Inflasi dan Pedasnya Harga Cabai
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Inflasi dan Pedasnya Harga Cabai

Senin, 22 Agu 2022 14:30 WIB
Tita Rosy
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Harga cabai rawit merah terus merangkak naik. Harga cabai rawit merah di Bekasi bahkan menembus kisaran Rp 120 ribu per kilogram.
Foto ilustrasi: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta -
Badan Pusat Statistik secara resmi mengumumkan inflasi Juli 2022 sebesar 0,64 persen secara month to month dan 4,94 persen secara year on year. Besaran inflasi Juli 2022 ini melampaui batas inflasi yang telah ditargetkan oleh pemerintah yaitu 3 plus minus 1 persen. Tren kenaikan inflasi terasa selama kurun waktu satu semester 2022 ini, bahkan sejak akhir 2021 yang notabene merupakan tahun kedua pandemi Covid-19.

Peningkatan Inflasi Global

Kurva inflasi Indonesia tidak menanjak sendirian. Amerika Serikat (AS) yang variabel-variabel makro ekonominya banyak dijadikan barometer oleh pengamat ekonomi juga mengalami kondisi yang sama. Inflasi AS sebagaimana disampaikan oleh The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah mencapai angka yang sangat tinggi yaitu 9,1 persen. Inflasi Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara G20 lainnya.

Inflasi di negara-negara Uni Eropa sebagaimana dilaporkan oleh OECD juga mencapai besaran yang sangat tinggi yaitu 9,6 persen. Selain itu, Inggris mengalami inflasi hingga 8,2 persen, dan Korea 6,1 persen. Meskipun masih relatif lebih rendah dari beberapa negara besar di luar sana, inflasi nasional yang terus menanjak perlu diwaspadai mengingat saat ini kondisi pandemi belum berlalu.

Selain itu, ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang menimbulkan carut marut rantai pasok turut memperparah fluktuasi harga sejumlah bahan pangan di dalam maupun luar negeri. Kondisi extraordinary ini menimbulkan ketidakpastian dalam banyak aspek kehidupan, salah satunya di bidang ekonomi. Hal ini yang menyebabkan IMF merevisi proyeksi inflasi yang sudah dirilisnya di awal 2022.

Pada Januari 2022, IMF memproyeksikan inflasi negara-negara berkembang berada pada posisi 5,9 persen dan negara-negara maju di angka 3,9 persen. Selanjutnya pada April 2022 IMF merevisi naik proyeksi nya masing-masing untuk negara berkembang sebesar 8,7 persen dan 5,7 persen untuk negara maju. IMF telah memberikan sudut pandang bahwa ada ancaman inflasi global yang tinggi hingga akhir tahun.

Mengurai Akar Inflasi

Kembali pada inflasi nasional, peningkatan inflasi dapat ditelaah menurut komponen pembentuknya. Komponen-komponen komoditas pembentuk inflasi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok inti (core inflation), barang-barang yang diatur harganya oleh pemerintah (administered price inflation), barang-barang yang harganya bergejolak (volatile goods).

Inflasi Juli sebesar 0,64 persen dapat diuraikan menurut andilnya berdasarkan 3 kelompok tersebut yaitu 0,18 persen dari core inflation, 0,21 persen dari administered price inflation, dan 0,25 persen berasal dari volatile goods. Besarnya andil volatile goods atau yang lebih sering dikenal dengan istilah volatile foods memberikan pesan kepada pemerintah bahwa kelompok komoditas ini perlu mendapat penanganan yang tidak sederhana.

Cabai merah berada pada urutan teratas penyumbang inflasi di kelompok ini. Berbekal andil sebesar 0,15 persen, si pedas ini memberikan pengaruh terkereknya inflasi pada Juli. Gangguan suplai domestik akibat pengaruh cuaca ditengarai menjadi penyebab tingginya kenaikan harga cabai merah.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menampilkan data curah hujan yang tinggi dan sangat tinggi (>150 mm/dasarian) terjadi di sentra-sentra produksi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah seperti di Cianjur, Garut, Brebes, dan Banjarnegara.

Mengungkit Kestabilan Harga Cabai Merah

Distribusi yang lancar merupakan syarat mutlak dan syarat perlu untuk kestabilan harga. Konektivitas antarwilayah sangat penting karena sentra penghasil cabai merah saat ini masih didominasi Pulau Jawa. Sementara, penikmat pedas tersebar di seantero Nusantara. Tantangan dari wilayah kepulauan seperti Indonesia adalah ekspor impor inter-regional yang harus terhubung agar menjamin distribusi barang-barang kebutuhan konsumsi masyarakatnya dapat terpenuhi.

Anomali cuaca adalah peristiwa alam yang dapat mengganggu koneksi antarwilayah. Kejadian berulang ini harus dapat ditelaah mitigasi dampaknya. Kepastian inventori adalah salah satu mitigasi risiko yang dapat diterapkan. Inventori sangat penting untuk dikaji demi memastikan ketersediaan suatu komoditas dalam suatu wilayah berada pada level aman. Gudang penyimpanan yang memadai adalah barang modal yang krusial dalam hal ini.

Resi gudang merupakan salah satu skema yang dapat menjawab permasalahan ini. Resi gudang selain dapat menyajikan informasi stok yang jelas, juga dapat membantu petani agar tidak buru-buru menjual hasil panennya di saat panen raya. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran, apabila penawaran berlimpah sedangkan permintaan tetap maka harga akan jatuh.

Jatuhnya harga meski tidak memicu inflasi namun menimbulkan persoalan lain terkait kesejahteraan petani. Dengan adanya sistem resi gudang dapat membantu petani untuk menjual panen cabainya dengan harga yang masih kompetitif meski saat panen raya, karena volume barang yang dilempar ke pasar tidak sebanyak yang mereka panen, sebagian disimpan untuk inventori.

Inventori inilah yang dapat membantu meredam pedasnya harga cabai di luar musim panen raya. Dalam hal ini, diperlukan investasi dari pemerintah maupun swasta berupa gudang yang sekaligus menjadi cold storage karena komoditas cabai merah tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama dalam suhu ruang.

Teknologi pertanian juga perlu dikembangkan. Diperlukan varietas cabai yang lebih unggul terhadap cuaca yang ekstrem, misalnya ketika curah hujan tinggi. Penelitian-penelitian yang telah menemukan hasil tersebut perlu dieksplorasi bahkan kalau perlu direplikasi agar ketersediaan si cabai merah meski cuaca ekstrim tidak fluktuatif perubahannya sehingga memantik inflasi. Terbuka ruang pengabdian bagi kalangan akademisi dengan disiplin ilmu pertanian yang bersesuaian.

Selain memperhatikan volume produksi, kesejahteraan petani juga perlu diungkit dengan membantu mengurangi biaya produksinya. Digunakan untuk apa saja biaya produksi petani cabai merah? Badan Pusat Statistik telah melaksanakan Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Hortikultura (SOUH). Berdasarkan hasil SOUH 2018, dapat diambil informasi bahwa biaya produksi petani cabai merah sekitar lebih dari sepersepuluh (12,78 persen) digunakan untuk pembelian pupuk.

Dominannya pengeluaran petani untuk pupuk dapat menjadi celah untuk pemerintah mengintervensi kebijakan lewat pemberian subsidi pupuk. Harga pupuk yang terus meningkat saat ini menjadi lampu kuning bagi ketahanan pangan. Pemberian subsidi pupuk di saat seperti ini sangat tepat mereduksi biaya produksi petani, termasuk petani cabai merah. Penguatan kelembagaan petani seperti kelompok tani juga diperlukan agar pemberian subsidi tidak salah sasaran, serta yang penting juga adalah pengawasan pasca pemberian subsidi.

Memaknai Inflasi

Inflasi sebetulnya merupakan salah satu besaran indikator yang tidak perlu diantisipasi atau ditekan serendah-rendahnya layaknya persoalan kemiskinan maupun pengangguran. Bahkan, pada 1958 A.W.Philips menemukan bahwa hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran berbanding terbalik. Semakin tinggi inflasi, justru dapat menyebabkan pengangguran menurun dan demikian juga sebaliknya.

Setidaknya teori ini terbaca pada 3 titik rilis angka pengangguran oleh BPS. Angka pengangguran periode Februari 2020, Februari 2021, serta Februari 2022 berturut-turut adalah 4,94 persen; 6,26 persen; dan 5,83 persen. Membersamai ketiga titik tersebut, BPS mencatat inflasi Februari 2020, Februari 2021, serta Februari 2022 berturut-turut 2,98 persen; 1,38 persen; dan 2,06 persen.

Namun perlu kehati-hatian dalam memaknai teori Philips, bukan berarti pengangguran dapat diturunkan dengan inflasi yang setinggi-tingginya. Selain itu, inflasi juga pada dasarnya adalah stimulan bagi produsen dalam hal ini adalah petani untuk berproduksi. Namun tentunya inflasi yang dimaksud adalah inflasi yang tidak 'pedas' atau bergejolak. Inflasi yang dimaksud adalah kenaikan harga yang menjadi jalan tengah agar terjangkau oleh konsumen namun sekaligus tidak menyakiti produsen.

Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang kerap memantik inflasi dengan andil besar, sehingga pemerintah perlu mengendalikan kestabilan harganya di negeri penghasil cabai terbesar ke-4 sedunia ini.

Tita Rosy, S.ST, MP Fungsional Statistisi Ahli Madya di Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan
Simak juga 'Saat Harga Cabai Meroket Jadi Berkah Bagi Petani di Brebes':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads