Memperluas Ruang Lingkup Regulasi Keselamatan Kerja

ADVERTISEMENT

Kolom

Memperluas Ruang Lingkup Regulasi Keselamatan Kerja

Abdul Mukhlis - detikNews
Jumat, 29 Jul 2022 10:40 WIB
Kecelakaan maut melibatkan truk tangki Pertamina terjadi di Jalan Transyogi, Cibubur, Bekasi, Senin (18/7/2022). Begini situasi terkini di lokasi kecelakaan maut tersebut.
Kecelakaan maut truk tangki Pertamina di Cibubur (Foto: Rengga Sencaya)
Jakarta -

Kecelakaan maut di Jalan Alternatif Cibubur pada 18 Juli 2022 menyebabkan korban jiwa dan korban luka-luka. Penyebab kecelakaan adalah truk tangki Pertamina yang diduga mengalami rem blong sehingga sopir membanting setir ke kiri jalan dan menabrak sejumlah pengguna jalan lain, dengan ditambah kondisi jalanan dalam posisi menurun dan penempatan lampu merah yang dinilai kurang tepat. Dari kesaksian warga sekitar menyebutkan, di lokasi itu memang sering terjadi kecelakaan lalu lintas.

Truk Pertamina pengangkut bahan bakar minyak (BBM) melaju dari arah Jalan Alternatif Cibubur mengarah ke Cileungsi. Menurut informasi dari Dirgakum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan, kecelakaan itu bisa dari beberapa faktor: manusia, teknis, atau kondisi jalan. Namun terlalu dini untuk menyimpulkan karena masih dilakukan scientific traffic investigation berbasis IT dengan cara traffic accident analysis untuk merekonstruksi tepatnya pada sebelum, saat, dan setelah kejadian.

Belum ada informasi dari Dinas Perhubungan wilayah Bekasi untuk kelaikan jalan truk, khususnya ihwal fungsi pengereman saat tulisan ini dibuat. Bahasan ini tidak mengulas kronologis kejadian secara detail dan tidak berusaha melihat analisis kecelakaan lalu lintas yang akan atau sedang dilakukan kepolisian. Tulisan ini lebih menekankan bahwa kecelakaan kerja tidak hanya berdampak pada pekerja dan perusahaan, melainkan pula masyarakat yang lebih luas.

Perlu Dikaji

Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak hanya sebatas pada pekerja dan perusahaan. Dari sisi normatif, regulasi yang mengatur K3 khususnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai kebijakan nasional dan pedoman perusahaan dalam penerapan K3 yang merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja perlu dikaji dan diuji kembali efektivitas dan efisiensinya dalam menjawab permasalahan K3 yang berkembang.

Pertanyaannya, apakah regulasi itu masih relevan dengan kondisi kekinian atau perlu perubahan menyeluruh agar lebih adaptif terhadap perkembangan dunia industri, menjawab kebutuhan yang semakin kompleks, dan menjadi solusi dalam menjawab permasalahan K3 yang sering muncul ke permukaan?

Dilihat dari urutan waktunya, regulasi itu muncul berdasarkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi Occupational Health and Safety Assessment Series 18001:1999 (OHSAS 18001:1999) dan Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999. Sistem ini dinilai kompatibel dengan ISO 9001:1994 tentang Sistem Manajemen Mutu dan ISO 14001:1996 tentang Sistem Manajemen Lingkungan. Tujuannya adalah mengintegrasikan antara kualitas, lingkungan dan sistem manajemen K3.

Pada tahap selanjutnya, ISO 45001:2018 disusun untuk menggantikan OHSAS 18001. Lembaga BSI ditunjuk untuk melakukan proses penarikan resmi dari standar BS OSHAS 18001 pada Maret 2021. Salah satu alasan diterbitkannya ISO 45001:2018 adalah angka kecelakaan kerja sangat tinggi. Bahkan ILO mencatat sebanyak 2,78 juta kecelakaan kerja terjadi setiap tahunnya atau setiap hari ada 7,7 juta orang meninggal karena dampak dari pekerjaannya. Secara khusus, di Indonesia juga mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang sangat tinggi yaitu 123 ribuan kasus kecelakaan kerja pada 2017.

BPJS Ketenagakerjaan mencatat kecelakaan kerja terus meningkat dari tahun ke tahun. Dilihat tren lima tahun terakhir, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia sejak 2017, jumlah kecelakaan kerja meningkat 21,38% dengan 123.040 kasus. Jumlahnya naik 40,94% menjadi 173.415 kasus (2018), meningkat sebesar 5,43% menjadi 182.835 kasus (2019), meningkat 21,28% menjadi 221.740 kasus (2020) dan meningkat 5,65% menjadi 234.270 kasus (2021).

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menambahkan, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang dihitung sejak Januari-Maret 2022, jumlah kecelakaan kerja tercatat 61.805 kasus yang didominasi kelompok usia muda 20-25 tahun. Pertanyaannya, bagaimana dengan pekerja yang tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja informal yang jumlahnya lebih besar dari pekerja formal?

Jumlah pekerja Indonesia per Februari 2022 tercatat 135,61 juta pekerja. Jumlah pekerja formal sebanyak 54,28 juta pekerja, sedangkan pekerja informal mencapai 81,33 juta pekerja atau 59,97%. Dari asumsi diatas, data sesungguhnya kecelakaan kerja atau penyakit kerja tidak dapat teridentifikasi secara pasti. Angkanya bisa lebih tinggi dari angka yang disuguhkan BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan landasan normatif hukum ketenagakerjaan, terdapat dua perlindungan hukum yaitu hukum preventif dan hukum represif yang menempatkan posisi berbeda tetapi saling mengisi dan menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Pengawasan ketenagakerjaan perlu mempertimbangkan kembali kedua pendekatan ini dari sisi waktu dan pilihan sesuai konteks.

Lebih Adaptif

K3 berdasarkan dari fungsinya lebih berperan pada pendekatan preventif yaitu upaya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran khususnya meminimalisasi pada titik terendah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Namun kendalanya adalah dari sisi regulasi yang hingga saat ini belum ada perubahan mendasar dan masih berlaku walaupun dihadapkan pada kenyataan permasalahan K3 dan PAK yang terus meningkat tajam.

Salah satu yang perlu dipertimbangkan dalam perubahan regulasi khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 yang mempunyai banyak keterbatasan dari sisi lingkup, kewenangan, dan dukungan kelembagaan dengan cara meratifikasi Konvensi ILO Nomor 155 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau membuat undang-undang baru yang lebih adaptif dan komprehensif sebagai upaya promosi, edukasi, dan pengujian K3 yang terintegrasi dalam satu sistem K3 agar dapat menyuguhkan profil dan potret K3 Nasional sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan K3 sebagai tindakan afirmatif.

Dari sisi pelaksanaan, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 yang merujuk pada OHSAS 18001 khususnya pada Pasal 2 yang menjelaskan bahwa penerapan SMK3 bertujuan untuk meningkatkan efektivitas perlindungan; mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; dan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas. Lalu bagaimana dengan tempat kerja yang berbagi space dengan sarana dan fasilitas publik seperti di ruang-ruang publik seperti di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya? Atau bagaimana dengan perlindungan K3 untuk para pihak yang berkepentingan dengan tempat kerja itu?

Regulasi pelaksanaan itu belum dapat menawarkan opsi perlindungan yang dapat dilakukan. Tidak heran kalau dalam pelaksanaannya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja semakin bertambah dari wkatu ke waktu. Berbeda dengan ISO 45001:2018 yang telah memberikan penekanan pada konteks organisasi yang tidak ditemukan pada OHSAS 18001 dan PP No. 50 Tahun 2012.

Konteks organisasi memungkinkan untuk membahas dan memberi penekanan pada kebutuhan dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, stakeholders, pemasok, dan masyarakat sekitar. Selain itu juga mempertimbangkan isu-isu K3 internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk memenuhi tujuan K3. Dengan cara itu, K3 tidak hanya ditempatkan pada ruang tempat kerja tapi berbagi ruang keselamatan dan kesehatan kerja di ruang-ruang publik.

Kecelakaan yang diungkap diatas merupakan salah satu contoh kecil yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bersama khususnya bagi pembuat kebijakan untuk merefleksikan kembali urgensi perubahan regulasi K3. Refleksi ini penting untuk keluar dari kondisi dilematis yang mestinya bisa diminimalisasi sejak dini dengan mengarusutamakan K3 sebagai pendekatan preventif dalam pengawasan ketenagakerjaan. Pendekatan preventif ini tidak menghilangkan penegakan hukum represif seperti jaminan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja atau penindakan sesuai dengan peraturan perundangan tetapi lebih menempatkan dalam posisi yang sebenarnya.

Abdul Mukhlis alumni Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, pemerhati sosial politik dan kebijakan publik

Simak juga 'Truk Tanki Tabrak Truk Barang dan Pintu Tol Kartasura, Satu Tewas':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT