Sebelas murid Yesus terkejut. Yesus Sang Rabi itu tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka setelah wafat. Mereka takut karena menyangka bahwa mereka melihat hantu. Untuk meyakinkan mereka, Sang Rabi lalu menunjukkan tangan dan kaki-Nya. Ia berkata rabalah karena hantu tidak ada daging dan tulangnya. Mereka tambah takut. Sejurus kemudian, Sang Rabi meminta makanan karena lapar. Lalu mereka memberikan sepotong ikan goreng dan memakannya di depan mata mereka.
Tapi, Sang Rabi semakin membuat murid-murid takut. Sebab, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem sampai mereka diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi. Hal ini membuat mereka semakin tidak mengerti dengan ucapan Sang Rabi. Di tengah ketakutan itu, Sang Rabi justru membawa mereka ke dekat Betania. Di situ, Yesus mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka lalu terangkat ke sorga, ke tempat maha tinggi. Murid-murid menjadi saksi dari peristiwa ini.
Dibekap Ketakutan
Manusia adalah makhluk penanya. Peradaban tercipta karena rasa ingin tahu manusia yang selalu penasaran terhadap suatu realitas. Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu. Tapi, terkadang rasa ingin tahu manusia kerap terhalang rasa takut.
Takut adalah perasaan yang sering membekap manusia. Takut berkata jujur, karena takut dijauhi teman. Tak berani bicara terus terang karena takut dimusuhi. Di lingkungan kerja, sikap saling memaklumi adalah sebuah kebiasaan. Seorang karyawan bersikap hipokrit karena takut menyampaikan kebenaran kepada atasan.
Lembaga peradilan memanipulasi kebenaran ketika hendak mengetuk palu keadilan karena ditekan. Para wakil rakyat ragu-ragu menetapkan sebuah aturan karena mendapat bisikan dari suara-suara pelobi. Seringkali kita seperti sikap murid-murid Sang Rabi tadi, yang takut menghadapi kebenaran.
Kehidupan yang Absurd
Selain takut, kita seringkali merasakan rasa absurd di depan realitas. Kadang, kita merasakan kontradiksi dan anomali. Misalnya, orang murah hati tiba-tiba mendapatkan sesuatu yang buruk seperti terkena penyakit. Siswa yang terkenal pandai di sekolah gagal dalam tes UTBK. Siswa yang sering bolos sekolah justru diterima menjadi CPNS.
Atau, virus Covid-19 yang tiba-tiba menjadi penyakit menakutkan. Pun, pada masa pandemi, muncul berbagai pertanyaan yang acap sulit dijawab. Misalnya, dari mana asal virus Covid-19, mengapa banyak varian virus, mengapa banyak dokter yang malah gugur.
Bumi yang berputar secara teratur ternyata memiliki anomali. Dalam kehidupan, kita melihat bahwa orang-orang yang paling sukses sekalipun bisa merasakan hampa. Orang-orang yang teratur menjaga kesehatan tiba-tiba tak berdaya saat tertular virus yang tak kasat mata. Satu keluarga yang sedang asyik berlibur di pantai tiba-tiba meninggal digulung ombak. Hidup tak selalu manis. Kadang acak. Kita bisa mengalami kontradiksi setiap saat.
Ada pengalaman hidup yang membuat kita merasa asing di dunia. Rutinitas sehari-hari juga membuat kita aneh. Bangun, mandi, sarapan, memeriksa HP, kerja, makan siang, kerja, pulang, makan, tidur, dan besok melakukan hal yang sama lagi. Untuk apa melakukan itu semua? Mendapatkan uang? Mencari makan untuk bertahan hidup?
Tak perlu jawaban-jawaban indah untuk menjelaskannya. Ujung-ujungnya, manusia akan sadar bahwa itu semua tanpa alasan pasti. Absurd, tanpa makna. Rasa absurd muncul saat manusia bertanya tentang keberadaannya di Bumi, dan tidak mendapatkan jawaban. Kondisi manusia adalah absurditas, tanpa jawaban. Kalaupun ada jawaban, tak logis, tak masuk akal. Istilah absurditas hendak menunjuk tiadanya landasan apa pun untuk menjelaskan eksistensi kita di dunia ini.
Hikmat di Tengah Absurditas
Hari Kenaikan Yesus Kristus yang diperingati beberapa waktu lalu adalah momen khusus bagi umat Kristiani untuk mengingatkan kasih Allah kepada manusia bahwa kehidupan di Bumi hanya sementara. Ia naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi orang beriman.
Dalam pandangan iman Kristen, kenaikan Yesus ke surga untuk menghadirkan pengharapan bahwa kehidupan kekal setelah kematian itu ada. Absurditas di dunia memang sulit untuk dipahami. Tapi, Tuhan juga hadir di tengah keabsurditasan itu karena ia Sang Maha. Tuhan hadir juga dalam ketakutan dan penderitaan manusia.
Kita harus menyadari bahwa ada hal-hal besar yang bisa terjadi di luar nalar. Kita diajar untuk menghargai hidup. Hargai hidup dengan hikmat. Hikmat merupakan pemberian Tuhan secara cuma-cuma. Dengan berhikmat, kita bisa memetik sebuah makna dari setiap peristiwa.
Dengan berhikmat, kita bisa menjalankan kehidupan pada dilema pilihan-pilihan yang sulit. Kita diminta melakukan tugas-tugas kita sebagai manusia untuk berkontribusi pada kehidupan, minimal pada diri sendiri. Karena suatu saat kita tidak bisa melakukannya lagi.
Jonathan Alfrendi mahasiswa Pascasarjana Pendidikan IPS Universitas Indraprasta
Simak juga 'Aksi Anak Gereja Ciamis Bagikan Hidangan Spesial Lebaran':
(mmu/mmu)