Musim Kebudayaan di Tunisia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Analisis Zuhairi Misrawi

Musim Kebudayaan di Tunisia

Jumat, 29 Jul 2022 16:27 WIB
Zuhairi Misrawi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
zuhairi misrawi
Zuhairi Misrawi (Foto: istimewa)
Jakarta -

Musim panas yang menyengat di Tunisia berubah menjadi adem, karena di berbagai kota digelar festival kebudayaan. Musim panas adalah musim kebudayaan. Di kota Tunis ada Festival Carthage, pun di beberapa propinsi dan kabupaten/kota juga digelar kegiatan kebudayaan, di antaranya Festival Sousse, Festival Hammamet, Festival Monastir, Festival Sfax, Festival Taberka, Festival Bizerte, Festival Jerba, dan lain-lain.

Istimewanya, meskipun kegiatan kebudayaan terdengar bersifat lokal, tetapi hampir di setiap festival ada seniman dan musisi dari negara-negara lain, seperti Italia, Perancis, Amerika Serikat, Kuba, Venuezela, Libanon, Mesir, Afrika, dan Korea Selatan. Pesan yang tersirat, sejak peradaban Carthage di masa lampau, Tunisia selalu hidup di dalam taman sarinya kemanusiaan. Tunisia adalah negara yang terbuka terhadap negara-negara sekitar, yaitu Arab, Afrika, dan Eropa.

Tunisia menjadi titik-temu dan perjumpaan dari berbagai peradaban. Hal tersebut berdampak bagi cara pandang dan ekspresi keagamaan, bahkan perilaku sehari-hari warga Tunisia yang terlihat ramah, moderat, dan toleran. Warga Tunisia, melalui kebudayaan, mereka sudah terbiasa hidup di tengah keragaman budaya melalui forum dan kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan serentak di seluruh penjuru Tunisia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Tunisia, kita dapat melihat bangunan yang paling megah, adalah pusat-pusat kebudayaan yang mentereng di ibu kota dan kota-kota lainnya. Madinah al-Tsaqafah di kota Tunis merupakan gedung kebudayaan yang megah, dan selalu semarak dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan. Kami para Duta Besar kerap diundang dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan. Sebab itu pula, setiap Kedutaan Besar di Tunisia ini mempunyai program-program kebudayaan, turut serta merayakan festival kebudayaan yang sepanjang tahun berlangsung dengan meriah.

Salah satu yang menarik perhatian saya dan para Duta Besar negara-negara sahabat, yaitu festival kebudayaan Berber di Kota Gafsah, sekitar 6 jam perjalanan dari kota Tunis. Mereka masih terus melestarikan kebudayaan Berber yang berusia sekitar 10 abad, dan menjadi kebanggaan, bahkan identitas mereka.

ADVERTISEMENT

Di balik perayaan kebudayaan Berber ini saya teringat tesis Ibnu Khaldun di dalam magnum opus-nya, al-Muqaddimah bahwa yang membangun kota adalah mereka yang hidup di pedalaman. Berber juga berperan besar dalam membangun Tunisia, kota-kota yang sekarang menjadi landmark kota Tunis dan beberapa kota lainnya.

Sedangkan di balik kegiatan-kegiatan kebudayaan yang melibatkan berbagai negara dan berbagai kesenian sebenarnya merupakan implementasi dari gagasan Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah. Gagasan besar al-insanu madaniyyun bi al-thab'i tidak hanya menjadi mantra, melainkan laku peradaban yang terus hidup hingga sekarang ini.
Menurut Ibnu Khaldun, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bergotong-royong. Setiap manusia membutuhkan manusia yang lain. Kolaborasi adalah keniscayaan. Peradaban akan kokoh dan membawa kemaslahatan, jika peradaban tersebut memenuhi persyaratan utama, yaitu mampu bergandengan dengan peradaban yang lain.

Hal tersebut berbeda dengan tesis Samuel P. Huntington yang menyatakan bahwa peradaban akan mengalami benturan, bahkan konflik dengan peradaban yang lain. Ia menabuh genderang clash of civilization. Tesis Huntington ini telah menyisakan dunia yang penuh konflik, bahkan perang. Setidaknya dalam beberapa abad terakhir, kita menyaksikan dunia yang penuh gonjang-ganjing, karena ada pihak-pihak yang secara sengaja mempunyai proyeksi untuk membenturkan antara satu peradaban dengan peradaban lain.

Tesis Ibnu Khaldun terbukti mampu membangun peradaban. Sebaliknya, tesis Huntington terbukti menghancurkan peradaban kemanusiaan. Sebab itu, kita harus kembali menyuarakan gagasan Ibnu Khaldun tersebut sebagai solusi dunia dalam membangun peradaban agung yang mampu memperkokoh peradaban kemanusiaan.

Bung Karno melalui gagasan besar Pancasila sebenarnya juga hendak menegaskan pentingnya gotong-royong, kolaborasi, serta sikap saling menghormati dan saling menghargai di antara sesama manusia, sesama warga, dan sesama peradaban. Pancasila berhasil menjadi falsafah, dasar negara, dan ideologi yang memperkokoh persaudaraan kebangsaan dan persaudaraan kemanusiaan.

Saya memandang dengan cermat, bahwa gagasan Ibnu Khaldun dan Bung Karno mempunyai kemiripan, bahkan kesamaan. Istimewanya, gagasan Ibnu Khaldun tersebut terus diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan, yang dapat membangun chemistry di antara sesama warga Tunisia. Kebudayaan berhasil menjadikan Tunisia sebagai negeri yang mampu bertahan dan solid di tengah badai dan krisis sekalipun.

Dalam sebuah konser musisi kawakan Tunisia, Luthfi Busynaq yang digelar di Hammamet, kota pantai Tunisia, saya merasakan betapa musik telah menjelma sebagai kekuatan pemersatu warga. Mereka hanyut dalam pesan-pesan persatuan, persaudaraan, perdamaian, kasih-sayang, dan cinta. Mereka meyakini kebudayaan sebagai kekuatan yang mampu menjadi pilar peradaban Tunisia modern.

Saya menyampaikan kepada Menteri Kebudayaan Hayah Qattat Qarmazi dan beberapa pelaku kebudayaan Tunisia bahwa Bung Karno juga mempunyai gagasan besar, yaitu Trisakti: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sebab itu, kebudayaan menjadi salah satu faktor penting dalam membangun peradaban Indonesia.

Bahkan, saya sebagai Duta Besar dalam beberapa bulan terakhir sangat aktif dalam kegiatan kebudayaan. Sejak datang ke Tunisia, saya ikut serta dalam kegiatan kebudayaan di Culturama, mengenalkan tarian, musik, kuliner, dan batik Indonesia. Setelah itu, saya berjumpa para pemikir, ulama, dan sastrawan Tunisia. Untuk pertama kalinya, diplomasi puisi menggema di Tunisia, dan mendapat respons luar biasa dari warga Tunisia. Hingga saat ini, mereka masih membincangkan perihal kebudayaan Indonesia.

Kehadiran saya dalam berbagai kegiatan dan forum kebudayaan di Tunisia pada musim panas ini sebagai inisiatif untuk membangun jembatan persahabatan dan persaudaraan yang kokoh antara Indonesia-Tunisia. Kebudayaan dapat dijadikan sebagai instrumen yang sangat efektif dan efisien. Para pelaku kebudayaan di Tunisia meminta agar musik Indonesia diperkenalkan dalam kegiatan musim panas pada tahun-tahun mendatang. Saya pikir, saatnya mengenalkan dangdut ke Tunisia.

Zuhairi Misrawi Dubes RI untuk Tunisia

(mmu/mmu)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads