntutan adaptif terhadap usaha penanganan dan pencegahan pandemi yang mengharuskan pembatasan aktivitas secara fisik dan tatap muka langsung semakin menambah laju perubahan di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan.
Banyak tuntutan baru di dunia pendidikan sebagai dampak dari interaksi atas perubahan-perubahan di bidang lainnya yang harus disikapi secara adaptif, utamanya oleh guru. Keunikan karakteristik peserta didik generasi digital, kecenderungan penggunaan perangkat digital oleh peserta didik, berbagai fasilitas pembelajaran digital yang tersedia di sekolah dan di rumah, serta berbagai strategi dan media pembelajaran digital yang merupakan hasil kreativitas dan penelitian terbaru tentu memberikan dampak bagi perencanaan, proses, dan hasil pembelajaran. Dengan kata lain, perubahan akan terus menerus terjadi.
Beragam tantangan serta peluang pun akan datang silih berganti. Kendati demikian, tugas guru tetaplah sama."The road ahead is uncertain, but the end is clear," demikian diungkapkan Otto Hightower, tokoh fiksi dalam serial House of the Dragon. Guru tetap harus memastikan "...berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" sebagaimana diamanatkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Cita-cita kolektif tersebut tentu tidak bisa disederhanakan agar peserta didik menjadi warga negara yang kompeten saja, sehingga mampu bersaing secara global dan persentase serapan lulusan di dunia kerja menjadi sangat tinggi dan bonus demografi dapat diraih secara maksimal. Tugas guru misalnya hanya difokuskan untuk memastikan pengetahuan dan keterampilan peserta didik terus menerus berkembang sesuai potensinya.
Cita-cita kolektif tersebut juga tidak bisa disederhanakan hanya agar peserta didik menjadi warga negara yang beriman dan berkarakter saja. Misalnya dengan alasan agar tugas guru hanya fokus untuk penguatan nilai karakter dan pengamalan ajaran agama yang dianutnya saja. Karena menganggap era digital telah menyediakan berbagai akses dan fasilitas untuk peserta didik menguasai pengetahuan dan keterampilan secara mandiri baik melalui teks, suara, gambar maupun video. Sementara pengamalan ajaran agama yang dianut dan sikaplah yang lebih memerlukan pembinaan dan teladan langsung.
Perubahan zaman yang semakin cepat dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyederhanakan cita-cita kolektif tersebut. Terwujudnya peserta didik seluruhnya menjadi warga negara Indonesia yang kompeten, beriman sekaligus berkarakter itu merupakan cita-cita kolektif bangsa yang secara esensi telah bersifat final.
Cita-cita kolektif tersebut mengharuskan tercapainya kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara seimbang. Apapun kondisinya, sejauh apapun zaman telah berubah dan terus akan berubah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk wajib bersikap adaptif karena situasi dan kondisi zaman yang semakin berubah-ubah, tidak menentu, semakin kompleks dan sulit diprediksi. Sementara target yang harus dicapai sangat jelas; masa depan masyarakat dan bangsa menjadi pertaruhannya.
Bukan Satu-Satunya Sumber
Dewasa ini, guru bagi peserta didik bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, tempat bertanya segala hal, dan mentor berlatih segala hal seperti dulu, karena akses terhadap berbagai informasi terbuka lebar. Beragam konten pembelajaran yang dikemas dengan berbagai format digital seperti buku digital, audio digital, dan video dapat dengan mudah diakses hanya dengan sentuhan jari. Rekaman berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, dan konferensi pun dapat dengan mudah diakses.
Peserta didik dapat bertanya tentang apapun dan berlatih keterampilan apapun melalui fasilitas perangkat digital yang dimilikinya. Dengan kata lain, peserta didik berpotensi lebih dulu atau lebih banyak mengetahui daripada gurunya. Oleh karena itu, selalu mengikuti perkembangan terbaru bidang pendidikan, utamanya terkait keilmuan yang digeluti menjadi esensial bagi guru.
Selain itu, peserta didik di era digital memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendahulunya. Situasi dan kondisi zaman yang dilaluinya menuntut peserta didik untuk terbiasa bersentuhan langsung dengan berbagai fasilitas digital seperti gawai, beragam aplikasi percakapan, media sosial, dan fitur-fitur digital lainnya. Hal itu menyebabkan peserta didik secara tidak langsung memiliki kecenderungan menyukai hal-hal yang bersifat digital yang menawarkan kecepatan, ketepatan, dan kepraktisan hanya dengan sentuhan jari.
Karakteristik dan kecenderungan peserta didik sebagai generasi digital tersebut tentu harus menjadi perhatian khusus bagi guru karena akan berdampak pada bagaimana memfasilitasi peserta didik secara tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Bersikukuh tetap menyampaikan pembelajaran dengan cara-cara lama dan hanya menggunakan fasilitas pembelajaran seadanya dengan alasan sudah berumur atau tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang tersedia atau gagap teknologi merupakan sikap egois.
Idealnya, guru harus mampu bersikap adaptif karena prioritas utamanya adalah memastikan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan (goal desired). Oleh karena itu, memahami karakteristik peserta didik dan meningkatkan kecakapan digital (digital skills) menjadi hal penting bagi guru di era digital dewasa ini.
Menjadi guru bukan sekadar menyampaikan konten pembelajaran kepada peserta didik, namun juga memastikan potensi yang dimiliki peserta didik dapat tumbuh dan berkembang serta fitrah bertuhan, kebaikan, dan keindahan yang dimilikinya termanifestasikan dalam bentuk sikap spiritual dan sosialnya. Ikhtiar memastikan berkembangnya potensi dan termanifestasikannya fitrah tersebut tentu tidak selalu mudah.
Situasi dan kondisi zaman yang terus menerus berubah itu menuntut guru untuk mampu adaptif. Kendati akses dan fasilitas digital memberikan peluang bagi peserta didik untuk menguasai berbagai macam pengetahuan dan keterampilan secara mandiri dan menjadi warga negara yang kompeten, namun untuk bisa meraih cita-cita kolektif yang menghendaki terwujudnya peserta didik menjadi warga negara yang tidak hanya kompeten, namun juga beriman sekaligus berkarakter itu, peran guru dan kemampuan adaptif adalah kuncinya.
Muhammad Ridha dosen UIN Antasari Banjarmasin, Ketua Titik Fokus Karya
(mmu/mmu)