Kenaikan Harga dan Obsesi Kemandirian Pangan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kenaikan Harga dan Obsesi Kemandirian Pangan

Rabu, 20 Jul 2022 10:49 WIB
Bambang M Permadi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Kenaikan harga cabai di Banyuwangi
Foto ilustrasi: Ardian Fanani/detikJatim
Jakarta -
Kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok kembali membuat ibu-ibu rumah tangga harus berhitung cermat. Alokasi uang belanja yang terbatas masih belum mampu mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok saat ini. Mereka seperti diperhadapkan pada pilihan sulit karena hampir semua kebutuhan pokok adalah prioritas yang harus dipenuhi.

Meroketnya harga kebutuhan pokok tak hanya pada ayam ras pedaging yang selama ini sering menjadi penyumbang inflasi di berbagai daerah. Tapi juga komoditas lain, di antaranya cabai, kedelai, telur ayam, bawang merah, bawang putih, dan daging segar. Cabai tercatat sebagai salah satu komoditas yang mengalami peningkatan harga cukup ekstrem.

Mengutip laman https://hargapangan.id di Kalimantan Utara cabai rawit tembus di kisaran Rp 138.150 per kilogram, sementara pada kondisi normal harganya hanya sekitar Rp 70.000 per kilogram. Kenaikan harga cukup tinggi juga terjadi pada komoditas cabai merah; di Provinsi Riau cabai jenis ini harganya sempat melonjak hingga Rp 116.800 per kilogram. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juni 2022 inflasi Indonesia sebesar 0,61 persen (month to month) --cabai merah menjadi komoditas penyumbang terbesar.

Sejumlah pengamat menilai kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok diakibatkan pengaruh kondisi global. Sebagai negara agraris yang gemah ripah loh jinawi ternyata beberapa bahan pangan Indonesia masih impor. Ketersediaan komoditas pangan dalam negeri kian terbatas ketika terjadi gagal panen akibat anomali perubahan iklim.

Menurut data BPS, hingga Desember 2021 impor kedelai Indonesia sebesar 2,48 juta ton dengan nilai mencapai 1,4 miliar dolar AS. Sementara pada Maret 2022 impor kedelai telah mencapai 590.613 ton, dengan nilai 361 juta dolar AS. Tiga negara asal impor kedelai terbesar adalah Amerika Serikat, Kanada, dan Brasil. Hingga saat ini selain komoditas kedelai Indonesia juga masih mengimpor beras, cabai, gula, bawang putih dan jagung.

Sebagai negara maritim yang memiliki lautan cukup luas ternyata Indonesia juga masih mengimpor garam dari negara lain. Hingga Maret 2022 impor garam Indonesia sebesar 378.747 ton, dengan nilai mencapai 14,4 juta dolar aS. Sebelumnya, pada 2021 Indonesia juga melakukan impor sebanyak 2,8 juta ton. Impor garam terpaksa dilakukan karena produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam nasional sekitar 4,4 juta ton per tahun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas garam di Indonesia adalah cuaca dan iklim, kualitas garam, teknologi serta sarana dan prasarana produksi yang kurang memadai. Selain itu pemasaran garam rakyat pada umumnya masih skala lokal sehingga kalah bersaing dengan garam impor. (www.kkp.go.id).

Fenomena Berulang
Kenaikan harga bahan pokok merupakan fenomena berulang yang terjadi hampir setiap tahun. Faktor cuaca dan iklim selama ini menjadi salah satu pemicu kegagalan produksi pertanian yang kemudian berimbas melonjaknya harga di pasaran. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan sebenarnya kondisi ini dapat diminimalisasi karena keadaan cuaca dan iklim sudah dapat diperkirakan.

Setidaknya informasi ini telah disampaikan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hampir setiap waktu. Artinya, bila sudah diketahui perkiraan iklimnya tentu sudah dapat dijadwalkan jenis komoditi yang akan ditanam. Demikian pula perkiraan masa panennya.

Selama ini untuk tanaman jenis padi sawah, secara kultural petani di Indonesia telah memiliki perhitungan tersendiri menyangkut musim tanam yang ideal. Masa tanam padi dikelompokkan ke dalam tiga musim, yaitu musim tanam utama/rendeng (November-Maret), musim tanam gadu (April-Juli), dan musim tanam kemarau (Agustus-Oktober). Pada kenyataannya, tidak selamanya perhitungan tersebut akurat. Kerap terjadi tanaman pangan gagal panen karena tersapu banjir, atau sebaliknya meranggas kekurangan air.

Kenaikan harga kebutuhan pokok adalah persoalan serius. Sistem ketahanan pangan yang tidak terjaga dapat mengancam perekonomian, stabilitas sosial, dan penurunan kualitas hidup manusia. Setiap tahun kebutuhan pangan semakin meningkat. Produksi bahan pangan tidak dapat hanya ditangani secara tradisional, tapi juga membutuhkan sentuhan modernisasi. Petani harus dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan sehingga dapat lebih produktif.

Kebijakan impor bahan kebutuhan pangan sebenarnya adalah bentuk stimulus dan diharapkan tidak berkelanjutan. Dalam masa transisi ketergantungan impor sejatinya kita diberi kesempatan untuk berswasembada dan merestrukturisasi kembali sistem pertanian kita. Kegagalan panen yang berujung pada menurunnya produksi pangan harus menjadi kajian bersama.

Kebijakan impor tetap menjadi alternatif karena masih rendahnya pasokan dalam negeri. Sebagai contoh, tahu dan tempe adalah jenis makanan tradisional yang banyak dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Harga kedelai impor yang sering bergejolak membuat komoditas ini juga bergerak naik dan menjadi isu nasional.

Setiap tahun Indonesia mengimpor kedelai karena petani dalam negeri kurang berminat membudidayakan tanaman jenis ini. Salah satu alasannya, menanam kedelai lokal hasilnya tidak optimal. Petani mengaku rugi karena harga jual kedelai lokal tidak sebanding dengan biaya produksi. Kementerian Pertanian mencatat, pada 2021 produksi kedelai nasional hanya sebesar 200 ribu ton, sementara permintaan kedelai untuk produksi tahu dan tempe sekitar 1 juta ton per tahun.

Harus Dituntaskan
Gejolak harga kebutuhan pokok adalah pekerjaan yang harus dituntaskan. Keadaan ini memaksa masyarakat harus mengatur ulang pola konsumsinya. Dalam perspektif lain, kenaikan harga juga menguntungkan bagi sebagian petani. Sebab kenaikan harga berkorelasi dengan tingginya permintaan pasar. Petani sebagai produsen akan diuntungkan karena komoditi pangan yang diusahakan laku di pasaran.

Tak dapat dimungkiri kenaikan harga kebutuhan pokok masih menguntungkan petani --walaupun fluktuatif pergerakannya. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juni 2022 yang tercatat sebesar 105,96 . Angka ini meningkat 0,52 persen dibanding Mei 2022 sebesar 105,41. Nilai NTP di atas 100 berarti petani mengalami surplus. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya sehingga tingkat kesejahteraan petani masih cukup baik .

Untuk mengatasi kenaikan harga pangan yang sering terjadi , salah satu solusi yang dapat ditawarkan kepada pemerintah adalah mendorong optimalisasi lembaga riset dan penelitian yang ada selama ini. Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 telah membentuk lembaga baru bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sejak beberapa tahun lalu di sejumlah provinsi juga telah berdiri Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang langsung berada di bawah Kementerian Pertanian.

Secara umum dapat dikatakan tujuan pendirian lembaga riset adalah meningkatkan kualitas hidup manusia dan daya saing bangsa melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesuai tupoksi dan konteks keilmuan lembaga ini telah memberikan kontribusi positif untuk kemajuan pembangunan di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menanggulangi ancaman produksi pangan melalui bantuan teknologi dan regulasi. Diharapkan lembaga-lembaga ini juga menghasilkan inovasi yang solutif untuk mengatasi kenaikan harga pangan --paling tidak untuk kepentingan jangka panjang. Seperti diperlukannya teknologi rekayasa cuaca agar produksi pertanian meningkat, formula pupuk murah dan pengembangan varietas tanaman baru yang lebih produktif dan tahan terhadap OPT(Organisme Pengganggu Tanaman).

Kemudian perlu dikembangkan pula material pembasmi hama yang ramah lingkungan, riset pasar, asistensi status hukum lahan pertanian dan teknologi pasca panen yang memungkinkan tanaman hortikultura dapat bertahan lama. Menjaga kelangsungan stabilitas pangan tentu saja tidak dapat hanya bertumpu pada tanggung jawab beberapa lembaga pemerintah. Tapi dibutuhkan integrasi seluruh fungsi pemangku kepentingan dan sikap keberpihakan kepada petani.

Bagi masyarakat kecil meningkatnya harga kebutuhan pokok adalah masalah genting yang sulit direduksi. Wacana digelontorkannya subsidi pangan untuk mengimbangi kenaikan harga pokok cukup menarik untuk dikaji. Dengan catatan, sektor pertanian harus tetap dikembangkan sehingga obsesi kemandirian pangan tetap terjaga.

Bambang M Permadi Statistisi pada BPS Kalimantan Tengah

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads