Data Stok Beras dan Wacana Impor

ADVERTISEMENT

Kolom

Data Stok Beras dan Wacana Impor

Bayu Dwi Apri Nugroho - detikNews
Selasa, 13 Des 2022 14:30 WIB
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Santorosa, Jayapura, Papua, Jumat (2/12/2022). Perum Bulog Kantor Wilayah Papua dan Papua Barat menyebutkan ketersediaan stok beras mencapai 32 ribu ton (data terakhir pekan IV November 2022) atau mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama empat bulan, termasuk untuk kebutuhan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. ANTARA FOTO/Gusti Tanati/app/aww.
Foto ilustrasi: ANTARA FOTO/Gusti Tanati
Jakarta -
Bulan Oktober lalu, kita sempat dikejutkan oleh informasi mengenai data stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog yang hanya sebesar 673.613 ton. Jika dibandingkan pada Oktober 2021 lalu stok CBP Bulog yang mencapai 1,25 juta ton, maka stok in hand pada 2022 ini paling kecil. Berdasarkan data tersebut, muncullah usulan agar sesegera mungkin pemerintah melakukan impor beras.

Usul impor beras ini menjadi sangat menarik karena dua bulan sebelumnya, tepatnya pada Agustus 2022, Indonesia menerima Plakat Penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) atas kisah suksesnya Swasembada Beras, karena selama periode 2019-2021 Indonesia tidak melakukan impor beras yang sifatnya komersil.

Pemberian penghargaan ini tentu tidak asal-asalan, apalagi dari dari lembaga riset dunia sekelas IRRI dengan sepengetahuan FAO; tentu saja membuat kita sebagai bangsa Indonesia menjadi bangga. Sebab, tidak semua bangsa dapat mewujudkan swasembada beras pada periode tersebut, terlebih pada periode tersebut seluruh dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Suatu prestasi yang menggembirakan dan membanggakan bagi masyarakat Indonesia.

Tetapi dengan adanya usulan impor beras tersebut, seperti meruntuhkan euforia penghargaan swasembada beras. Walaupun kemudian ada sedikit informasi terkait dengan stok beras yang cukup melimpah di masyarakat, tentunya ini menjadi suatu "tanda tanya" besar, mengapa ada dua pandangan yang berbeda dalam informasi stok beras di Indonesia. Ada apa sebenarnya?

Untuk mengatasi stok yang terbatas, secara pragmatis memang impor menjadi solusi, dan ini juga ada dalam peraturan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, di mana impor bahan pangan dapat untuk dilakukan, tetapi dengan catatan memang produksi petani di dalam negeri tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan cadangan pangan atau beras betul-betul kritis.

Mencari Solusi
Mungkin kita tidak perlu menyalahkan satu dan lainnya dengan adanya perbedaan data tersebut, tetapi momen ini bisa kita gunakan untuk mencari solusi terkait informasi data dalam satu suara yang sama. Indonesia memiliki lembaga atau instansi yang berhak mengeluarkan data yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Alangkah baiknya kalau dalam menginformasikan data tersebut juga dilakukan oleh BPS dan dapat digunakan sebagai acuan dasar oleh para pengguna data di negara kita. Sehingga, informasi yang keluar dari pemerintah juga satu suara.

Selain itu, momen usulan impor beras juga bisa menjadi pendorong pemerintah untuk memaksimalkan lumbung-lumbung pangan yang dikemas dalam program Food Estate. Bahkan pemerintah juga sudah mempunyai program korporasi petani yang dituangkan dalam Permentan No 18 Tahun 2018 bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani.

Mengkorporasikan petani dapat dimaknai sebagai upaya untuk mengembangkan model bisnis yang mampu meningkatnya akses petani terhadap sumber daya produktif, memberi nilai tambah bagi produk pertanian, memperkuat kelembagaan petani, meningkatnya kapasitas dan posisi tawar petani, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Harapannya, dengan adanya peningkatan kesejahteraan petani dalam program korporasi petani bisa meningkatkan minat orang untuk terjun ke dunia pertanian, dan keberhasilan swasembada pangan bisa kita pertahankan bahkan tingkatkan tanpa kita perlu impor beras dari negara lain.
Bayu Dwi Apri Nugroho Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT