Tahun 2022, sektor pertanian diawali dengan permulaan yang bagus; saat semua sektor lain bertumbuh negatif, pertumbuhan sektor pertanian tetap positif. Atas fenomena yang demikian, tidak salah kalau banyak kalangan yang menyebut sektor pertanian merupakan "dewa penyelamat" pembangunan.
Sektor pertanian di negara kita memang tidak pernah ingkar janji. Itulah yang sering disampaikan Menteri Pertanian Sjahrul Yasir Limpo. Momentum inilah yang harus kita jaga supaya sektor pertanian tetap bisa menjadi sektor andalan. Tetapi akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan fenomena kemarau basah yang dipicu oleh kejadian La Nina.
Walaupun pandemi Covid-19 sudah menunjukkan tanda-tanda melandai, tetapi saat ini pemerintah juga sedang waspada terkait kemarau basah. Merujuk pada informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) DIY, La Nina akan terjadi dalam tiga bulan ke depan, yaitu sampai Agustus 2022.
Dampak kemarau basah sangat terasa bagi petani. Tahun-tahun sebelumnya, pada Mei-Juni petani sudah bisa menanam komoditas hortikultura seperti cabai atau bawang merah. Tahun ini sebaliknya, pada Mei dan Juni intensitas hujan masih tinggi, bahkan di beberapa wilayah terjadi banjir.
Petani banyak yang mengalami gagal tanam akibat perhitungan yang "meleset"; dianggap bahwa pada Mei, yang notabene secara normal masuk musim kemarau, curah hujan sudah menurun dan petani bisa menanam, ternyata justru sebaliknya. Meningkatnya intensitas hujan akan menyebabkan banjir di lahan, sehingga akan menyebabkan kegagalan saat tanam yang pada akhirnya petani tidak bisa melakukan penanaman atau pemanenan (puso).
Tetapi selain dampak negatif, La Nina juga bisa berdampak secara positif untuk pertanian, yaitu peningkatan intensitas curah hujan ini akan menguntungkan untuk wilayah-wilayah yang kering dan tadah hujan. Ini akan membuat ketersediaan air di wilayah-wilayah tersebut cukup, dan petani di wilayah tersebut bisa melakukan aktivitas penanaman, seperti di wilayah Papua dan Indonesia bagian Timur lainnya.
Langkah Strategis
Pencegahan dan antisipasi terkait dengan kemarau basah ini sangat perlu dilakukan. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain; pertama, adanya prediksi cuaca masa depan secara nasional dan mendetail sampai pada level desa atau lahan, kemudian disampaikan ke masyarakat, terutama terkait dengan anomali cuaca (La Nina). Prediksi ini juga dapat membantu kita untuk mengurangi kerugian dan biaya yang ditimbulkan oleh bencana hidrometeorologis sebagai dampak dari La Nina.
Prediksi awal terjadinya La Nina bermanfaat dalam membantu perencanaan dan pengelolaan berbagai sektor seperti sumber daya air, energi, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan serta menghindari atau mengurangi potensi kerugian yang lebih besar.
Kedua, edukasi secara kontinu mengenai La Nina dan fenomena anomali cuaca lainnya serta dampaknya kepada masyarakat, dalam hal ini petani melalui penyuluh pertanian yang ada di wilayah masing-masing. Ketiga, penyediaan asuransi pertanian terkait kegagalan panen petani akibat La Nina atau fenomena anomali iklim lainnya.
Keempat, memastikan kesiapan penyiapan sarana dan prasarana untuk menghadapi La Nina, seperti ketersiaan pompa untuk pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier/kwarter, menggunakan benih tahan genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dan lainnya.
Semoga La Nina tahun ini bisa menjadi keuntungan positif bagi pertanian di Indonesia sehingga ketahanan pangan tetap terjaga, karena pertanian merupakan jantung suatu negara.
Bayu Dwi Apri Nugroho, PhD dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Ketua Dewan Pakar Pemuda Tani Indonesia
(mmu/mmu)