Memenangkan Diplomasi Nikel
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Memenangkan Diplomasi Nikel

Jumat, 09 Des 2022 13:08 WIB
Rafli Zulfikar
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Uni Eropa dan Indonesia Berseteru Soal Ekspor Bijih Nikel: Bagaimana Soal Dampak Lingkungan?
Indonesia berseteru dengan Uni Eropa soal ekspor nikel (Foto ilustrasi: DW (SoftNews)
Jakarta -

Dalam tata kelola ekonomi global, sengketa dagang selalu asimetris. Negara superpower sudah bisa diprediksi akan memenangkan setiap sengketa dagang kalau berhadapan dengan negara-negara middle-power. Seperti petuah Hans J. Morgenthau bahwa international politics, like all politics, is a struggle for power.

Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO karena proteksionisme yang diberlakukan melalui kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral (nikel) dalam negeri. Meski belum putusan inkrah karena Indonesia memilih untuk banding, tetapi pemerintah seharusnya memulai menata ulang diplomasi nikelnya yang sporadis serta business as usual karena hanya melawan melalui WTO.

Butuh strategi terukur dan sedikit berani melawan negara superpower, tidak bisa lagi hanya mengandalkan jalur formal dengan bersengketa di WTO jelas tidak menyelesaikan perkara. Memenangkan diplomasi nikel menjadi sangat strategis dan penting bagi kepentingan nasional. Dengan potensi Indonesia karena memiliki 21 juta ton atau setara dengan 30 persen cadangan nikel dunia, kekalahan diplomasi nikel sama juga dengan ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Posisi Indonesia sebagai negara dengan potensi 30 persen kepemilikan cadangan nikel global sebenarnya merupakan posisi yang sangat strategis dan penting sebagai posisi tawar (bargaining position) dengan Uni Eropa (UE) untuk memenangkan permainan. Memulainya menggunakan teori permainan untuk merumuskan peta jalan diplomasi nikel.

Robert Axelrod dan William D Hamilton dalam The Evolution of Cooperation mensimulasikan bahwa situasi kerja sama adalah situasi yang sama-sama menguntungkan daripada situasi sucker's pay-off, tetapi Axelrod dkk juga mensimulasikan mekanisme yang tepat ketika menghadapi situasi dimana salah satu aktor memilih untuk tidak bekerja sama atau berkhianat (defeat) yaitu melalui mekanisme memukul balas memukul (tit for tat).

ADVERTISEMENT

Ketika UE tidak menghendaki kerja sama, maka yang perlu dilakukan adalah memulai meningkatkan daya tawar perdagangan. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri memiliki peranan yang sangat strategis dengan mulai menyusun derajat ketergantungan dagang antara Indonesia dengan negara-negara anggota UE yang memiliki suara berpengaruh dalam keputusan UE seperti halnya Jerman dan Prancis.

Indonesia dapat menggunakan daya tawar pembelian pesawat Rafale untuk memaksa Prancis pro terhadap kebijakan nikel di Indonesia. Apabila Prancis tidak bekerja sama dalam mendukung kebijakan ekspor biji nikel Indonesia, maka perjanjian pembelian Rafale juga dinegosiasi ulang. Begitu juga dengan komoditas-komoditas strategis lain yang dapat menjadi daya tawar diplomasi nikel.

Indonesia juga dapat menggunakan besarnya cadangan nikel untuk menjadi nilai tawar kepada negara-negara UE yang berkepentingan terhadap suplai nikel dan baterai seperti perusahaan otomotif Jerman dan Prancis. Yakni, dengan memberikan insentif fiskal apabila perusahaan otomotif Jerman dan Prancis mendukung ekspor biji nikel serta mau berinvestasi untuk pendirian smelter pengolahan nikel dalam negeri.

Cara tit for tat juga tidak hanya digunakan dengan menyasar negara-negara UE yang memiliki pengaruh kuat dalam keputusan UE, tetapi juga digunakan untuk momentum mendorong organisasi negara penghasil nikel. Tujuannya agar tata kelola nikel berpihak kepada produsen seperti halnya kepentingan OPEC dalam energi. Lalu pertanyaannya, bagaimana organisasi negara penghasil nikel mampu menjadi kekuatan dalam mengatur tata kelola nikel global?

Yang perlu dilakukan Indonesia; pertama, mendorong arsitektur organisasi penghasil nikel global untuk solid dalam mendorong kemandirian nikel dalam negeri. Kedua, Indonesia harus memastikan organisasi negara penghasil nikel tidak hanya berfungsi sebagai organisasi pengatur demand management saja, tetapi harus bertransformasi sebagai organisasi yang hegemoni seperti OPEC.

Selama ini kelemahan nikel yang diproduksi oleh negara-negara middle-power seperti Indonesia hanya berusaha untuk memaksimalkan keuntungan bagi kepentingan nasionalnya masing-masing sehingga tercipta situasi sucker's pay-off dalam teori permainan (game theory); salah satu aktor harus membayar kerugian atau pay-off yang lebih besar daripada aktor yang lain.

Dengan arsitektur organisasi negara penghasil nikel yang seperti OPEC, akan tercipta relasi yang simetris; apabila merujuk pada OPEC yang menguasai sebesar 81,5 persen total produksi global mampu menjadi organisasi tata niaga minyak global yang cukup berpengaruh dalam arena hubungan internasional. OPEC mampu menempatkan relasi yang simetris dengan negara konsumen minyak, bahkan jauh lebih daripada itu OPEC mampu mengendalikan harga dan mempengaruhi negara-negara konsumen minyak.

Oleh karena itu selain melalui jalur diplomasi nikel dengan negara-negara UE untuk mendorong UE menyetujui kebijakan pelarangan ekspor biji nikel, dengan mendorong terbentuknya arsitektur negara-negara penghasil nikel global akan menjadi daya tawar bagi kepentingan nasional.

Mengamankan kepentingan nasional dalam konteks kedaulatan nikel menjadi kunci kebangkitan industri Indonesia di sektor renewable energy. Sudah saatnya Indonesia memainkan peranan kunci dengan memainkan politik luar negeri bebas aktif; tidak lagi sebagai "million friends, zero enemy", tapi dimaknai sebagai kedaulatan politik luar negeri.

Rafli Zulfikar mahasiswa Pascasarjana Hubungan Internasional Universitas Padjajaran

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads