Isu penggunaan mobil listrik menjadi salah satu alternatif solusi yang sedang dirancang oleh pemerintah pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengalihan kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik dan pembangunan hulu industri kendaraan listrik menjadi solusi yang dianggap mampu membawa Indonesia menantang masa depan. Tidak terlalu muluk sebenarnya, mengingat banyak negara saat ini memang sudah bergerak menuju kendaraan berlistrik dan dianggap sebagai kendaraan masa depan.
Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah ini sendiri nyatanya masih menuai banyak kritikan tajam dari kalangan pakar kebijakan publik dan akademisi. Mulai dari kematangan perencanaan dan penanggulangan dampak dari peralihan industri dan perdagangan kendaraan di Indonesia menjadi poin-poin utama yang memang masih harus dipikirkan matang-matang oleh pemerintah. Perencanaan yang mendetail dan melibatkan berbagai sektor adalah kunci keberhasilan peralihan industri ini.
Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah ini sendiri nyatanya masih menuai banyak kritikan tajam dari kalangan pakar kebijakan publik dan akademisi. Mulai dari kematangan perencanaan dan penanggulangan dampak dari peralihan industri dan perdagangan kendaraan di Indonesia menjadi poin-poin utama yang memang masih harus dipikirkan matang-matang oleh pemerintah. Perencanaan yang mendetail dan melibatkan berbagai sektor adalah kunci keberhasilan peralihan industri ini.
Bergerak Cepat
Sebagai negara dengan tingkat konsumsi energi yang begitu besar, Indonesia memang perlu bergerak cepat menanggulangi kebijakan penggunaan energinya. Pasalnya, penyebab kenaikan harga BBM di Indonesia sendiri adalah membengkaknya dana subsidi terhadap komoditas ini. Penggunaan anggaran menuju sektor lain dianggap lebih efektif dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Kebijakan pemberian subsidi BBM dianggap sebagai salah satu kebijakan tidak tepat sasaran terbesar yang juga diperkuat oleh data BPS; konsumsi terbesar BBM di Indonesia dikonsumsi oleh 10 persen orang terkaya, atau sebesar 61,7 liter pada 2021.
Tidak hanya salah sasaran, emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor juga menjadi salah satu faktor pendorong percepatan penggantian moda transportasi ini. Dari total 23,5 persen komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon dengan beralih ke energi terbarukan, Kementerian ESDM baru mencapai sekitar 12,4 persen dengan tenggat waktu 3 tahun lagi. Selain itu pergerakan industri mobil listrik saat ini sangat cepat dan proses pembangunan industri mobil listrik sedang gencar dilakukan oleh negara-negara besar seperti China, Jepang, dan Amerika.
Potensi pasar konsumen inilah yang sedang dicoba ditawarkan pemerintah kepada para pengusaha mobil listrik. Berdasarkan data BPS pada 2021, Indonesia mampu menghasilkan Rp 251 triliun dari subsektor industri alat angkutan. Terlebih lagi perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya bahkan mampu menghasilkan sekitar Rp 407 triliun. Fakta yang lebih menggairahkan adalah mengetahui bahwa kedua subsektor ini mampu bertumbuh di atas 10 persen setiap tahunnya. Pendorong utama kedua subsektor ini adalah tingkat konsumsi yang memang sedari awal sudah tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Potensi inilah yang coba dijajakan oleh pemerintah ke perusahaan-perusahaan asing seperti Tesla milik Elon Musk. Langkah ini dinilai cukup menarik terutama jika nantinya Tesla mampu menjadi produsen utama mobil listrik di dunia dan membangun operasi pasarnya di Indonesia. Indonesia akan mampu menjadi salah satu eksportir utama mobil listrik di dunia. Bayangkan nilai tambah yang mampu dihasilkan dari sektor ini, berapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap, dan betapa meningkatnya percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Tentu cukup disayangkan jika kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya di mana justru Indonesia yang menjadi importir utama. Oleh karenanya pemerintah ingin bergerak cepat dan terus memperlihatkan bahwa Indonesia punya potensi dan siap untuk memulai industri ini.
Tantangan Besar
Perencanaan peralihan moda kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik jelas bukan proyek berskala kecil, namun berskala besar dan berdampak luas secara nasional. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dari sisi perekonomian, tetapi juga lingkungan dan sosial. Tantangan besar pertama berasal dari persiapan infrastruktur untuk kendaraan listrik sendiri. Penyediaan unit pengisian listrik dan layanan pertukaran baterai adalah kebutuhan utama yang perlu secara matang oleh pemerintah. Apakah pengelolaannya dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau hanya mengandalkan sektor privat harus dipikirkan secara serius.
Didasarkan pada pengalaman, ketergantungan pada sektor privat secara menyeluruh seringnya merugikan masyarakat terutama kelompok konsumen. Hal ini dikarenakan kebijakan perusahaan tidak dapat ditentukan oleh pemerintah secara utuh. Begitu juga dengan industri kendaraan listrik berikut dengan perdagangan dan pemasarannya, harus disiapkan secara mendetail dan berjangka panjang. Sehingga kebijakan dan kerja sama yang disusun tidak hanya menguntungkan pemangku jabatan saat ini dan merugikan masyarakat banyak.
Melihat lebih dalam lagi, ketersediaan energi listrik di Indonesia sendiri masih bisa dikatakan cukup terbatas. Masih banyak wilayah di bentangan Nusantara yang sulit mendapatkan energi listrik. Melihat dari data BPS pada 2020, sumber pembangkit listrik terbesar di Indonesia adalah tenaga uap dan tenaga diesel.
Ketersediaan kedua pembangkit ini sejatinya masih dapat dikatakan jauh dari cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Umumnya, pembangkit listrik ini melimpah di wilayah perkotaan. Oleh karenanya, saat ini rasanya lebih penting menyediakan ketersediaan energi listrik yang melimpah bagi seluruh rakyat dibanding membangun industri yang nantinya justru hanya membebani sumber daya negara.
Persoalan tidak berhenti di sana; permasalahan ketenagakerjaan dan limbah industri menjadi pekerjaan berat yang perlu dipikirkan pemerintah. Terdapat sekitar 18 juta penduduk bekerja di sektor industri pengolahan dan 25 juta penduduk bekerja di sektor perdagangan berdasarkan data BPS pada 2022. Meskipun tidak seluruhnya terlibat dengan industri kendaraan bermotor, data ini cukup mampu memberi gambaran banyaknya tenaga kerja yang nantinya akan mengalami pengalihan pekerjaan. Dampak luar biasa yang bisa timbul ialah meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran yang tiba-tiba dan tentunya akan sulit untuk dikendalikan.
Hal lain yang tidak kalah penting yang perlu diperhatikan pemerintah juga adalah limbah industri kendaraan bermotor yang akan digantikan. Mulai dari hulu seperti pabrik perusahaan industri kendaraan bermotor, tempat penyediaan bahan bakar minyak, hingga kendaraan bermotor dan suku cadang yang ada. Pemerintah harus memikirkan sistem daur ulang yang tepat untuk mengelola limbah ini sehingga tidak menjadi sampah yang menggunung di tengah kehidupan bermasyarakat.
Pemerintah masih perlu bekerja sangat keras jika memang ingin mewujudkan ambisi besar mobil listrik. Pekerjaan besar pertama bukanlah mendatangkan investor, tetapi membangun lingkungan industri yang memang siap untuk mendukung kedatangan para pengusaha. Pembangunan industri ini juga harus dilakukan secara bertahap dan perlu evaluasi berkala dalam menjamin terselenggaranya industri ini.
Pemerintah tidak hanya berpihak pada satu kementerian, tetapi perlu melibatkan seluruh elemen mereka. Grand design yang nyata menjadi juga perlu disosialisasikan oleh pemerintah sehingga masyarakat bisa menjaga dan mengevaluasi keberlangsungan program ini. Pemerintah tidak perlu terburu-buru rasanya membangun industri ini dalam negeri, yang penting adalah memiliki perencanaan yang matang dan bergerak sesuai alur yang tepat.
Deo Peter Surbakti Statistisi Ahli di BPS Kabupaten Padang Lawas
(mmu/mmu)