Persepakbolaan Indonesia mengalami hari gelap. Tragedi Kanjuruhan tidak hanya membuat banyak nyawa melayang, namun juga berakibat serentetan kerugian bagi klub, pemain, UMKM, dan stakeholder lain akibat terhentinya liga Indonesia.
Menurut survei LPEM FEB UI (2022), total kerugian ekonomis terhentinya liga 1 mencapai Rp 3 triliun. Ini disebabkan karena kehilangan penghasilan dari pembelian tiket, merchandise, iklan dan beban sewa stadion serta gaji pemain yang belum terbayar. Belum lagi sanksi finansial akibat rusaknya berbagai fasilitas stadion.
Jika dicermati selain perlunya melakukan pembinaan suporter, pengelolaan klub dan penyelenggaraan harus diperhatikan. Faktanya, selama ini faktor keselamatan dan kepatuhan dihiraukan. Dari sini dapat diambil pelajaran berharga tentang pentingnya manajemen risiko kritikal yang baik. Klub dan penyelenggara harus mempunyai keahlian atau minimal mempunyai konsultan manajemen risiko.
Mengalihkan Risiko
Sangat riskan dan tidak mudah mengelola pertandingan olahraga yang mengumpulkan banyak massa. Apalagi mempunyai suporter ultras dengan rivalitas yang tinggi.
Manajeman risiko diperlukan sebagai langkah antisipasi risiko yang akan terjadi. Risiko kritikal yang memberikan dampak besar dan signifikan dapat diminimalisasi dengan mengalihkan risiko. Salah satunya program asuransi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asuransi tidak selalu pada program yang memberikan pembayaran atas cidera, kesehatan, dan meninggalnya seseorang, namun juga pada risiko finansial yang lebih besar. Seperti pada kerusakan stadion akibat huru-hara dan aksi kekerasan, kehilangan keuntungan akibat pembatalan, penundaan pertandingan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita klub dan penyelenggara.
Pada perhelatan internasional, kebutuhan asuransi sangat diwajibkan. Menurut Atlas Mag. Insurance (2022), FIFA telah mengalokasikan anggaran pada perhelatan piala 2022 di Qatar sebesar US$ 4,67 miliar untuk risiko dunia bencana alam, kecelakaan, perang, aksi terorisme, dan penyakit menular dan US$ 900 juta untuk asuransi tambahan.
Sebenarnya, perasuransian pernah mendukung perhelatan nasional yakni ASEAN Games 2018. Inasgoc selaku penyelenggara menggandeng empat perusahaan asuransi untuk melindungi para atlet dan official dari risiko kecelakaan, kesehatan, dan kematian. PSSI, Klub, dan PT LIB dirasa perlu mencontoh. Tidak hanya melindungi pemain, wasit, dan official, namun juga para penonton/suporter.
Setidaknya ada tiga alasan perlunya asuransi untuk perhelatan pertandingan sepak bola. Pertama, pemenuhan kontrak kerja. Kontrak kerja antara PSSI, klub, penyelenggara, dan sponsor salah satunya mempersyaratkan jaminan untuk kelancaran proses penyelenggaraan. Ini juga, bentuk kepatuhan akan regulasi. Menurut Furtschegger (2018), "Without insurance, there would be no World Cup, no Olympics, or little organized competitive sport at all."
Kedua, pengalihan risiko dan tanggung jawab klub serta penyelenggara. Besarnya kerugian finansial yang dihadapi klub dan penyelenggara teralihkan sebagian atau seluruhnya ke perusahaan asuransi. Sehingga cash flow klub dan penyelenggara tidak terganggu.
Sebagaimana diketahui, kerugian materiil pada Tragedi Kanjuruhan ditaksir mencapai Rp 3,5 miliar akibat 13 unit mobil dan sarana stadion yang rusak. Angka ini belum termasuk immaterial yakni santunan bagi korban meninggal dunia dan luka-luka.
Para korban akan diberikan santunan sesuai risiko dan nilai pertanggungan yang dijamin oleh klub dan penyelenggara melalui perusahaan asuransi. Tidak hanya itu. Penggantian juga diberikan kepada klub dan penyelenggara karena kehilangan penghasilan dan tuntutan pihak ketiga.
Ketiga, meningkatkan kepercayaan diri kepada pemain, wasit, official, dan penonton/suporter. Mengutip Jonas (2021), asuransi membuat atlet, wasit, official merasa lebih percaya diri dan fokus menggapai prestasi. Begitupun penonton/suporter tidak takut menonton dan memberi dukungan langsung di lapangan.
Saat ini, produk asuransi pertandingan (tailor made) sudah tersedia di pasar asuransi. Namun tidak banyak perusahaan asuransi yang menjualnya. Alternatif lainnya, klub dan penyelenggara juga dapat membeli asuransi kecelakaan diri dengan perluasan kerusuhan yang diperuntukkan untuk pemain, wasit, official, dan penonton/suporter.
PSSI harus mendorong kemandirian dan keprofesionalan klub dan penyelenggara dalam mengelola dampak risiko finansial setiap pertandingan. Manajemen risiko harus dipersiapkan dengan matang. Salah satunya dengan mengalokasikan belanja asuransi. Tidak hanya untuk liga Indonesia, namun juga persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023.
Wahyudin Rahman dosen FEB UPN Veteran Jakarta, pendiri Young Indonesian Insurance Professionals (YIIPs)
(mmu/mmu)