Sopan Santun Ala Asia (1)
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Sopan Santun Ala Asia (1)

Rabu, 28 Jun 2006 08:11 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Kalau ditanya kota mana yang paling sibuk di dunia maka jawabnya New York. Tepatnya New York City. Karena, New York adalah nama negara bagian. Kalau mau lebih tepat lagi, ya, disebut Manhattan. Nama pulau yang mewakili New York City. New York tak hanya pusat bisnis internasional. Tetapi, juga pusat perpolitikan internasional. Kantor PBB berada di sana. Makanya kaum teroris menjadikannya sebagai sasaran kegiatan karena dampaknya pasti menginternasional. Karena New York dikenal sebagai kota bisnis dan politik internasional maka banyak orang yang membayangkan kota ini sangat tidak ramah. Penduduknya sibuk mengurus dunianya masing-masing. Apalagi media sering menampilkan gambar ribuan orang bergerak cepat tanpa bertegur sapa di jalan-jalan utama kota itu. Padahal, kalau dinalar, tak mungkin New York berkembang jadi pusat bisnis dan politik jika kota itu tidak ramah. Memang banyak faktor yang membuat suatu kota bikin nyaman warga atau calon warganya: kepastian hukum, angka kriminalitas, biaya hidup dll.. Namun, keramahan merupakan faktor penting meski tak ada statistiknya. Itulah yang dimiliki New York. Kota yang sangar karena hutan betonnya. Kota yang sibuk oleh aktivitas penduduknya. Kota yang jadi simbol kapitalis dunia. Dan ternyata New York sangat ramah. Penduduknya sangat sopan sehingga siapa pun yang tinggal di sana merasa nyaman. Tak heran bila survei yang dilakukan majalah Reader's Digest atas 2.000 orang di 35 negara menempatkan New York sebagai kota yang penduduknya paling sopan di dunia. Setelah New York, Zurich (Swiss) menempati urutan kedua, lalu Toronto (Kanada), Berlin (Jerman), Sao Paolo (Brasil), serta Zagreb (Kroasia). Tak ada kota Asia yang masuk 10 besar. Tentu ini mengherankan. Bukankah selama ini orang-orang Asia dikenal sebagai bangsa yang murah senyum dan ramah. Bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan atau komunalisme. Bangsa yang tak tertelan habis oleh semangat individualisme sebagai buah dari kapitalisme? Rupanya itu stereotip saja. Yang senyatanya malah sebaliknya. Dari empat peringkat terbawah kota sopan, tiga di antaranya ditempati oleh kota-kota besar Asia, yakni Seoul (Korea Selatan) pada peringkat 32, Kuala Lumpur (Malaysia) (33), Bucharest (Rumania) (34), serta yang terbawah Mumbai (India) (35). Masih beruntung, Jakarta masuk peringkat 27. Kita, orang Asia tak perlu tersinggung dengan fakta tersebut. Itulah kenyataan yang diungkap oleh survei Reader's Digest, majalah internasional terkemuka. Tapi, sekadar bertanya-tanya metodologi survei itu bolehlah. Setidaknya untuk memastikan patut tidaknya hati kecil kita menerima kenyataan pahit tersebut. Seperti disampaikan Widarti Gunawan, Pemimpin Redaksi Reader's Digest Indonesia, survei kesopanan warga kota itu dilakukan melalui tiga indikator perilaku. Pertama, tes apakah orang akan menahan pintu untuk orang lain yang berdiri di belakangnya. Kedua, apakah seorang penjual akan mengucapkan 'terima kasih' setiap kali seseorang membeli barang dagangannya. Ketiga, apakah seseorang akan membantu orang lain bila orang lain itu menjatuhkan map berisi kertas-kertas di jalanan yang sibuk. Nilai diberikan untuk setiap respon positif dan hasil dari masing-masing kota dikumpulkan dan dihitung untuk kemudian dibandingkan dalam bentuk persentase. Dan hasilnya memang memalukan. Penduduk kota-kota di Asia ternyata masuk kategori paling tidak sopan. Apakah kesopanan penduduk kota cukup hanya diukur oleh tiga indikator tersebut? Boleh saja Anda yang tak rela disebut sebagai bangsa yang tidak sopan bertanya seperti itu. Tapi, bagimana kalau disodori pertanyaan balik: jika tiga indikator saja hasilnya buruk, apakah menambah indikator akan berarti hasilnya lebih baik? Anda tidak berani memastikan kan? Untuk memastikan kebenaran survei tersebut, datanglah ke New York City. Jangan merasa gak enak hati jika saat melewati pintu Anda beriringan dengan orang lain, maka daun pintu akan ditahan, dan orang itu akan mempersilakan Anda melenggang. Jangan kaget juga, saat memasuki lift, Anda akan mendapat sapaan akrab dengan senyum ramah, 'selamat pagi', 'selamat siang' atau 'selamat malam', dari orang yang ada di ruang lift tersebut, meski Anda sama sekali tidak mengenali orang-orang tersebut. Apakah Anda di Jakarta pernah merasakannya? Juga kalau Anda berkunjung ke Singapura atau Kuala Lumpur? Keterangan Penulis:Penulis adalah wartawan detikcom. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak menggambarkan sikap/pendapat tempat institusi penulis bekerja. (/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads