Menyayangkan Kecurangan Seleksi Mahasiswa

Kolom

Menyayangkan Kecurangan Seleksi Mahasiswa

Toto TIS Suparto - detikNews
Rabu, 06 Jul 2022 13:37 WIB
Menyayangkan Kecurangan Seleksi Mahasiswa
Toto TIS Suparto (Ilustrasi: dok. pribadi)
Jakarta -

Ada yang suka, ada yang duka. Selalu begitu saban ada pengumuman Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN). Ini seleksi menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri.

Wajar bersuka karena lolos dari persaingan sangat ketat. Tahun ini yang lolos hanya 24 persen dari jumlah pendaftar. Persisnya 192.810 mahasiswa baru yang menempati 125 perguruan tinggi negeri. Sekitar 76 persen adalah mereka yang berduka. Bisa dimaklumi, menjadi mahasiswa PTN merupakan dambaan para lulusan SMA. Begitu gagal seleksi, duka pun mendera.

Saking sangat ketat persaingan seleksi itu, terdapat calon mahasiswa tergoda berbuat curang. Kata panitia, tahun ini kedapatan 200 calon mahasiswa berbuat curang. Modusnya beragam, tetapi intinya mereka menggunakan teknologi digital agar tersambung dengan jokinya. Sampai-sampai ada yang menyelipkan mikro kamera di masker yang dikenakannya.

Menurut panitia, jumlah 200 yang berbuat curang itu terhitung turun dibandingkan tahun ajaran sebelumnya yang mencapai 300-an. Menurut saya, walau turun sampai hanya 10 calon mahasiswa yang berbuat curang, tetap saja memprihatinkan dan patut disayangkan. Artinya, nilai kejujuran, etos kerja keras maupun kekuatan percaya diri hilang dari sosok anak-anak SMA yang notabene generasi penerus.

Barangkali ada yang meremehkan, "Ah angka 200 kecillah jika dibandingkan 800.852 pendaftar." Berdasarkan data, total peserta UTBK-SBMPTN 2022 sebanyak 800.852 orang yang terbagi untuk kelompok ujian Saintek, Soshum, dan campuran, dengan jumlah peserta diterima sebanyak 192.810 (24,07 persen).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekali lagi, sekecil berapapun yang berbuat curang tetap patut disayangkan. Idealnya adalah nihil berbuat curang. Tatkala nol kecurangan, saat itulah kita merasa bangga bahwa generasi muda kita punya nilai moralitas tinggi, setidaknya menjunjung tinggi kejujuran.

Kejujuran merupakan sikap yang lurus hati, berani menyatakan yang benar, enggan berbohong atau mau berkata sesuai fakta. Jujur acap diartikan tidak curang. Lantaran tidak curang, maka seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari sini bisa dipahami pentingnya kejujuran, yakni menjadi pilar untuk hidup sesuai aturan yang ada. Tidak liar. Tidak semau sendiri.

ADVERTISEMENT

Hal lain dari kejujuran adalah menjadikan seseorang sebagai manusia autentik. Sebaliknya, kecurangan menjadikan seseorang tidak autentik. Lepas dari jati dirinya. Kata seorang motivator Amerika Serikat David Riesman, berbuat curang merupakan jalan dari individu yang terarah pada individu yang lain. Berbuat curang merupakan upaya menuju individu yang lain. Manakala individu menyadari ada kekurangannya dibandingkan individu yang lain, maka selayaknya memperbaiki diri agar bisa memperkecil kekurangannya itu. Di sini etos kerja keras dibutuhkan, bukan jalan pintas kecurangan.

Maka dari itu, 200 calon mahasiswa berbuat curang, setidaknya menggambarkan ada kelalaian pendidikan moral di level SMA. Tampaknya mata pelajaran agama belum cukup untuk menanamkan moralitas, di antaranya kejujuran, pada anak didik. Perlu desain untuk membiasakan berbuat --bukan menghafal -- sesuai moral.

Sebab, ini kata filsuf Aristoteles, berbuat baik itu terbangun dari kebiasaan. Kejujuran akan tertanamkan bilamana terbiasa berbuat jujur. Bagaimana membiasakan jujur?

Dulu di level SMA dikenal "kantin kejujuran". Di sini kantin kejujuran adalah kantin yang menjual makanan kecil dan minuman. Kantin kejujuran tidak memiliki penjual dan tidak dijaga. Makanan atau minuman dipajang dalam kantin. Dalam kantin tersedia kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari yang membeli makanan atau minuman. Siapa yang jujur, ia akan tetap membayar walau tak ada penjualnya. Sebaliknya, mereka yang curang, akan "ngemplang" setelah makan.

Inilah cara melatih kejujuran. Pola lain perlu dipikirkan dan dipraktikkan sehingga kejujuran bukan sebatas teks. Kejujuran merupakan sebuah tindakan. Kemudian tindakan itu dilakukan berulang-ulang agar tertanamkan pada anak didik. Inilah "pekerjaan rumah" para pendidik untuk mencetak lulusannya berkarakter jujur.

Kembali ke kasus kecurangan, tampaknya perlu dipikirkan sanksi tambahan agar sekolah pun serius melaksanakan pendidikan moral bagi peserta didiknya. Sanksi terhadap calon mahasiswa sudah dilakukan: mereka didiskualifikasi. Namun hemat saya, sekolah asal anak curang itu juga musti "kena getah"-nya. Panitia seleksi mahasiswa perlu melayangkan "surat peringatan" kepada kepala sekolah. Isinya: bilamana dua tahun berturut-turut ditemukan anak didiknya berbuat curang dalam proses seleksi mahasiswa, maka sekolah akan di-black list dalam segala proses seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

Harapan bersama dari sanksi terhadap sekolah antara lain membuat pengajar juga serius mempersiapkan moralitas peserta didiknya, bukan sekadar mengejar nilai mata pelajaran.

Toto TIS Suparto penulis filsafat moral

Simak juga 'Ricuh Unjuk Rasa Tolak RKUHP di Tasik, Mahasiswa-Polisi Bentrok!':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads