Bila mendengar Kota Malang, yang terpintas dalam kebanyakan orang adalah kesejukan, suasana tenteram, dan pariwisata. Kota Bunga sempat menjadi sebutan populer dari kota yang disebut juga sebagai kota pendidikan ini. Dianggap kota bunga karena keindahannya dan banyak dikelilingi oleh bunga serta taman. Namun, rasanya sebutan itu harus sedikit bergeser ke sebutan kota yang rawan dengan banjir.
Dapat dikatakan saat ini Malang dipenuhi dengan daerah rawan banjir. Terlebih lagi di musim penghujan pada awal tahun. Mungkin bagi orang yang sudah lama menetap di Malang merasakan perubahan ini. Kota Malang semakin ramai, semakin padat, dan juga semakin sering terjadi banjir. Tidak salah apabila banyak yang heran kenapa keadaannya tiba-tiba seperti ini. Sering mengalami banjir meskipun hujan deras tidak begitu lama.
Dibanding tiba-tiba, lebih tepatnya masyarakat dan pemerintah lalai akan dampak dari perubahan iklim cuaca. Sebelum jauh ke pembahasan yang lebih umum, baiknya kita bahas terkait keadaan sebenarnya yang terjadi di kota ini.
Hujan Lebat Awal Tahun
Awal tahun selalu menjadi waktu dimana hujan lebat sering terjadi. Hal ini bukan karena tidak ada alasan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam situs resminya mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa cuaca awal tahun cenderung ekstrem, terutama pada 2022 ini. Pertama, adanya aktivitas dinamika atmosfer seperti Cold Surge yang mana massa udara dingin mengarah ke Indonesia. Kedua, perubahan iklim cuaca global maupun regional yang semakin tidak menentu (Ibrahim, 2022).
BMKG pun sudah mewanti-wanti adanya potensi cuaca ekstrem di Indonesia pada awal tahun. Potensi ini dapat mengakibatkan bencana alam seperti tanah longsor ataupun banjir. Peringatan sudah digaungkan, tinggal bagaimana sikap masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi situasi tersebut. Terlebih lagi pemerintah yang memiliki wewenang tinggi dalam menata kelola daerahnya. Kota Malang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mungkin bisa dikatakan kurang sigap dalam menghadapi peringatan tersebut.
Kondisi Banjir Kota Malang
Kota Malang semakin tahun semakin sering terjadi banjir. Hal ini sebagaimana yang terlihat dari tren pembicaraan masyarakat Kota Malang yang sering mempertanyakan seringnya banjir di media sosial. Adapun liputan dari salah satu media online memberitakan tentang persepsi masyarakat Kota Malang soal semakin sering banjir. Beberapa narasumber menyatakan bahwa daerah rumahnya yang jarang terjadi banjir menjadi sering terjadi banjir (Saputra, 2022). Opini-opini dari publik ini mengindikasikan makin seringnya banjir yang dirasakan masyarakat Kota Malang, dan belum ada penanganan tegas terkait hal tersebut.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang mengungkapkan adanya 18 titik rawan banjir di Kota Malang (7/4). Kepala BPBD Kota Malang mengemukakan adanya empat alasan mengapa hal ini terjadi, yakni tata guna lahan, sistem drainase, fungsi sungai, dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah sembarangan (Aminudin, 2022). Dari keempat alasan tersebut, tiga di antaranya adalah permasalahan yang dapat diatasi dengan kewenangan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Telah ada rencana dan upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua BPBD, ada rencana dari Pemkot Malang untuk membuat sudetan langsung ke aliran Sungai Brantas. Harapannya dapat memperlancar aliran air dari drainase langsung ke sungai Brantas. Melalui akun sosial media resmi, Pemkot Malang juga melaporkan kegiatannya bersama BNPB dalam mengatasi kerusakan akibat banjir. Namun, apakah itu cukup?
Prediksi dari Awal
Mitigasi bencana terkait banjir di Kota Malang seharusnya sudah dapat diprediksi sejak awal. Perubahan iklim cuaca yang semakin tidak menentu, intensistas hujan yang meningkat tiap tahunnya, serta prediksi dan peringatan dari BMKG seharusnya sudah menjadi tanda bahwa harus ada tindakan sigap dari Pemkot Malang dan BPBD untuk mencegah adanya dampak buruk dari cuaca ekstrem.
Berdasarkan laporan dari Malang Corruption Watch (MCW), pengadaan terkait pembangunan drainase sejatinya sudah dianggarkan untuk 2021. Namun, eksekusi anggaran tersebut tidak berjalan optimal. Hal ini diperlihatkan dari temuan yang mana banyaknya anggaran yang direncanakan tidak berbanding lurus dengan dampak terhadap kenyamanan masyarakat di Kota Malang.
Laporan dari Yani (2021) juga menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Kota Malang hanya empat persen dari total wilayah Kota Malang. Jauh dari luas minimal RTH yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2010-2030 yakni dua puluh persen.
Kedua temuan ini memperlihatkan belum terlihatnya langkah tegas dari Pemkot Malang terkait pencegahan banjir. Situasi iklim yang semakin tidak menentu harus menumbuhkan sikap relisensi dari pemerintah agar adaptif dengan keadaan yang ada, namun di satu sisi juga tetap memprioritaskan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
Aturan Penangan Banjir
Sejauh ini langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang lebih mengarah pada tindakan setelah bencana banjir terjadi. Tindakan untuk mencegah bencana tersebut masih belum terlihat dengan jelas. Hal ini tentu tidak selaras dengan Peraturan Daerah Kota Malang No. 1 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mana tindakan preventif juga harus menjadi bagian dari fokus manajemen bencana.
Setelah merasakan bagaimana Kota Malang semakin sering banjir, banyak masyarakat yang mengeluhkan masalah ini. Hal ini menunjukkan adanya public problems dari permasalahan ini, dan mungkin perlu diambil suatu kebijakan untuk mengatasinya. Sesuai dengan teori kebijakan publik yang diutarakan oleh William Dunn (1994). Perumusan kebijakan publik dapat menjadi langkah untuk memperjelas program pemerintah dalam mengatasi public problem, yang dalam konteks ini adalah banjir.
Kebijakan yang memiliki resiliensi terhadap perubahan iklim adalah hal yang dibutuhkan saat ini. Tentu kebijakan nantinya tidak hanya dijadikan 'pajangan', implementasi dan penegakan kebijakan juga perlu untuk dilakukan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan. Langkah strategis perlu dilakukan demi kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Azizah Khusnul Karima pengamat kebijakan publik