Masa Depan Keadilan Kita
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Masa Depan Keadilan Kita

Kamis, 08 Des 2022 12:03 WIB
Muhammad Radhi Mafazi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi Fokus RUU KUHP
Ilustrasi: Andhika Akbarayansyah/detikcom
Jakarta -

Akhir-akhir ini, para penegak hukum kita sedang menjadi sorotan. Beberapa oknum penegak hukum justru terkena kasus pidana. Bahkan sampai ada bernada satir "satu hari satu oknum", kepercayaan rakyat perlahan tergoyahkan. Bahkan, sering terjadi penilaian buruk secara serta merta dan merata dari sebagian rakyat kepada penegak hukum.

Tidak ada yang bisa disalahkan dari semua peristiwa ini. Yang jelas salah adalah mereka yang semena-mena menggunakan kekuasaannya. Kita terlalu fokus pada kegaduhan itu semua, padahal ada setitik cahaya untuk rasa keadilan yang selama ini dianggap tidak merata. Melalui Rancangan Kitab Udang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Saya sepakat dengan pernyataan Prof Edward Omar Sharif Hiariej bahwa KUHP kita telah usang sehingga tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Menarik ketika benang merah dari rancangan peraturan tersebut menitik beratkan pada pemulihan, bukan hanya sekedar memberi hukuman bagi pelaku. Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah luput dari kekhilafan. Bedanya hanya pada diketahui oleh khalayak umum atau tidak. Riwayat kehidupannya juga menjadi faktor penentu manusia melakukan pelanggaran. Entah memang dia tidak tahu mengenai hukum yang berlaku, atau memang tidak menemukan pilihan lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti kisah AN, salah satu anak yang berhadapan dengan hukum. Saat berbincang dengannya saya baru mengetahui, dia dalam posisi terdesak. Nahasnya ia mendengarkan saran yang salah dari teman sebayanya. "Saya sebenarnya sudah tidak mau, Pak tapi ya gimana cuma ada jalan itu," jawabnya sambil menundukkan kepala.

AN sudah hafal cara masuk dan keluar jeruji besi, bahkan mungkin ia hafal agenda acara persidangan. Pola asuh pembiaran dari orangtuanya dan lingkungan yang negatif merupakan pemantik dari perilaku anak melakukan pelanggaran hukum. Wajar saja apabila mereka menempuh jalan yang salah, sehingga perlu diberikan pembinaan, agar kembali menapaki jalannya selayaknya manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

ADVERTISEMENT

Tujuan Keadilan

Sejarah penghukuman pada peradaban umat manusia mengalami banyak sekali perubahan. Mulai dari yang bertujuan untuk membalas sampai dengan mengembalikan fungsi dirinya secara utuh sebagai manusia. Paling anyar perubahan terjadi pada penyelesaian perkara hukum. Semua dilakukan untuk mencapai keadilan yang dapat menyejahterakan seluruh manusia.

Keadilan tidak memiliki satu definisi yang pasti. Mendefinisikan keadilan seperti menaruh sesuatu pada tempatnya agaknya mendekati kebenaran. Keadilan seharusnya menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari manusia. Tetapi banyak dari manusia yang terkadang mencari celah dengan mengatas namakan keadilan untuk kepentingannya sendiri.

Manusia tidak bisa sekonyong-konyong mengumbar perilakunya di sembarang tempat. Terlebih sifat dasar manusia yang ingin selalu mendapatkan kebebasan. Ada berbagai macam aturan tertulis dan tidak tertulis yang berlaku di sekitar kita. Tujuannya satu, agar setiap manusia dapat merasa nyaman. Kenyamanan terbentuk dari keadaan yang aman. Sehingga aktualisasi diri pada setiap manusia dapat tercapai. Kesejahteraan bersama menjadi muaranya.

Seperti teori piramida ala bapak psikologi aliran humanisme Abraham Maslow. Bahwa manusia akan mencapai puncak dirinya ketika kebutuhan dasarnya terpenuhi. Bayangkan saja, bagaimana manusia dapat memikirkan dirinya, apabila kebutuhan dasarnya belum terpenuhi karena di daerahnya sedang mengalami carut marut?

Begitu juga dengan tujuan dari keadilan yaitu menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi seluruh pihak yang sedang bersengketa. Ketenangan jiwa dan terpenuhinya semua kebutuhan, minimal kebutuhan dasar manusia adalah tujuan sejati dari keadilan. Wajar jika kata keadilan dimasukkan dalam salah satu bulir dasar negara kita.

Keadilan untuk Semua

Dengan disahkannya Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan banyak kemungkinan yang terjadi di Nusantara. Perubahan cara penegakan hukum di tengah masyarakat salah satunya. Terlepas dari beberapa pasal yang dianggap "karet" serta terlalu mengurus sisi privasi masyarakat, namun dari situlah akan muncul secercah harapan bagi kita bahwa ada penyelesaian perkara yang mementingkan pihak yang sedang bermasalah.

Selain itu akan mendorong keadilan bagi anak manusia agar terhindar dari dampak negatif. Seperti halnya dunia "perlendiran yang belakangan ini sering dianggap wajar oleh golongan muda kita, itu sudah diatur dengan ketat dan jelas. Mereka yang teranjur hancur karena rusaknya hubungan rumah tangga, karena para pengasuhnya mementingkan egonya masing-masing. Sehingga dengan mudah melegitimasi perilaku sosial menyimpangnya sebagai dampak dari pecahnya bahtera rumah tangga.

Kalaupun pada akhirnya perilaku menyimpangnya telanjur terjadi. penyelesaian permasalahan menggunakan asas musyawarah mufakat bisa menjadi solusi bersama. Ke depan, seharusnya tidak ada lagi pelaku tindak pidana yang masuk bui tanpa ada musyawarah layaknya AN.

Undang-Undang merupakan perwujudan hukum secara tertulis, dan hukum adalah pedoman yang seharusnya dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Sudah saatnya menyelesaikan sengketa hukum kita melalui cara yang luhur. Lagi pula baik buruknya suatu perundang-undangan tergantung pada penerapan yang konsisten. Karena bagaimanapun juga keadilan untuk semua bukan hanya pelindung yang menguntungkan golongan tertentu saja.

Muhammad Radhi Mafazi Pembimbing Kemasyarakatan

Simak Video 'KUHP Baru Disahkan, Melepas Nuansa VOC':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads