Alternatif Gerakan Pasca Ganja Medis Kandas di MK
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Alternatif Gerakan Pasca Ganja Medis Kandas di MK

Selasa, 02 Agu 2022 12:00 WIB
Mukhotib
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Narkotika untuk terapi medis atau kesehatan. MK menilai materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah.
MK tolak legalisasi ganja untuk medis (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Perlu kepastian mengenai ganja bisa sebagai obat atau terapi dengan berbagai penelitian. Begitulah salah satu alasan Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk alasan kesehatan.

Dengan putusan ini, gugatan yang diajukan pada November 2020 oleh Dwi Pertiwi, Nafiah Murhayanti, dan Santi Warastuti kandas di bawah palu hakim MK. Pertanyaannya, apakah ini menjadi akhir bagi pembelaan hak penyandang disabilitas yang memiliki kebutuhan khusus, dan dijamin hak-haknya dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas?

Jawabannya, tentu saja tidak berakhir. Bukankah salah satu alasan hakim dalam menolak keseluruhan permohonan uji materiil itu adalah belum adanya hasil kajian dan riset yang memastikan ganja bisa digunakan sebagai layanan kesehatan? Maka benar kata penggugat, semuanya akan terus dikawal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Advokasi Kebijakan

Jalan baru yang mungkin ditempuh agar ganja media memungkinkan untuk digunakan dalam layanan kesehatan adalah dengan melakukan advokasi kebijakan. Satu strategi yang bisa dilakukan masyarakat sipil untuk mengganti, mengubah undang-undang yang sedang berjalan, atau membuat legal drafting untuk membuat undang-undang baru yang lebih kontekstual dengan zaman.

Setidaknya, ada tiga ranah dalam melakukan advokasi kebijakan. Pertama, ranah studi atau kajian. Ranah ini meliputi berbagai kegiatan riset dokumen dan riset lapangan untuk mendapatkan bukti-bukti faktual mengenai ganja media memang bisa menyelamatkan nyawa seseorang atau setidak-tidaknya bisa merawat sakit atau meringankan penderitaan.

ADVERTISEMENT

Pelaksanaan bisa dengan membangun kolaborasi dengan berbagai lembaga yang memiliki kredibilitas dan kompetensi di bidang riset akademis, misalnya Kementerian Kesehatan, BRIN, dan kampus-kampus di seluruh Indonesia. Selain itu juga berkolaborasi dengan komunitas untuk melakukan riset aksi mengenai situasi dan keinginan kelompok-kelompok masyarakat.

Selain itu, melakukan kajian kebijakan yang memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan ganja media. Bagaimana UU No. 35 tahun 2009 itu dengan UU yang lain, seperti UU Kesehatan dan UU Penyandang Disabilitas. Sebab, bisa sangat mungkin antarberbagai UU itu belum terjadi harmonisasi, sehingga belum memiliki kesesuaian antar masing-masing UU.

Kedua, ranah kampanye publik. Upaya ini tidak saja untuk menarik perhatian agar melakukan tindakan yang menjawab alasan hakim sehingga memungkinkan ganja media akan diperbolehkan sebagai obat atau terapi dalam layanan kesehatan.

Di sisi yang lain kampanye publik berfungsi sebagai strategi edukasi dan mempengaruhi opini masyarakat mengenai pentingnya ganja medis bisa diakses masyarakat dalam merawat dan mengobati sakitnya.

Pada ranah ini memerlukan orang-orang yang memiliki keahlian membuat media advokasi dalam berbagai bentuk media; teks, image, voise, dan audio-visual. Setiap produk media dikembangkan sesuai dengan sasaran kampanye sehingga pesannya akan mudah diterima publik.

Ketiga, ranah komunitas. Pada ranah ini melakukan penggalangan publik melalui berbagai pertemuan untuk mendapatkan dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya. Serangkaian diskusi bisa dikembangkan, sehingga akan semakin luas dukungan terhadap tujuan advokasi kebijakan tentang ganja medis ini.

Pijakan Advokasi

UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bisa menjadi salah satu pijakan perundang-undangan yang cukup kuat sebagai bagian dari advokasi. Sebab, Cerebral Palsy (CP) itu merupakan bagian dari satu ragam disabilitas, yaitu penyandang disabilitas intelektual.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 UU Nomor 8 tahun 2016 Penyandang Disabilitas: Setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Lebih detail Pasal 6 butir c UU Nomor 8 tahun 2016 menyebutkan bahwa hak hidup penyandang disabilitas salah satunya "mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang
menjamin kelangsungan hidupnya."

Dengan begitu, jelaslah untuk menjamin hak hidup penyandang disabilitas, pemerintah harus bisa memberikan layanan perawatan dan pengasuhan yang sebagiannya menyediakan obat khusus yang memang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas, sebagai setiap ragam disabilitas itu memiliki kebutuhan obatnya sendiri-sendiri.

Kini, sambil membangun gerakan sipil, perlu melihat seberapa serius Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Komite Nasional Disabilitas melakukan pemenuhan hak hidup bagi penyandang disabilitas.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads