Membaca Arah Politik Reshuffle
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Membaca Arah Politik Reshuffle

Rabu, 15 Jun 2022 12:00 WIB
Wim Tohari Daniealdi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Deretan Nama Besar yang Dipanggil ke Istana Jelang Reshuffle
Foto ilustrasi: Dok. detikcom
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet pada Rabu (15/6). Apa tujuan objektif dari adanya reshuffle kali ini?

Meski kursi menteri merupakan hak prerogatif presiden, sangat sulit untuk memisahkannya dengan tarik menarik kepentingan politik. Terlebih saat ini, KPU resmi memulai kick off putaran Pemilu 2024.

Dalam perspektif ideal, untuk kasus Indonesia yang menggunakan sistem multipartai, presiden selalu dihadapkan pada dua masalah pelik, yaitu stabilitas politik dan kinerja yang baik. Sayangnya, kedua hal ini sangat sulit berjalan seiring. Di satu sisi presiden perlu untuk mendamaikan kepentingan politik dari kelompok-kelompok pendukungnya. Sedang di sisi lain, ia dituntut untuk sukses dalam menjalankan fungsi pemerintahan.

Tapi untuk kasus pemerintahan Jokowi, masalah di atas seharusnya bukan lagi sebuah dilema. Saat ini, hampir semua partai politik sudah berhasil dijinakkan. Bahkan pemerintahan ini nyaris tanpa oposisi. Sehingga hampir semua program pembangunan pun berjalan tanpa ada hambatan yang berarti secara politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Jokowi tidak lagi memiliki target politik elektoral apapun. Dia sendiri sudah lugas menolak usulan jabatan presiden tiga periode; bahwa dia akan taat konstitusi dengan mengemban jabatan presiden selama dua periode. Jokowi juga tidak memimpin sebuah partai politik yang kepentingannya harus diperjuangkan. Serta, tidak juga menjadi tokoh penting dari salah satu ormas atau kelompok.

Dengan kata lain, nyaris tidak ada lagi kepentingan politik Jokowi untuk perhelatan Pilpres, Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Maka, jika ada satu alasan yang cukup objektif dari reshuffle ini, jelas itu terkait dengan masalah kinerja.

ADVERTISEMENT

Presiden Jokowi agaknya ingin fokus menyelesaikan dua tahun sisa kepemimpinannya dengan menuntaskan semua rencana dan program besar yang sudah digariskan. Sedangkan para menteri di kabinetnya saat ini kebanyakan orang-orang partai politik, yang mau tidak mau, pasti akan tertarik masuk dalam turbulensi persaingan politik 2024. Diakui atau tidak, hal ini sedikt banyak akan mempengaruhi kinerja pemerintahannya dalam dua tahun ke depan.

Masalahnya, untuk bisa melakukan kerja yang baik, pemerintahan Jokowi membutuhkan dukungan dari kekuatan politik yang ada di parlemen. Tanpa dukungan itu, roda pemerintahan ini akan macet, bahkan bisa berantakan. Terlebih program-program kerja Jokowi pada tahun-tahun akhir periode ini sangat ambisius, seperti pembangunan Ibu Kota Negara, dan pembangunan insfrastruktur untuk memaksimalkan konektivitas wilayah NKRI.

Ditambah lagi, saat ini tantangan global baik di bidang ekonomi, politik dan keamanan kian tidak menentu. Pandemi yang kita harapkan sudah berakhir, kini mulai mengintai kembali dengan meningkatnya jumlah penderita Covid-19vVarian baru dalam beberapa hari terakhir. Dalam hal politik dan keamanan, perang Rusia-Ukraina hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, serta ancaman resesi ekonomi secara global yang mulai melanda negara-negara ekonomi maju. Semua masalah ini memiliki multiple effect yang tidak bisa dianggap remeh terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan negara.

Untuk itu, memang sangat wajar bila asumsi para pengamat dan politisi tetap menilai reshuffle ini sebagai bentuk manuver politik istana untuk mengakumulasikan dukungan politik sekuat mungkin. Karena hanya dengan cara ini, stabilitas politik bisa dikontrol secara maksimal, dan program-program kerja bisa dijalankan dengan leluasa. Bahkan bukan tidak mungkin, akumulasi kekuatan politik ini bisa didayagunakan untuk kepentingan Pemilu dan Pilpres 2024, agar memastikan garis kebijakan pemerintahan Jokowi tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam kerangka itu, sebenarnya sah-sah saja bila Jokowi melakukan manuver politik untuk memastikan visi misi dan program pembangunannya tetap berjalan. Tetapi, siapa yang bisa memastikan kader-kader partai politik bisa fokus bekerja secara profesional pada tahun-tahun politik seperti ini? Apalagi hajatan politik 2024 mendatang adalah pemilu terbesar sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia. Hajatan ini tentunya akan menguras energi setiap kontestan, karena harus melakukan pengorganisasian politik secara kolosal dalam durasi yang tidak sebentar.

Tapi, apapun bentuk reshuffle kabinet Jokowi, kita tetap berharap semua ini dilakuakn demi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Akan sangat mengherankan bila di waktu senja kekuasaannya, Presiden Jokowi malah menyerah pada tekanan oligarki yang mengelilinginya.

Jangan lupa, meski sudah lima tahun bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tapi Jokowi tidak memiliki basis dukungan yang kokoh. Dia bukan pemimpin partai politik, tidak memiliki basis pendukung yang riil seperti ormas atau kelompok sosial tertentu. Di kalangan oligarki, Jokowi nyaris tak punya mata uang yang bisa ditukarkan. Eksistensi dan legitimasinya sebagai presiden sepenuhnya bergantung pada tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat.

Lagi pula, bila kita melihat jejak politik Jokowi sejak dari Wali Kota Solo, Gubernur Jakarta, hingga sekarang menjadi Presiden, satu-satunya eleman yang paling kokoh menopang kursi kekuasaannya bukanlah lingkaran elite politik dan parpol yang ada di sekitarnya, melainkan dukungan rakyat dan kelas menengah yang sangat militan kepadanya. Selain itu, Jokowi sebenarnya tidak memiliki modal politik apa-apa.

Wim Tohari Daniealdi staf pengajar di FISIP, UNIKOM, Bandung

Simak Video 'Teka-teki Isu Reshuffle yang Seret 'Nama Besar'':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads