Upaya Jokowi Melawan "Bebek Lumpuh"
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Upaya Jokowi Melawan "Bebek Lumpuh"

Rabu, 22 Jun 2022 10:30 WIB
Budi Adiputro
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
budi adiputro
Budi Adiputro (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Kocok ulang kabinet pada 15 Juni lalu dianggap banyak kalangan lebih sebagai upaya konsolidasi dan akomodasi politik menuju dua tahun akhir masa pemerintahan Jokowi ketimbang soal kinerja. Tapi pertanyaannya, mengapa Presiden perlu melakukan konsolidasi politik di akhir masa jabatannya? Bukannya dia sudah nothing to lose, tidak ada kepentingan untuk konsolidasi kekuatan untuk pemilu ke depan?

Pada dua tahun sisa masa jabatannya, Presiden Jokowi diperkirakan berusaha melawan virus lame duck atau "bebek lumpuh" yang biasanya menyerang Presiden pada akhir masa periode memerintah, atau pada masa transisi antara pemilihan presiden dengan pelantikan presiden baru.

Lame duck sendiri sudah menjadi istilah yang lazim beredar dalam jagad percakapan politik. Beberapa ahli menilai kekhawatiran lame duck lebih merujuk pada potensi penyalahgunaan kekuasaan atau penggunaan kekuasaan secara "full speed" pada masa tunggu akhir jabatan sebelum presiden baru hasil pemilu dilantik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam tulisannya berjudul Lame Duck Logic, John Copeland Nagle melihat masa tunggu yang lama dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru setelah pemilu usai berpotensi dimanfaatkan para elite politik untuk membuat kebijakan atau mengeluarkan aturan perundangan yang tidak sejalan dengan aspirasi rakyat.

Masih hangat di ingatan kita saat partai koalisi pendukung pasangan Prabowo - Hatta di Pilpres 2014 yang telah kalah pemilu namun masih kompak berkoalisi di parlemen sepakat memutuskan merevisi UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada pada masa tunggu pascapemilu. Kontroversi muncul karena klausul utama revisi undang-undang tersebut adalah keputusan menghapus pilkada langsung dan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD. Sontak gelombang protes muncul dari masyarakat pada waktu itu yang akhirnya memaksa Presiden SBY mengeluarkan Perppu untuk membatalkan permufakatan parlemen.

ADVERTISEMENT

Tetapi rasanya Presiden Jokowi tidak menghadapi virus lame duck jenis tersebut, melainkan potensi lame duck karena turunnya kesetiaan partai pendukung, termasuk mereka yang lebih memikirkan nasib sendiri dalam menghadapi pemilu ke depan ketimbang fokus menjalankan roda pemerintahan.

Ada pula pemikiran yang menganggap kemagisan kekuatan kepresidenan terus menurun jelang habis masa jabatan, sehingga pemerintahan tidak bisa efektif menuntaskan program yang telah ditetapkan. Apalagi setelah reshuffle kabinet praktis semakin banyak kader partai yang duduk di kabinet, termasuk empat orang ketua umum partai koalisi.

Namun reshuffle kabinet yang kata orang lebih kental nuansa bagi-bagi kuasa ini justru bisa dilihat sebagai upaya Presiden melawan virus "bebek lumpuh" yang ditakutkan itu. Presiden tampaknya ogah tunduk, menyerah, dan tak berdaya dengan rongrongan waktu yang kian menipis. Berbagai pekerjaan rumah seperti ibu kota negara (IKN), proyek infrastruktur, destinasi pariwisata super prioritas, target digitalisasi ekonomi terutama bagi pelaku UMKM, dan berbagai proyek lainnya memang mendesak untuk diselesaikan tepat waktu, agar "warisan" pemerintahan Jokowi bisa diresmikan dan dinikmati sebelum masa pemerintahan ini habis.

Dimasukkannya lebih banyak elite partai ke dalam kabinet membuat upaya Presiden untuk mendarat dengan mulus alias soft landing menjadi lebih mungkin. Dengan bergabungnya PAN, kekuatan di parlemen mencapai 81,9 persen yang artinya stabilitas politik sampai akhir masa jabatan relatif bisa terjaga. Karena mustahil menciptakan soft landing tanpa adanya stabilitas politik.

Dengan stabilitas politik terjaga yang kemungkinan berdampak pada keberhasilan pencapaian program pemerintah, tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi diharapkan bisa tetap tinggi. Dari beberapa survei dijelaskan bahwa tingkat kepuasan publik atau approval rating terhadap kinerja Presiden Jokowi masih cukup tinggi. Survei Saiful Mujani Research and Consulting pada Mei 2022 misalnya memperlihatkan kepuasan publik kepada Presiden Jokowi ada di angka 76,7 persen.

Sementara pada bulan yang sama, Lembaga Survei Indonesia menunjukkan bahwa 67,5 persen masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi. Tingkat kepuasan yang tinggi tidak hanya menjadi booster bagi pemerintah untuk tetap semangat bekerja, tapi juga membuat endorsement Presiden Jokowi bagi penerusnya juga akan semakin moncer.

Kita tahu, Presiden Jokowi di Rakernas Projo telah memberi "kode keras" akan memberikan dukungan kepada kandidat tertentu pada waktu yang tepat. Jika rakyat puas akan kinerja Presiden, serta harapan agar keberlanjutan program Jokowi dapat dilakukan, maka restu Jokowi menjadi ampuh dan bakal diikuti rakyat. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan publik, rekomendasi Jokowi untuk pilpres mendatang akan dianggap sayup-sayup angin lalu.

Melihat yang terjadi Amerika Serikat misalnya, menurut jajak pendapat dari Gallup rata-rata tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Obama pada periode keduanya hanya mencapai 47 persen saja. Meskipun tidak ada rumusan kausalitas pasti, namun faktanya Hillary Clinton yang sudah mendapatkan dukungan secara terbuka dari Presiden Obama pun harus menyerah di tangan Donald Trump. Artinya ketika banyak orang kecewa dengan kinerja Obama pada periode kedua, rekomendasinya jadi kurang laku.

Langkah Brilian

Salah satu yang disorot dari reshuffle kabinet yang lalu adalah diberikannya jabatan Menteri Perdagangan pada kepada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas). Selain tudingan bagi-bagi jabatan, suara sumbang mengenai kapasitas dan rekam jejak pengalaman Zulhas dalam bidang perdagangan banyak diragukan publik. Tapi apakah sosok seperti Zulhas yang memang yang dicari Jokowi?

Bagi saya menempatkan Zulhas di posisi menteri yang memegang hajat hidup orang banyak seperti Menteri Perdagangan (Mendag) adalah langkah brilian. Terlepas dari pengalaman dan kualifikasi pendidikan Wakil Ketua MPR ini di bidang perdagangan, namun menempatkan Ketum PAN di posisi Mendag tidak hanya memberikan beban kerja yang berat, tapi juga memberikan beban elektoral bagi Zulhas dan PAN.

Sebagai wajah utama PAN di kabinet, Zulhas dituntut untuk menunjukkan prestasi sebagai portofolio untuk jualan di pemilu mendatang. Karena ujian kekuasaan itu bagaimana kekuasaan yang dipunyai bisa bermanfaat untuk sebanyak-banyaknya masyarakat. Bayangkan narasi yang akan dibangun ketika kader utama PAN berhasil mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng yang merongrong sendi perekonomian rakyat selama berbulan-bulan.

Belum lagi jika berbagai indikator makro ekonomi lain seperti neraca perdagangan bergerak ke wajah positif, maka tidak hanya PAN yang akan mendapat berkah elektoral, tapi juga Presiden Jokowi juga akan diuntungkan dengan prestasi pemerintahannya ini. Ujungnya tingkat kepuasan publik pun bisa terjaga di level atas.

Zulhas juga diprediksi akan cepat beradaptasi di kementerian barunya. Pengetahuan teknis yang mungkin kurang dikuasai bisa ditutupi dengan menempatkan Dirjen teknis yang cakap dan berpengalaman. Namun Zulhas sangat bisa diandalkan dalam kepemimpinan. Pengalaman panjangnya mulai menjadi Menteri Kehutanan, pimpinan parlemen, dan ketua umum partai membuat kemampuannya dalam berkoordinasi,serta membongkar sumbatan-sumbatan politik di birokrasi dan parlemen menjadi relevan.

Apalagi Kementerian Perdagangan yang berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian dan bertalian erat dengan Kementerian Perindustrian bakal membuat komunikasi antar ketiganya semakin moncer. Sebabnya kedua kementerian ini dipimpin oleh dua rekan seperjuangan Zulhas di Koalisi Indonesia Bersatu. Di sinilah adagium sesama kawan harus saling membantu menjadi relevan.

Jika skenario ini berhasil, maka Presiden akan segera memenangkan pertarungan melawan si "bebek lumpuh" dalam waktu dekat.

Budi Adiputro co-founder Total Politik, host Adu Perspektif detikcom

Simak Video 'Direktur IPO: Reshuffle Kali Ini Akomodasi Politik':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads