Mengoptimalkan Merdeka Belajar
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mengoptimalkan Merdeka Belajar

Selasa, 26 Jul 2022 11:15 WIB
Kurniawan Adi Santoso
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Siswa baru SMPN 51 Bandung antusias ikuti kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) pada tahun ajaran baru 2022 ini, Senin (18/7/2022).
Foto ilustrasi: Wisma Putra/detikJabar
Jakarta -

Merdeka Belajar harapannya jadi "roh" pembelajaran pada tahun ajaran 2022/2023. Maka itu, penerapnnya harus dioptimalkan sebagai upaya pemulihan pendidikan pascapandemi Covid-19. Lantas, upaya apa yang mesti dilakukan sekolah dan guru untuk mengoptimalkan Merdeka Belajar?

Merdeka Belajar sesungguhnya diambil dari filsafat Ki Hadjar Dewantara tentang kemerdekaan dan kemandirian. Kedua elemen ini merupakan prinsip metode among. Mengajarkan sesuatu kepada anak berarti mendidiknya sesuai kodrat alam, sehingga batin, pikiran, dan tenaganya tumbuh merdeka. Hemat saya, konsep Merdeka Belajar yang diambil dari alam pikiran Ki Hadjar harus mengarah pada tumbuh kembang kodrat siswa. Tanpa prasyarat demikian, Merdeka Belajar hanya akan memproduksi jargon.

Jika dilaksanakan dengan baik, Merdeka Belajar akan dapat mendukung berjalannya tujuan pendidikan. Ia bisa mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN Pasal 4). Manusia yang demikian tidak lain adalah manusia Indonesia seutuhnya, yang berdaya penuh dan siap terus belajar sepanjang hayat sesuai dengan tuntutan zaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini praktik pengajaran lebih sering membelenggu siswa alias tak memerdekakan siswa. Proses pembelajaran yang terselenggara lebih didominasi guru dengan metode pembelajaran yang monoton, seperti ceramah, hafalan, dan drill soal. Anak terus saja dianggap seperti plastisin yang bisa dibentuk semau guru. Akibatnya, sebagaimana yang pernah dikatakan (alm) Romo Mangunwijaya, anak-anak tidak berproses mekar menjadi diri mereka sendiri, melainkan sebagai objek (Priyono Pasti, 2005).

Proses belajar mengajar juga kaku, dibatasi oleh ruang kelas. Aktivitas anak hanya duduk, berdiri dengan gerakan seadanya. Tak jarang dengan gerak yang terbatas ini anak kelihatan lesu, lemah dan kurang ceria menerima pelajaran.

ADVERTISEMENT

Ketika anak hanya bisa duduk di kursi dan gerak terbatas di kelas, justru anak sulit mengeksplorasi kreativitasnya. Saraf-saraf motoriknya menjadi diam, tak berfungsi secara maksimal. Hal inilah yang tak disadari semua pihak terutama guru bahwa belajar terbatas di ruang kelas malah memasung kebebasan anak untuk mengembangkan daya eksplorasi dan kreativitasnya.

Parahnya, pendidikan kita juga minus keteladanan. Guru yang sebenarnya tidak sekadar mengajarkan seperangkat ilmu pengetahuan, lebih dari itu harus menjadi teladan dalam kehidupan. Malah berperilaku jauh dari ing ngarsa sung tuladha. Sebagian guru kita masih menampilkan kekerasan saat mengajar, melakukan ujaran kebencian, bersikap intoleransi, pun budaya instan untuk naik pangkat, dan sebagainya.

Peserta didik yang kerap disuguhi perilaku tak mendidik lama-lama akan memunculkan sikap yang menyimpang. Maka tak heran bila persoalan tawuran, amuk massa, pudarnya rasa kesetiakawanan sosial, pupusnya toleransi, dan lain sebagainya masih menjadi "virus" dalam watak anak kita. Ini perlu disadari bagi guru. Bahwa seseorang tidak dapat menjadi guru hanya bermodal kemauan dan kepintaran. Profesi ini mengharuskan seseorang tampil seutuhnya sebagai pendidik, yakni selalu menjadi contoh dan teladan dalam perilaku dan ucapannya (ing ngarsa sung tulada).

Berpusat pada Siswa

Perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan menjadi mutlak dilakukan. Ajakan Merdeka Belajar dari Menteri Nadiem Makarim dengan menumbuhkembangkan kembali ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang metode among kian relevan. Inti dari sistem among yang esensial adalah pembelajaran dan pendidikan yang berpusat pada peserta didik atau student centered learning.

Metode among menempatkan siswa sebagai subjek dan juga sebagai objek sekaligus dalam proses pendidikan. Siswa sebagai figur sentral diberi kemerdekaan sepenuhnya berkembang. Interaksi guru dan murid bersifat dialogis. Mereka diberikan kesempatan untuk aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.

Pola pendidikan didesain membebaskan anak sebagai subjek belajar. Ki Hajar Dewantara pernah menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi, sekolah dan guru seharusnya memberikan kesempatan pada anak untuk meraih apa yang mereka yang inginkan. Memberikan ruang bagi anak untuk belajar sesuai dengan bidang yang disukainya sehingga anak akan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Dukungan terhadap hal tersebut tentu dengan menyediakan ruang belajar yang beragam. Sederhana saja, guru bisa memanfaatkan halaman sekolah, lapangan, sawah, kebun, pasar, masjid, puskesmas, rumah sakit, museum, kantor polisi, dan sebagainya sebagai ruang belajar siswa. Tempat belajar yang tak monoton, tentu membuat anak-anak menjadi lebih betah dan lebih nyaman dalam belajar.

Ruang belajar yang begitu luas akan membantu anak bergerak, bermain dalam belajar, dan bisa mengekspresikan emosinya secara bebas. Dengan lingkungan nyata tersebut bisa membuat mereka mengerti, tahu dan bisa lebih berkembang daya pikir dan emosionalitasnya. Selain itu, mendorong anak untuk lebih aktif, kreatif, dan kritis. Dengan begitu, perkembangan fisik dan psikomoriknya anak berkembang secara optimal, serta kecakapan berbahasanya juga semakin bagus.

Kemudian sediakan fasilitas pengembangan bakat. Bimbing anak untuk menggali potensi yang dimilikinya. Rangsang antusias anak untuk menekuni bidangnya. Bisa dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler dengan bimbingan tenaga pengajar yang ahli di bidangnya. Selain mampu berkarya, anak akan menjadi betah di sekolah karena apa yang dimau anak dipenuhi oleh sekolah.

Yang tak kalah penting adalah guru harus menjadi sosok yang inspiratif. Sosok guru yang mampu memotivasi dan menginspirasi siswa (ing madya mangun karsa). Agar siswa mampu mengoptimalkan setiap potensi yang mereka miliki sehingga berguna bagi masa depan.

Untuk menjadi sosok yang inspiratif, guru harus mampu memberi perhatian pada siswa dari latar belakang (fisik, intelektual, sosio-emosional) yang berbeda, bisa merangkul, memberi semangat, dan memotivasi siswa di kelas. Mampu membagi ilmu yang dimiliki dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menantang bagi siswa. Bisa menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberi teladan (ing ngarsa sung tulada), serta menanamkan karakter yang baik bagi siswa di sekolah.

Kurniawan Adi Santoso guru SDN Sidorejo Kab. Sidoarjo, Jatim

Simak juga 'Respons Masyarakat Tentang Kebijakan Kemendikbudristek':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads