Menjelang Pemilu 2024, sejumlah partai politik telah melakukan safari politik ke berbagai infrastruktur politik lainnya yang koheren, seperti, partai politik, elite dan tokoh politik, pesantren, dan seterusnya. Tak ketinggalan, konsolidasi internal parpol juga semakin dikuatkan sampai ke tingkat akar rumput.
Sebelumnya, mesin-mesin politik seperti munculnya para relawan di berbagai daerah disinyalir juga sebagai salah satu bentuk upaya untuk memperkuat kohesivitas dukungan kepada berbagai elite dan tokoh politik, seperti ketua umum parpol, para menteri yang sedang menjabat, dan sejumlah kepala daerah agar mampu bersaing dalam Pemilu 2024 mendatang.
Hal ini terkonfirmasi dari terbentuknya poros koalisi yang sudah diprakarsai oleh Golkar, PPP, dan PAN pada Kamis (12/5) di Jakarta Pusat. Poros koalisi ini dibentuk tentunya untuk menyambut gelanggang politik pada 2024. Selain itu, sejumlah interpretasi terbentuknya koalisi ini juga muncul, seperti kesamaan pengalaman dan keresahan yang sama, karena masih adanya polarisasi politik yang muncul di kalangan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kaitan tersebut, parpol yang menjajaki koalisi ini akhirnya terbentuk bak kilat dan diberi nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Ketiga parpol yang sudah membentuk poros koalisi ini tentu menjadi pemantik (trigger) bagi parpol lainnya.
Dalam bahasa lain, di tengah kasak-kusuk politik domestik yang sudah memanas menjelang Pemilu 2024, pembentukan KIB ini juga ditengarai memunculkan persepsi yang berbeda dari masyarakat sipil, terlebih para elite politik. Sebab, dengan terbentuknya koalisi ini akan mengubah konfigurasi kekuatan politik yang mendekati Pemilu 2024, terlebih KIB yang digawangi oleh ketiga parpol tersebut juga tampaknya terlalu dini dan berpotensi mengalami keretakan di tengah perjalanan.
Soliditas Koalisi
Dewasa ini, perkembangan politik mutakhir di Indonesia telah diisi oleh sistem multipartai. Akibatnya, hal ini juga akan berdampak pada upaya pembangunan koalisi, baik koalisi menjelang pemilihan umum maupun koalisi yang terbentuk dalam pemerintahan ketika pemilu sudah usai.
Namun demikian, dalam pembangunan koalisi tentu tidaklah mudah, karena ia menjelma bersama platform ideologinya. Artinya, ideologi parpol menjadi sangatlah substansial dan menjadi faktor penentu dalam pembangunan koalisi. Tetapi, dalam konteks Indonesia, koalisi yang sudah terbentuk secara riil tidak menunjukkan adanya suatu ideologi yang ajek dalam konstruksi koalisi, melainkan menimbulkan erosi ideologi politik.
Seperti yang dapat dilihat bahwa pembangunan koalisi cenderung lintas-ideologi. Bahkan, menguatkan adanya sikap politik yang secara implisit juga cenderung pragmatis dalam pembangunan koalisi ini. Tak ayal, koalisi yang sudah terbentuk, mengalami keretakan di tengah jalan. Hal ini karena soliditas koalisi yang tidak kokoh. Dengan kata lain, tidak ada tali-temali yang mengikat pembangunan koalisi ini, termasuk ideologi parpol.
Dalam pembangunan poros koalisi yang lintas ideologi tentunya akan berakibat pada inkonsistensi koalisi dan poros koalisi yang sudah tercipta bak tanpa arah. Lintas-ideologi dalam pembentukan koalisi ini dapat dilihat secara eksplisit pembentukan koalisi antara parpol yang beraliran Islam dan parpol yang beraliran nasionalis.
Dengan demikian, terbentuknya KIB ini juga perlu dicermati. Dalam perspektif saya, bersatunya ketiga parpol ini tentu juga cukup jauh dari penggunaan ideologi parpolnya dan lebih menekankan pada aspek pragmatisme kekuasaan, karena proses kontestasi semata. Sedangkan, pembentukan koalisi semestinya harus mengutamakan apa yang telah disebut Firman Noor sebagai ideologically driven (Kompas, 2022).
Kemudian, untuk memperkuat keyakinan soliditas di dalam poros KIB ini, ketiga parpol ini juga telah melakukan silaturahmi nasional yang telah dilakukan pada Sabtu (4/6). Pada saat yang sama, acara silaturahmi nasional ini juga turut dihadiri sejumlah elite politik seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan Budi Arie Setiadi. Keduanya juga merupakan figur yang dekat dengan Presiden Jokowi.
Di satu sisi, Luhut sebagai salah satu menteri dalam pemerintahan, dan di lain pihak, Budi Arie Setiadi juga merupakan Ketum ProJokowi (Projo). Kehadiran kedua figur ini juga layak dicermati, karena keduanya memiliki hubungan yang akrab dengan Presiden Jokowi.
Silatnas yang telah digagas ini tentunya bagian dari upaya untuk membangun komitmen bersama dalam rangka menciptakan blok politik yang semakin kokoh. Poros koalisi ini semakin intensif membangun silaturahmi, melakukan ekspansi silaturahmi politik ke parpol lainnya atau mencoba menggoda parpol lain untuk ikut serta dan terlibat dalam KIB. Meskipun, sampai saat ini belum ada tokoh atau elite politik yang ditetapkan oleh ketiga parpol ini untuk menjadi capres dan cawapres pada Pemilu 2024.
Ketiga parpol ini juga amatlah rasional dalam kontestasi politik, terbukti dengan tidak terlalu terburu-burunya menentukan sosok atau kandidat yang akan diusung. Tak hanya itu, sampai detik ini belum ada figur yang secara akseptabilitas dan elektabilitasnya menandingi kandidat potensial lainnya, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Bahkan, ketiga ketua umum parpol dalam KIB juga belum maksimal dalam popularitasnya sebagai pucuk pimpinan partai. Akibatnya, poros koalisi ini juga tidak akan terlepas dari bayang-bayang keretakan, terlebih tidak dilandasi oleh platform ideologi. Meski demikian, dalam acara silatnas sudah dihadiri oleh masing-masing figur dan elite politik tertentu.
Komitmen Koalisi
Sampai saat ini, belum ada garansi politik yang menjamin bahwa KIB akan tetap kokoh sampai pemilu usai. Dengan kata lain, komitmen dalam koalisi ini semestinya harus secara gamblang tertuang, agar akar koalisinya juga semakin kuat. Sementara itu, sudah barang tentu, dalam diskursus publik kehadiran kedua figur ini menjadi tanda tanya besar. Kehadiran kedua figur ini juga seolah menguatkan legitimasi publik bahwa KIB disinyalir telah mendapatkan restu dari Jokowi.
Pertama, sebagaimana diketahui, ketiga parpol yang tergabung dalam KIB ini merupakan bagian dari koalisi pemerintahan. Kedua, ketiganya memilliki hubungan yang dekat dengan Jokowi. Ketiga, kedua parpol dalam koalisi ini, seperti Golkar dan PAN pernah terlibat dalam upaya perpanjangan masa jabatan presiden atau agar pemilu diundur. Keempat, dua di antara ketua umum parpol tersebut juga kini sedang menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi.
Di samping itu, Partai Amanat Nasional (PAN) sudah mendapatkan jatah kursi di dalam koalisi pemerintahan pasca reshuffle kabinet kemarin. Pada saat yang sama, pembentukan koalisi ini dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas kinerja pemerintahan. Karena, pemerintahan Jokowi masih berjalan.
Mendekati pelaksanaan Pemilu 2024, parpol-parpol lainnya juga sedang gemar melakukan silaturahmi politik untuk menggalang kekuatan politik, terutama parpol-parpol yang masih memerlukan kekuatan dukungan untuk memenuhi persyaratan presidential treshold 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara. Selain PDIP yang bisa mendorong kadernya maju dalam pilpres mendatang, parpol lainnya mesti melakukan koalisi. Oleh karena itu, panggung politik akan terus berembus secara masif menjelang Pemilu 2024 mendatang.
Imron Wasi peneliti di Banten Institute for Governance Studies, mahasiswa Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia
Simak Video 'Saat Makan Siang Jokowi-7 Ketum Parpol Jadi Sorotan':