Pascapandemi Covid-19, aktivitas di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo kembali menggeliat dan menunjukkan tren positif. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo pada tahun ini (2022) dibanding tahun sebelumnya (2021). Per semester I - 2022, pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo sudah mencapai +136 persen dari tahun sebelumnya.
Dari jumlah wisatawan yang berkunjung, proporsi wisatawan domestik jauh lebih tinggi dibanding wisatawan mancanegara (82 persen berbanding 18 persen); berbanding terbalik dengan kondisi sebelum pandemi. Kondisi ini menunjukkan, proses recovery sektor pariwisata saat ini mengandalkan wisatawan domestik. Meski demikian, wisatawan mancanegara yang ke Labuan Bajo diprediksi akan terus meningkat seiring dengan proses pemulihan global dari dampak pandemi, dan proporsi wisatawan mancanegara akan kembali lebih tinggi dibanding wisatawan domestik.
Seiring dengan geliat dan tren perkembangan ini, pemerintah tengah merancang skenario pengembangan pariwisata terpadu DPSP Labuan Bajo untuk 25 tahun ke depan. Isu daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) menjadi pijakan utama pengembangan ini untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang saat ini menjadi tujuan lebih dari 80 persen wisatawan yang ke Labuan Bajo, dalam kegiatan pemanfaatan pariwisata ke depannya akan mempertimbangkan carrying capacity kawasan ini.
Karena itu, dengan prediksi terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, perlu untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki kawasan lain di luar TNK. Hal ini membutuhkan kesiapan dari sisi supply. Di samping aksesibilitas dan amenitas, hal paling utama adalah kesiapan atraksi yang menarik bagi wisatawan.
Motivasi Wisatawan
Untuk karakteristik permintaan, pariwisata Labuan Bajo dikunjungi oleh wisatawan yang memiliki preferensi untuk mendapatkan pengalaman wisata berbasis alam. Selain itu, motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo didasari oleh keautentikan, kemenarikan, dan keunikan destinasinya. Karakteristik demand inilah yang menjadi alasan dominannya TNK sebagai kawasan tujuan kunjungan wisatawan. Kawasan tersebut memiliki atraksi wisata berbasis alam, pemandangan alam yang luar biasa, serta daya tarik hewan komodo yang menjadikannya sebagai destinasi yang autentik, unik, dan menarik.
Kawasan TNK sebagai destinasi utama pariwisata Labuan Bajo pada prinsipnya merupakan kawasan konservasi yang mengedepankan tiga fungsi penting dalam pengelolaannya; yaitu perlindungan ekosistem, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari. TNK sebagai destinasi pariwisata merupakan bagian dari fungsi pemanfaatan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi; yang tentu dalam pelaksanaannya tetap memprioritaskan agenda konservasi. Karena itu, prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) perlu menjadi perhatian utama dalam setiap perencanaan pengembangan dan kegiatan di dalam kawasan TNK.
Implementasi atas prinsip sustainable development ini kemudian diterjemahkan ke dalam penentuan daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) sebagai instrumen pencegahan yang memastikan rencana, program, dan kebijakan pengembangan TNK dapat dilaksanakan tanpa mendegradasi fungsi lingkungan.
Kajian carrying capacity yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E Bali Nusra) pada 2018 mengidentifikasikan nilai Real Carrying Capacity (RCC) untuk kegiatan wisata di kawasan TNK sebesar 249.295 orang/tahun untuk wilayah terestrial dan 425.955 orang/tahun untuk wilayah perairan.
Dengan intensifikasi kebijakan pengembangan pariwisata oleh pemerintah, nilai RCC kawasan TNK ini diprediksi akan terlampaui pada 2025 untuk wilayah terestrial dan pada 2031 untuk wilayah perairan. Sementara jika tanpa kebijakan khusus/prioritas oleh pemerintah, nilai carrying capacity akan terlampaui pada 2026 untuk wilayah terestrial dan pada 2048 untuk wilayah perairan.
Atraksi Berbasis Budaya
Isu carrying capacity kawasan TNK menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pengembangan pariwisata Labuan Bajo. Secara spasial, pengembangan pariwisata Labuan Bajo ke depannya akan memaksimalkan kawasan di luar TNK yang memiliki karakteristik atraksi berbasis budaya. Hal demikian memberikan peluang bagi peningkatan kolaborasi budaya dengan kegiatan pariwisata melalui pengembangan pariwisata berbasis budaya, yang diharapkan akan memberi manfaat langsung kepada masyarakat.
Namun, upaya untuk mencapai ini diperhadapkan dengan sejumlah tantangan dari segi kondisi permintaan dan kesiapan. Untuk kondisi permintaan, motivasi wisatawan ke Labuan Bajo untuk melihat dan mengalami budaya masyarakat setempat masih cukup minim. Sementara dari sisi kesiapan, daya tarik wisata di luar kawasan TNK yang saat ini telah dikembangkan menjadi atraksi wisata hanya 24,7 % dari potensi daya tarik wisata yang ada.
Selain itu, terdapat kurang lebih 43 sanggar budaya dan kesenian di Labuan Bajo. Namun pengembangan untuk atraksi budaya dan kesenian belum optimal karena beberapa kendala seperti ketersediaan fasilitas sentra kebudayaan, event yang secara khusus menampilkan pertunjukan budaya dan kesenian yang reguler, dan inisiasi pengembangan kelompok sanggar yang belum terpadu.
Untuk memaksimalkan pengembangan pariwisata berbasis budaya di DPSP Labuan Bajo, beberapa hal yang perlu dilakukan; pertama, pembuatan kalender event daerah sebagai sarana promosi dan informasi untuk pelaku wisata mengenai berbagai kegiatan wisata selama satu tahun berjalan, seperti festival, pameran, wisata olahraga, dan acara kebudayaan lokal.
Kabupaten Manggarai Barat sebagai wilayah administratif Labuan Bajo memiliki 169 desa dan kelurahan, 94 di antaranya ditetapkan menjadi desa wisata. Desa-desa ini memiliki autentisitas kegiatan-kegiatan budaya. Melalui pembuatan kalender event tahunan, kegiatan-kegiatan budaya selama satu tahun berjalan tersebut didata, diinventarisasi, disusun dalam bentuk buklet, lalu disampaikan kepada kepada seluruh asosiasi pelaku wisata (dan publik pada umumnya) untuk membantu merencanakan tujuan pemanduan maupun liburan bagi wisatawan.
Pada 2022 ini, DPSP Labuan Bajo menjadi tempat berbagai penyelenggaraan festival yang digadang-gadang menjadi festival tahunan. Festival-festival ini akan melengkapi kegiatan wisata yang dapat dimasukkan ke dalam penyusunan kalender event.
Kedua, pembangunan fasilitas pusat seni dan budaya. Perkotaan Labuan Bajo menjadi kawasan wisata kunci karena fungsinya sebagai pusat pelayanan pariwisata, aktivitas investasi, dan pergerakan masuk barang dan jasa. Pengembangan wisata kota (urban tourism) perlu dimaksimalkan melalui pengembangan pusat/fasilitas seni dan budaya di perkotaan Labuan Bajo. Hal ini dapat memperpanjang lama tinggal (length of stay) dan memperbesar spending money wisatawan di kota Labuan Bajo.
Fasilitas seni dan budaya ini akan menjadi pusat kegiatan yang terbuka bagi kurang lebih 43 sanggar di perkotaan Labuan Bajo untuk latihan, pementasan, dan pameran. Selain itu, fasilitas ini akan menjadi pusat perkembangan budaya seni kontemporer yang kelompok-kelompoknya sudah mulai bermunculan di Labuan Bajo. Fasilitas kuliner lokal akan dapat diintegrasikan dengan pusat kegiatan seni dan budaya ini untuk menambah pilihan pengunjung yang datang.
Ketiga, penyelenggaraan festival tahunan kebudayaan dan kesenian sebagai wadah bagi pertunjukan budaya dan kesenian secara reguler di perkotaan Labuan Bajo untuk komunitas-komunitas seni, desa-desa wisata, dan kelompok-kelompok sanggar budaya. Festival kesenian dan budaya ini selain menjadi atraksi (buatan) juga menjadi media promosi untuk komunitas, desa-desa wisata, dan kelompok-kelompok budaya.
Inisiasi penyelenggaraan event tahunan ini akan ikut meningkatkan kelestarian budaya daerah melalui kolaborasi budaya dengan kegiatan pariwisata. Materi-materi yang ditampilkan dalam kegiatan festival ini dapat berupa pawai, parade, perlombaan, pagelaran, pameran, sarasehan, dan pelatihan. Sepanjang 2022, berbagai festival telah diselenggarakan di Labuan Bajo, dan akan digadang-gadang menjadi festival tahunan. Namun, festival yang secara khusus mengangkat budaya dan kesenian belum dimiliki Labuan Bajo.
Alfred Nabal pemerhati pengembangan pariwisata dan kawasan
(mmu/mmu)