Kolom

Antisipasi Wabah PMK Menjelang Idul Adha

Angga Hermanda - detikNews
Selasa, 21 Jun 2022 11:28 WIB
Foto ilustrasi: Fauzan/Antara
Jakarta -

Indonesia kembali dihadapkan pada wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Penyakit ini menyerang hewan ternak seperti sapi, kerbau, domba atau kambing, dan babi. PMK tergolong penyakit akut bagi hewan ternak berkuku terbelah dan mudah menular dengan sebaran melalui infeksi virus. Ternak yang terjangkit PMK ditandai dengan kondisi melepuh di sekitar kuku dan erosi di mulut, lidah, gusi, lubang hidung, dan puting. Imbasnya ternak antara lain akan mengalami penurunan produksi susu, keguguran, gangguan reproduksi, penurunan berat badan, dan kematian mendadak.

Hewan ternak yang positif PMK akhir-akhir ini ditemui diberbagai provinsi di Indonesia, terutama di Aceh dan Jawa Timur. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) telah melakukan penelusuran dengan mengaktifkan dua laboratorium rujukan yakni di Balai Besar Veteriner Wates dan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya.

Berdasarkan temuan dilapangan dan hasil uji lab, Kementan lalu menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 403/KPTS/PK.300/M/05/2022 yang menetapkan lima kabupaten di Jawa Timur yaitu Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto sebagai provinsi yang dilanda wabah PMK pada hewan. Penetapan serupa juga diberlakukan di Kabupaten Aceh Tamiang.

Disebabkan Impor?

Sebetulnya bukan kali ini saja wabah PMK masuk ke Indonesia. Kasus awal PMK pernah tercatat ditemukan sekitar tahun 1887 melalui impor sapi dari Belanda. PMK di Indonesia kemudian berhasil diberantas pada tahun 1983 melalui program vaksinisasi massal. Tiga tahun berselang, Indonesia baru menyatakan sebagai negara yang bebas dari PMK. Kemudian status ini diakui oleh internasional melalui badan kesehatan hewan dunia (OIE) pada tahun 1990.

Berbagai pihak menilai wabah PMK yang kini kembali merebak di Indonesia diduga kuat berasal dari luar negeri. Pendapat ini cukup logis apabila mengacu pada sejarah awal PMK masuk ke Indonesia dan latar belakang Indonesia yang bukan tergolong sebagai negara endemik PMK.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi kenaikan impor sapi. Pada 2011 impor daging sapi sebesar 102.850 ribu ton. Jumlah itu mengalami kenaikan sekitar 165% dibandingkan tahun 2021 sebesar 273.530 ribu ton. Data ini cukup menunjukkan situasi yang berbanding terbalik bila dikaitkan dengan target pemerintah untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2026 mendatang.

Impor ternak dan/atau produk hewan sebetulnya telah diperketat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010 lalu melalui putusan terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. MK menyatakan beberapa frasa dalam UU 18/2009 bertentangan dengan UUD 1945 dengan mengabulkan permohonan tentang penghapusan ketentuan impor ternak dan/atau produk hewan yang berbasis zona. Artinya MK mengembalikan ketentuan impor ternak dan/atau produk hewan berbasis negara, sehingga impor hanya boleh dari negara yang bebas PMK.

Ketentuan itu berlaku sampai dengan diterbitkannya UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU 41/2014 ini kembali membuka peluang impor berbasiskan zonasi sehingga kembali digugat ke MK. Pada tahun 2017, MK membacakan Putusan Perkara No. 129/PUU-XIII/2015.

Agak berbeda dengan putusan sebelumnya, putusan MK kali ini dalam salah satu amar putusan menyatakan bahwa Pasal 36E ayat (1) UU 41/2014 bertentangan 'secara bersyarat' dengan UUD 1945. Keputusan ini sebetulnya tetap mempermudah impor ternak dan/atau produk hewan dengan membuka ruang impor dari basis zona tertentu., meskipun tetap mengutamakan produksi dalam negeri. Dan, jika terpaksa diharuskan impor mesti dipandang sebagai solusi sementara yang hanya dapat dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu, dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan keamanan maksimum.

Hal yang menjadi perhatian kemudian Keputusan MK yang terakhir ini diwarnai dengan kasus korupsi berupa penyuapan kepada salah satu hakim MK oleh importir. Memang tidak dapat dipungkiri perdebatan impor berbasiskan zona dan/atau berbasiskan negara seolah menjadi perang di antara importir. Tetapi yang menjadi poin kunci adalah pemberlakuan sistem zona yang memperluas kebijakan importasi ternak sesungguhnya telah merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat. Masyarakat tak terlindungi dari bahaya penyakit menular hewan dan/atau produk hewan yang dibawa. Sebab proses impor dari zona yang tidak sepenuhnya aman.

Upaya Pemerintah

Menteri Pertanian menyatakan sebagian daging ternak yang terinfeksi PMK masih bisa dikonsumsi oleh manusia. Hanya beberapa bagian saja seperti organ dalam atau jeroan dan bagian mulut seperti bibir dan lidah yang tidak bisa dikonsumsi. Walaupun demikian, kekhawatiran masyarakat terhadap PMK yang kian meluas didasari karena sesaat lagi akan memasuki Hari Raya Idul Adha, yaitu masa ketika umat muslim menunaikan ibadah kurban.

Menanggapi ini, Direktorat Jenderal PKH telah menjamin kebutuhan ternak untuk Idul Adha masih dalam status aman, karena peningkatan kebutuhan terhadap hewan ternak untuk kurban diperkirakan hanya sekitar 10-20 persen dari total populasi sapi di Indonesia. Namun di tengah kebutuhan yang meningkat dan wabah PMK ini, patut juga dicermati soal fluktuasi harga hewan dan/atau produk hewan seperti daging segar untuk konsumsi.

Dalam hal ini, Kementan bersama pemerintah daerah terus melakukan pendataan harian jumlah populasi ternak yang positif PMK. Pemerintah juga sedang berupaya untuk memberantas PMK dengan tiga agenda yakni SOS atau darurat, sementara/temporary, dan permanen.

Agenda darurat dilakukan dengan pemusnahan ternak yang positif PMK secara terbatas, penetapan lockdown zona wabah tingkat desa/kecamatan di setiap wilayah dengan radius 3-10 km dari wilayah terdampak wabah, melakukan pembatasan dan pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, pasar hewan dan rumah potong hewan, dan melakukan edukasi kepada peternak terkait SOP pengendalian dan pencegahan PMK.

Kemudian secara paralel dijalankan agenda sementara, dengan menyiapkan vaksin PMK, vaksinasi darurat, pembentukan gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten, dan pembatasan serta pengawasan ketat lalu lintas hewan dan produk hewan. Untuk agenda permanen, pemerintah menggenjot pembuatan vaksin, melakukan vaksinasi massal dan surveilans secara rutin.

Ketiga agenda kerja yang sedang berjalan ini akan dijawab dalam waktu tiga bulan ke depan sebagai indikator awal Indonesia kembali terbebas dari PMK. Sehingga dibutuhkan dukungan, peran serta, dan kerja bersama dari pihak terkait terkhusus peternak dan rumah pemotongan hewan untuk memberantas PMK, atau paling tidak agar wabah tidak semakin meluas.

Angga Hermanda Sekretaris Lembaga Kajian Damar Leuit

Simak Video 'Jelang Idul Adha, Wakapolri Ingatkan Kepala Daerah Antisipasi Hoax PMK':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork