Membaca Resonansi UNS dalam Bingkai Kampus Kelas Dunia

Iwan Yahya - detikNews
Selasa, 25 Okt 2022 10:43 WIB
Foto: Iwan Yahya (dok. iARG)
Jakarta -

Bulan ini Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo telah mulai menjalankan proses pemilihan rektor baru. Momen pemilihan rektor sejatinya merupakan proses alami di setiap perguruan tinggi. Namun proses suksesi kepemimpinan di UNS kali ini menjadi istimewa karena merupakan momen pertama dalam perjalanan dua tahun beralih status menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).

Dewan Profesor dan Senat Akademik tak lagi memiliki kuasa suara seperti sebelumnnya di era UNS sebagai sebuah BLU. Eksistensi mereka hanya terwakilkan oleh beberapa orang professor di dalam Majelis Wali Amanat(MWA) UNS yang beranggotakan tujuh belas orang dari berbagai kalangan termasuk Menteri dan perwakilan mahasiswa.

Hasil penjaringan kandidat rektor tahap pertama telah mengerucut menyisakan tiga sosok professor yang kesemuanya merupakan bagian dari alumni terbaik UNS.

Profesor Sajidan, Profesor IGAKR Handayani, serta Profesor Hartono. Ketiganya masih akan berhadapan dengan MWA UNS untuk menyajikan paparan gagasan dan visi UNS masa depan yang mereka canangkan jika kemudian diberi amanat untuk memimpin UNS untuk masa lima tahun mendatang hingga 2027.

Sosok rektor terpilih memang penting terutama jika dikaitkan dengan hasrat kuat UNS untuk diakui sebagai world class university (WCU). Ketika perspektif WCU tersertakan dalam konstelasi kesadaran berpikir semua insan UNS, maka saya memandang bahwa persoalan terpenting dan esensialnya bukanlah semata soal siapa sosok rektor terpilih. Memang benar bahwa suara tujuh belas orang di MWA akan menentukan siapa pribadi ternilai layak menerima amanat menjawab tantangan dengan menguntai dampak untuk masa depan.

Nun elok disadari bersama bahwa molek tidaknya respek publik dan dunia terhadap UNS sejak kini hingga ke masa depan akan sepenuhnya ditentukan oleh keunggulan budaya akademik dan sumbangsih berkarya hampir dua ribu scholar di bawah panjinya.

Lantas bagaimanakah rektor UNS terpilih membangun visi dan strategi aksi untuk menjawab persoalan tersebut? Publik akan menilainya kemudian.

Mengingat-ingat Amanat Presiden

Sangat jarang terjadi peristiwa dimana seorang presiden hadir pada acara dies natalis sebuah universitas dalam dua tahun berturut-turut. Namun hal itu terjadi di UNS. Tahun ini dan tahun sebelumnya Presiden Joko Widodo hadir dan memberi amanat penting saat dies natalis UNS. Momen di dua masa berbeda dengan inti pesan yang sejatinya sama. Bahwa kekuatan bangsa harus dibangun dengan fundamen inovasi yang kuat.

Bahwa setiap universitas harus melakukan lompatan cara berpikir. Tumbuh berkeunggulan. Berjaya menjawab tantangan dalam era digital yang terbuka, disruptif dan berubah sedemikian cepat melampaui batas-batas teritori negara dengan sajian pencapaian berkarya. Termasuk menjadi simpul utama dalam persemaian kekuatan ekonomi berbasis pengetahuan.

Kala itu Presiden Jokowi mengajak setiap insan UNS untuk benar-benar berfokus membangun keunggulan inovasi dan berorientasi kepada impak. Sungguh tak salah jika kemudian masa dua tahun dalam status PTNBH dijadikan momen momen bersyukur, bercermin, dan pijakan untuk melakukan banyak koreksi.

Bahwa sangat penting bagi UNS untuk selalu dalam gelora hasrat maju dengan keunggulan berkarya dalam balutan budaya akademik berintegritas kuat.

Saya memilih diksi momen bersyukur bukan tanpa alasan. UNS berhasil memperoleh sejumlah lompatan pencapaian signifikan selama dua tahun belakangan. Namun itu semua tetap elok dipandang tidak cukup. Metrik yang ditetapkan MWA berkait proyeksi pencapaian UNS hingga 2027 sungguh akan memiliki konsekuensi kepada migrasi besar cara berpikir dan berkarya semua insan UNS.

Peringkat 600 dunia pada penilaian QS WUR, Dana abadi PT sebesar seratus miliar rupiah, RKAT dua triliun rupiah, pendapatan sebesar 15% di luar dana pendidikan dan bantuan pemerintah, tingkat status akreditasi internasional di angka 50% program studi, dan proporsi mahasiswa asing sebesar 5% serta pertumbuhan lima sitasi per paper di tahun 2027
merupakan untai indikator pencapaian yang alang kepalang tak ringan. Sangat menuntut kerja keras dan cerdas dalam bangun ekosistem inovasi yang kuat.

Mampukah rektor UNS terpilih menggapainya? Waktu yang kelak akan menjawabnya. Kalangan internal UNS memiliki beragam perspektif terhadap hal tersebut. Wahyudi Sutopo, anggota Dewan Profesor UNS misalnya, menyajikan pandangannya yang bersandar pada metrik WCU di koran lokal Solopos 17 Oktober 2022. Kekuatan laboratorium dan capaian indikator penciri inovasi semisal technology readiness level serta jejaring scholar antara lain faktor yang dinilainya akan sangat berpengaruh kepada ketercapaian target pertumbuhan UNS.

Apakah itu cara yang cukup untuk menjawab amanat Presiden Joko Widodo di atas?

Belajar Kepada Prilaku Semesta

Ragam solusi yang lazim seperti ruang partisipasi dosen asing dalam perkuliahan dipandang sebagai strategi jitu oleh sebagian kalangan. Cara tersebut dipercaya dapat mengkselerasi pencapaian publikasi internasional yang kemudian mengungkit angka sitasi.

Tak heran jika kemudian beberapa skema insentif inovasi disediakan bagi dosen yang mampu menjalin kerjasama dengan dosen dari kalangan universitas yang termasuk Top 100 dunia. Strategi semacam ini hanya akan berlaku secara bersyarat. Artinya univeritas di tanah air harus memiliki metrik daya pikat inovasi yang selaras dengan apa yang berlaku di universitas Top 100 dunia yang diharapkan akan menjadi mitra. Tidak sedikit universitas kita yang berharap tumbuh dalam cara seperti itu namun tidak berinvestasi memperkuat sistem inovasinya sehingga berada pada posisi tawar yang kuat dan dihormati.

UNS elok bertransformasi dalam cara luar biasa agar setiap scholar dapat menjadi entitas penyumbang metrik inovasi. Sangat bijak jika rektor terpilih dapat merancang strategi bersama dengan mengambil hikmah dari kekuatan resonansi dalam sistem semesta. Bahwa lompatan signifikan hanya dapat terjadi jika terdapat keselarasan antar entitas pembentuk sistem resonansi. Dalam hal ini, sistem inovasi universitas dapat dipandang sebagai sebuah bentuk sistem fisis dengan drajat kebebasan jamak.


Artinya, masing-masing unit dan program studi didorong untuk tumbuh dengan keunggulan spesifik. Memperkuat keselarasan dalam membangun portofolio berkarya yang kemudian menjadi kunci pembuka tautan ke ekosistem inovasi nasional dan global yang lebih besar.

Profil sitasi publikasi seperti yang disajikan oleh Scopus misalnya dapat digunakan UNS sebagai simpul awal perubahan besar. Sebaran h index penyumbang publikasi yang sedemikian besar dan masih kecilnya proporsi dosen yang memiliki h index di atas lima baik dimaknai dengan cermat. Kecilnya proporsi dosen yang memiliki h index tinggi itu merupakan penanda eksak bahwa penyumbang publikasi berimpak masih sangat segmented. Oleh karena itu kekuatan fusi intelektual dan prinsip co-creation dengan model bekerja selaras dalam jaringan harus menjadi prioritas utama.

Insan UNS harus didorong untuk memiliki co-working partners dari lembaga riset dan universitas lain maupun kalangan industri. Harus tumbuh kesadaran bersama bahwa impak signifikan tidak lagi dapat diciptakan dengan cara bekerja sendiri. Co-innovation yang diraih dengan cara berkerja selaras dan tertaut di dalam ekosistem adalah pilihan yang tak dapat ditolak.

Saya membayangkan bahwa kesadaran semacam itu dapat secara piawai diramu oleh rektor terpilih. Terjabarkan dalam wujud himpunan strategi unggulan. Diterapkan dalam budaya akademik berintegritas kuat. Riuh nun serempak laksana kayuhan dayung atlit perahu naga. Bahtera UNS melaju, berayun di atas gelombang, kokoh menuju masa depan.

Saya memandangnya sebagai sesuatu yang elok diimpikan dan lalu diperjuangkan bersama-sama. Di tepian nalar saya, masih tersisa asa lain. Jika memang semua insan UNS itu memiliki tujuan yang sama dan selaras, mengapa kita tidak mendorong saja ketiga kandidat rektor terpilih di atas untuk berselaras dalam mufakat? Bukankah itu sah dan diperbolehkan dalam sistem demokrasi kita?

Satu diantara mereka akan mengemban amanat sebagai rektor lalu dua yang lain berbagi ruang peran. Mengusung amanat sebagai wakil rektor bidang akademik dan wakil rektor bidang inovasi. Betapa teduhnya jika itu terjadi karena saya meyakini kemampuan ketiganya. Membiarkan ruang peran wakil rektor bidang keuangan diisi oleh sosok berpengalaman mumpuni. Adapun ruang peran wakil rektor bidang kerjasama ditempati sosok belia yang memiliki reputasi global tertelusur.

Ah, sudahlah. Aduhai senakal itu senandung asa di sisi lain benak saya. Bravo UNS, maju!


Iwan Yahya. Dosen dan peneliti. The Iwany Acoustics Research Group (iARG) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.




(rdp/rdp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork