Terbukanya akses informasi serta hadirnya fitur-fitur pelayanan secara online semakin memudahkan hidup kita. Kita tidak perlu berlama-lama mengantre untuk mendapatkan sesuatu yang kita suka. Meskipun dalam beberapa hal terkadang tetap harus mengantre, semuanya bisa kita dapatkan hanya dengan melalui handphone kita.
Namun, kemudahan akses tersebut selalu beriringan dengan bahayanya. Dan, bahaya terbesar dalam hal ini adalah kebocoran data. Kebocoran data menjadi konsekuensi logis atas beragam kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi. Menjaga kerahasiaan data bukan hanya menjadi tanggung jawab perseorangan, tetapi juga pemerintah.
Pengguna internet Indonesia saat mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil survei terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 210 juta. Dalam temuan survei terbaru, tingkat penetrasi internet tumbuh 77,02%, di mana ada 210.026.769 jiwa dari total 272.682.600 jiwa penduduk Indonesia yang terhubung ke internet pada 2021. Dengan demikian, peningkatan jumlah potensi kebocoran data juga ikut meningkat.
Kehadiran seorang hacker bernama Bjorka baru-baru ini telah menyita perhatian publik. Ia telah melakukan peretasan terhadap sejumlah situs penting pemerintah. Mengutip detikcom, bahkan Bjorka mengatakan, dirinya telah menjual sebanyak 105 juta data milik warga negara yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia juga mengklaim telah mempunyai 1,3 miliar data registrasi SIM card prabayar Indonesia, yang terdiri atas NIK, nomor telepon, operator seluler, hingga tanggal registrasi.
Meskipun klaim Bjorka tersebut belum tentu benar, namun ini adalah ancaman nyata bagi Indonesia. Di tengah iklim yang genting seperti saat ini, pemerintah terlihat gugup dan gagap. Reaksi Johnny G Plate selaku Menteri Kominfo menguatkan asumsi tersebut. Alih-alih mencegah kebocoran data dengan upaya yang jelas dan terprogram, reaksi dan ucapan Johnny G Plate justru terkesan normatif.
Ketakutan rakyat Indonesia mengalami eskalasi. Pertama, karena kebocoran data. Kedua, karena upaya pemerintah yang terkesan normatif. Reaksi pemerintah dalam menyikapi aksi Bjorka tersebut menjadi pelengkap atas fakta yang selama ini kita saksikan bersama bahwa transaksi politik akan menyeret Indonesia pada kehancuran. Menempatkan seseorang yang tidak berkompeten pada posisi strategis seolah meledakkan nuklir di negara sendiri; kehancuran akan datang dalam waktu yang tidak lama.
Kompetensi
Birokrasi atau aparat pemerintah merupakan unsur penting bagi pertumbuhan dan perkembangan dari organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah merupakan alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu negara. Oleh karena itu perhatian proses penyusunan struktural menjadi penting. Jangan sampai struktural diatur secara normatif dan punya mekanisme untuk mempertahankan struktur tersebut.
Melihat keadaan hari ini, sebagian pos strategis dijabat oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang pada bidang yang dijabatnya. Nuansa politis dalam proses penyusunan struktural memang sangat terasa. Kompetensi tidak lagi dilihat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Implikasinya, banyak kebijakan ngawur dan tidak tepat sasaran serta cenderung membuang-buang anggaran.
Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan reformasi besar-besaran. Proses penyusunan struktural kepemerintahan jangan sampai didikte oleh kelompok tertentu sehingga mengabaikan objektivitas. Politik harus dikembalikan ke cita-cita awalnya, yakni kemaslahatan bersama. Rakyat harus diprioritaskan.
Payung Hukum
Salah seorang ahli hukum asal Belanda, Ernest Utrecht berpendapat bahwa hukum menjamin kepastian hukum dalam interaksi sosial. Pendapat Utrecht didasarkan pada asumsi bahwa hukum melindungi kepentingan masing-masing masyarakat agar kepentingan tersebut tidak dapat diganggu (mengandung pertimbangan bahwa kepentingan masyarakat didahulukan).
Sejalan dengan cita-cita awal politik bahwa kemaslahatan bersama adalah yang paling utama, hukum harus menjadi payung bagi semua rakyat tanpa terkecuali. Pertikaian tentang tafsir hukum harus dikembalikan pada rumusan awalnya yakni mencegah kejahatan agar tidak terjadi. Dengan kata lain, hukum dapat menjamin dan melindungi setiap orang yang tidak berbuat jahat, oleh karenanya setiap orang berhak mendapatkan jaminan dan kepastian hukum.
Dapat dikatakan bahwa saat ini terdapat keadaan darurat perlindungan data pribadi di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Oleh karena itu, RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera disahkan dan diundangkan guna menjaga kerahasiaan data pribadi warga negara. Perlindungan data pribadi merupakan hal mendasar yang harus diperhatikan. Percepatan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi solusi untuk dapat mengelola data pribadi warga negara dengan baik dan benar. RUU ini sangat penting untuk melengkapi transformasi digital guna mendapatkan jaminan hukum yang jelas terhadap kasus-kasus kebocoran data yang muncul.
Rezza Alviansyah mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, founder Porsi, kader HMI Kofah Cabang Ciputat
Simak Video 'Ini Sanksi yang Diberatkan Jika Melanggar UU PDP':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini