Musim akhir pagebluk sebentar lagi akan kita songsong. Namun, keceriaan itu memunculkan kerisauan baru berupa menurunnya permukaan tanah di sekitar kita. Akhir 2020 lalu, Indonesian Water Institute mengabarkan bahwa konsumsi air tanah masyarakat Indonesia meningkat tiga kali lipat seiring peningkatan kebutuhan mandi dan cuci tangan dibandingkan sebelum masa pagebluk. Fenomena yang tidak dapat dinafikan dengan bencana banjir rob di Tanjung Emas Semarang beberapa waktu lalu yang salah satunya disebabkan oleh penurunan permukaan tanah.
Pernyataan Global Report on Water and Disasters berdasarkan Jurnal Internasional dengan judul Challenges on Major Water Related Disaster and Covid-19 Pandemic in Indonesia in 2020-2021 yang ditulis bersama oleh Basuki Hadimuljono, dkk (HELP Secretariat, 2021). Kondisi ini tentu membuat kita tercengang karena setelah kita baru saja terbebas pandemi, kita berhadapan dengan banjir rob di Tanjung Emas Semarang. Pemakaian air secara berlebihan untuk kesehatan selama pandemi ternyata memunculkan permasalahan penurunan permukaan tanah.
Penggunaan air untuk mandi dan mencuci tangan selama pandemi meningkat drastis. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 90.967 responden terkait penerapan protokol kesehatan 3 M atau mencuci tangan dengan sabun sebesar 75 persen. 92 persen masyarakat masih patuh menggunakan masker serta menghindari kerumunan. Secara umum, gambaran hasil survei tersebut menggembirakan, tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan 3M seharusnya berada pada posisi ideal, yakni 3 komponennya berjalan secara paralel.
BPS juga menyatakan bahwa kebutuhan air rumah tangga rata-rata dipasok dari sumber-sumber air dari dalam tanah melalui pompa (15,42%), sumur (27,04%), leding atau saluran langsung (10,66%), serta air minum dalam kemasan yang diambil dari air tanah (31,30%). Sementara, persentase air permukaan dan air hujan sangat rendah, masing-masing 1,43% dan 2,40%. Masyarakat pesisir pantai amat tergantung dengan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih, karena air tanah dianggap mempunyai banyak keunggulan, misalnya kualitas yang baik dan mudah diakses bahkan langsung dari halaman rumah mereka.
Pernyataan Global Report on Water and Disasters berdasarkan Jurnal Internasional dengan judul Challenges on Major Water Related Disaster and Covid-19 Pandemic in Indonesia in 2020-2021 yang ditulis bersama oleh Basuki Hadimuljono, dkk (HELP Secretariat, 2021). Kondisi ini tentu membuat kita tercengang karena setelah kita baru saja terbebas pandemi, kita berhadapan dengan banjir rob di Tanjung Emas Semarang. Pemakaian air secara berlebihan untuk kesehatan selama pandemi ternyata memunculkan permasalahan penurunan permukaan tanah.
Penggunaan air untuk mandi dan mencuci tangan selama pandemi meningkat drastis. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 90.967 responden terkait penerapan protokol kesehatan 3 M atau mencuci tangan dengan sabun sebesar 75 persen. 92 persen masyarakat masih patuh menggunakan masker serta menghindari kerumunan. Secara umum, gambaran hasil survei tersebut menggembirakan, tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan 3M seharusnya berada pada posisi ideal, yakni 3 komponennya berjalan secara paralel.
BPS juga menyatakan bahwa kebutuhan air rumah tangga rata-rata dipasok dari sumber-sumber air dari dalam tanah melalui pompa (15,42%), sumur (27,04%), leding atau saluran langsung (10,66%), serta air minum dalam kemasan yang diambil dari air tanah (31,30%). Sementara, persentase air permukaan dan air hujan sangat rendah, masing-masing 1,43% dan 2,40%. Masyarakat pesisir pantai amat tergantung dengan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih, karena air tanah dianggap mempunyai banyak keunggulan, misalnya kualitas yang baik dan mudah diakses bahkan langsung dari halaman rumah mereka.
Konservasi Air Tanah
Penggunaan air tanah secara berlebihan dapat memicu terjadinya banjir rob. Dari buku Sunarto (2003) dan Desmawan, dkk ( (2012), banjir rob atau banjir pasang surut air laut merupakan pola fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi, atau biasa disebut pasang surut air laut. Faktor-faktor eksternal seperti dorongan air, angin, gelombang yang bergerak dengan sangat jauh meninggalkan daerah pembangkitnya, badai di laut, serta pencairan es kutub dampak dari pemanasan global, juga dapat memicu terjadinya banjir rob.
Faktor eksternalitas lainnya disebabkan oleh aktivitas manusia selama pandemi karena mengeksploitasi air tanah secara berlebihan, dan hal ini dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah. Setelah air tanah berkurang, lapisan tanah menipis menyebabkan amblesnya permukaan tanah serta intrusi air laut. Faktor lainnya, pengerukan alur pelayaran, reklamasi pantai berpotensi mengganggu ekosistem pohon mangrove yang selama ini berperan menahan kawasan pesisir pantai dari abrasi.
Secara keseluruhan, akibat banjir rob meliputi berbagai aspek kehidupan, seperti mengubah fisik lingkungan, penurunan kualitas lingkungan, serta kerugian harta benda.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari air, maka sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan perlu dijaga kelestarian dan kebersihannya. Pemerintah perlu memperkuat pencatatan pengambilan air tanah yang dilakukan masyarakat, mulai dari rumah tangga, program pemerintah, sektor pertanian, hingga pelaku usaha. Berdasarkan pengamatan di tempat tinggal dan tempat kerja saya, jumlah sumur yang tidak tercatat atau yang belum berizin masih jauh lebih banyak daripada sumur berizin atau yang tercatat di pemerintah daerah, dan prediksi saya di daerah-daerah lainpun masih sama.
Pencatatan juga mencakup pengambilan air tanah dari sumur yang dibuat dalam rangka pemenuhan air bersih untuk masyarakat. Selama ini, pendataan pengambilan air tanah untuk Perusahaan Daerah Air Minum atau Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat masih belum optimal. Terutama, daerah-daerah sekitar pelabuhan, pendataan pemakaian air tanah yang besar perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi risiko akibat pengambilan air secara berlebihan.
Dua tahun silam saya masih berdinas di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; saat itu saya juga pernah mengalami banjir rob serupa meskipun tidak sebesar beberapa waktu lalu. Sepengetahuan saya di sana telah ada Peraturan Pemerintah Daerah yang melarang penggunaan air bawah tanah, tinggal implementasi di lapangan yang perlu ditingkatkan agar pemenuhan air minum masyarakat secara bertahap beralih ke sumber-sumber lain yang lebih ekologis. Pengawasan cekungan air tanah di wilayah pertanian juga perlu dilakukan agar tanda-tanda penurunan muka air tanah dapat diketahui lebih dini.
Pengaturan konservasi air tanah dalam UU juga perlu diperluas. Undang-undang Sumber Daya Air di Indonesia selama ini juga belum banyak menyentuh pentingnya konservasi air tanah. Dengan begitu, diharapkan peraturan tersebut semakin menutup segala celah mengambil keuntungan kelompok maupun pribadi terhadap pemberian izin pengusahaan air tanah. Sebagai turunannya, kapasitas pemantau perlu ditingkatkan terutama dalam memecahkan sengkarut pemberian izin usaha air tanah yang dianggap tidak sesuai dengan aturan pajak daerah maupun hak guna air.
Ke depan, jika di lingkungan pelabuhan dikenal dengan Rencana Induk Pelabuhan (RIP), terkait air tanah juga perlu disusun semacam rencana induk ketersediaan air tanah. Sebuah rencana induk yang memadukan serta mendorong sistem dan prosedur pengelolaan air yang berkelanjutan. Akhirnya, potensi penurunan muka tanah dan kekeringan dampak perubahan iklim dapat disikapi sejak awal.
Sebagai penutup, saya menyuplik pernyataan Gilles Erkens, seorang geolog dan peneliti penurunan permukaan tanah dari Universitas Utrecht, Belanda, "Jika air laut meningkat, maka Anda harus mencapai kesepakatan dari seluruh dunia. Dari berbagai sudut pandang, lebih mudah menangani penurunan permukaan tanah karena hanya perlu tanggapan dari warga setempat."
Wahyu Agung Prihartanto Master Marine dari PIP Semarang
Simak juga 'Ganjar Dikomplain Luhut soal Banjir Rob di Semarang':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini