Hingar bingar Hari Santri kembali menggeliat tatkala masuk bulan Oktober yang menunjukkan animo besar bahwa aset bangsa, anak-anak usia sekolah dan produktif dari kalangan santri kini menjadi populasi yang mendapat perhatian bangsa dan negara. Salah satu yang sangat penting mengaitkan perhatian bangsa dan negara di Hari Santri adalah terkelolanya aset bangsa, generasi yang akan tampil menjadi bonus demografi yang baik di tahun 2045.
Jika melihat theory windows of opportunity (jendela peluang) bonus demografi dari kalangan santri, Indonesia akan mencapai manusia produktif di atas usia 15 tahun dan di bawah 64 tahun di tahun 2030-2040. Sehingga anak-anak yang hari ini menjadi kelompok santri merupakan populasi yang menjadi target sosial lapis generasi emas yang membawa kemajuan bangsa menuju kesejahteraan secara ekonomi. Menurut Bappenas pada tahun tersebut penduduk usia produktif Indonesia mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan berjumlah 270 juta jiwa. Secara sederhana dengan meningkatnya usia produktif akan meningkatkan modalitas sosial dan pertumbuhan dalam berbagai lini.
Dengan prosentase manusia yang lebih produktif, beberapa indikasi keberhasilan bonus demografi adalah akan menurunnya angka kemiskinan, tidak adanya pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kesejahteraan. Sehingga keberhasilan bonus demografi harus dipersiapkan sedini mungkin melalui pengelolaan kelompok tersebut dalam peningkatan sumber daya manusia termasuk kebijakan negara secara sosial, politik dan ekonomi yang akan memastikan mendukung terselenggaranya optimalisasi bonus demografi. Anak-anak yang saat ini sedang mengenyam pendidikan di berbagai lingkup keagamaan Islam membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, topangan ICT (informasi, komunikasi dan teknologi) yang sehat dan tepat guna, kesejahteraan asupan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembangnya, serta perlindungan dari berbagai ancaman, diskriminasi dan perilaku kekerasan yang kerap membayangi, terjadi di antara mereka maupun oleh komunitas keagamaan di tempat mereka berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2022 data pesantren menurut Kemenag RI sebanyak 36,6 ribu dengan prediksi santri 3,4 juta jiwa yang memiliki keunikan proses belajar mengajar yang otonom dan mandiri. Pengakuan tersebut tidak bisa berdiri sendiri, peran pemerintah telah mensahkan UU No 18/2019 tentang Pesantren yang mengatur mengenai upaya pemerintah memberikan rekognisi berupa pengakuan kesetaraan kepada lulusan pesantren kemudian diafirmasi dengan kebijakan serta ruang-ruang kelonggaran. Kemudian difasilitasi dengan tetap mempertahankan keunikan dan kemandiriannya. Hal itu mengisyaratkan tidak ada diskriminasi atas keberhasilan Pendidikan dari beragam lingkup keagamaan maupun umum dengan tetap memperhatikan kelebihan dan kontribusi nyata pada pembangunan.
Untuk itu, Hari Santri menjadi jendela peluang yang sangat besar dalam rangka mengawal keberhasilan bonus demografi dengan upaya-upaya yang telah dilakukan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk terlibat aktif mengupayakan perlindungan anak di berbagai sektor sehingga dijauhkan dari praktik-praktik yang merugikan dan mencederai semangat keberhasilan bonus demografi. Di ranah tersebut, keluarnya peraturan Menteri Agama RI No 73/2022 tentang Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan Kementerian Agama menjadi harapan baru. Hal ini menjadi pra kondisi di tengah pelaporan kekerasan seksual di lembaga pesantren dan keagamaan lainnya yang sering kali viral, menguras emosi dan keprihatinan yang mendalam untuk segera kita sikapi.
Lahirnya peraturan Menteri Agama No 73 tersebut terilhami pula oleh UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak yang menunjukkan pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan anak menjadi mainstreaming dalam setiap proses pendidikan, terutama di kalangan pesantren dan madrasah atau pendidikan yang memiliki ruang lingkup penanaman nilai pendidikan karakter sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan perkembangan fisik serta psikis anak didik tersebut.
Dalam berbagai kasus kekerasan yang mengemuka di tahun ini, menunjukkan adanya kelemahan sistem edukasi yang belum menyentuh lapisan paling krusial dalam sektor pendidikan. Pendidikan seks masih dianggap tabu dan sulit diterjemahkan dalam bahasa yang mudah dipahami. Padahal andai kita telisik sex education mengajarkan pertahanan tubuh dan penguatan fisik, psikis serta emosi dalam mengelola relasi, perasaan dan bahkan puberitas seseorang. Aspek bimbingan psikologis dan penguatan kesehatan mental serta jiwa memberikan dukungan pada gejolak emosi seseorang untuk dapat dikelola dengan baik dan tanpa kekerasan.
Begitu pula di kalangan guru, para pengasuh ponpes dan ekosistem yang ada di dalamnya, penguatan perlindungan anak dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekerasan, maupun eksploitasi anak secara ekonomi ataupun seksual yang disebabkan orang dewasa yang memanfaatkan anak, dan ketidakpahaman anak pada penerimaan situasi tersebut. Di lain pihak, jika anak pelaku kekerasan maupun tindak pidana kekerasan seksual lainnya apabila tidak tertangani dengan baik maka menimbulkan sekian banyak resiko perulangan di kemudian hari. Sehingga pentingnya pencegahan dan penanganan selaras dengan semangat memutus mata rantai kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan. Tentu edukasi tersebut perlu dilaksanakan secara terukur dan berkualitas sehingga mampu mengikis angka-angka kekerasan yang terlaporkan serta membangun benteng pencegahan lebih optimal.
Tentu peran ini akan lebih optimal jika dikaitkan dengan jumlah keluarga Indonesia yang mencapai 91,2 juta keluarga di tahun 2020, menjadi ujung tombak pengasuhan anak-anak Indonesia. Anak-anak yang mondok di pesantren dan menuntut ilmu di madrasah, tetap menjadi bagian integral dalam keluarga yang harus memberikan dukungan serta suri tauladan agar keberlangsungan pengasuhan positif tetap dilaksanakan oleh melekatnya peran orang tua yang tidak tergantikan meski keberadaan para santri ini di luar rumah.
Dengan demikian, Hari Santri adalah upaya nyata pemerintah dan masyarakat serta keluarga Indonesia dalam mengoptimalkan pembangunan berkelanjutan, sebagai tanggungjawab sosial politik dan ekonomi mewujudkan bonus demografi secara lebih baik. Kita akan memetiknya andai mampu menyiapkan, mengawal dan menghantar anak-anak bangsa ini menjadi para inovator ekonomi, pendidikan dan sosial yang mumpuni dalam berbagai bidang, namun sebaliknya Indonesia akan melihat tumpah ruahnya bonus demografi namun dengan manusia unskill tanpa pengetahuan, tingkat pengangguran, bahkan kelaparan dan kriminalitas yang marak di mana-mana jika tidak dibarengi oleh komitmen merawat dan menjaganya. Perjuangan belum berakhir, semoga dengan Hari Santri ini menambah kekuatan anak-anak Indonesia yang mandiri, berkarakter dan berakhlak mulia. Selamat Hari Santri tahun 2022.
Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI, Sekertaris LKKPBNU, Anggota NU Women
(lir/lir)