Ketika Ahmad Sahroni mengabarkan semua sponsor ajang olah raga bertaraf internasional itu dari kalangan swasta, sontak saya angkat topi. Salut! Sebagai pengusaha muda dia berhasil menerapkan paradigma berbeda dalam mengelola sebuah event, yakni mengeliminasi semaksimal mungkin peran negara.
Sebuah langkah yang diambil dengan penuh pengetahuan dan kesadaran untuk tidak lagi membebani badan usaha negara karena kondisi keuangan mereka tak semuanya baik-baik saja. PLN misalnya hingga awal tahun ini tercatat memiliki utang sebesar Rp 430 triliun. Karena itu akan terasa kebangetan kalau perusahaan yang telah dibelit utang ratusan triliun itu harus mendonasikan listrik dengan dalih sponsorship. Padahal di sisi lain masyarakat baru saja menerima kenaikan tarif listrik.
Tapi, rupanya saya keliru. Ketiadaan BUMN yang berpartisipasi menjadi sponsor bagi Sahroni seolah wujud kegagalan, bukan sebaliknya. Dia kecewa dengan kondisi tersebut. "Gua memelas minta BUMN untuk bergabung demi bangsa dan negara, bukan memelas demi faktor lain," kata Sahroni kepada para wartawan di kawasan Monas, Kamis (2/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat Instagram-nya dia juga menulis, "BUMN tidak berikan sponsor apapun, PLN untuk kelistrikan juga kami bayar full, maaf nih BUMN tuh kan bagian dari Republik Indonesia kan yah?"
Bendahara Partai Nasdem itu mengaku telah mengajukan proposal kepada Menteri BUMN Erick Thohir tak lama setelah Presiden Joko Widodo yang ditemani Anies Baswedan meninjau sirkuit Formula International E-Prix Jakarta di Ancol pada 25 April.
Pernyataan Sahroni tersebut sontak menuai beragam tafsir. Ada pengamat politik yang segera menyimpulkan telah terjadi intrik politik agar penyelenggaraan Formula E tak optimal, atau ekstremnya gagal. Pelaku utamanya antara lain Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Pariwisata Sandiaga Uno yang notabene mantan pendamping Anies di Provinsi DKI. Ada pula yang menuding Istana terlibat dan berada di balik itu semua. Anehnya, si pengamat sama sekali tak menyinggung Menpora Zainudin Amali meski ini merupakan hajatan olah raga.
Erick dan Sandiaga disebut punya motif untuk menyaingi Anies Baswedan yang elektabilitasnya selalu masuk tiga besar survei sejumlah lembaga. Tafsir semacam itu tentu tak sepenuhnya benar, untuk tidak menyebutnya sumir. Kenapa? Sejak pertengahan November 2021 atau sebelum Sahroni ditunjuk menjadi Ketua Panitia Formula E, Erick sudah menyampaikan sinyal dukungan pada program ini. Ia menyebut ajang ini sebagai event besar yang akan mempromosikan Indonesia kepada dunia. Padahal waktu itu lokasi sirkuit masih belum diputuskan akan dibangun di mana.
Bagaimana dengan Sandiaga? Lewat akun @kemenparekraf.ri dia menyatakan pihaknya sudah memfasilitasi dan memberikan dukungan berupa perizinan dan surat fasilitasi dalam mengurus beberapa kelengkapan penyelenggaraan.
Kehadiran Jokowi meninjau sirkuit pada 25 April lalu pun merupakan sebuah bentuk dukungan politik yang sangat nyata. Padahal para pendukung Jokowi kebanyakan masih menolak dan mempersoalkan event tersebut. Belakangan Jokowi juga mengungkapkan bagaimana pemerintah lewat Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan mempermudah proses izin barang barang yang masuk.
Di pihak lain, Anies Baswedan seperti tak mengapresiasi dukungan politik semacam itu. Terkait pemindahan lokasi sirkuit dari Monas ke Ancol, misalnya, dia memilih diksi "diusir" dari Monas, bukan "digeser". Hal itu dia sampaikan dalam acara PKS DKI akhir Mei lalu.
Kembali ke sikap Sahroni yang emosional karena BUMN ogah mensponsori ajang Formula E, tentu patut disayangkan. Apalagi hal itu disampaikan pada 'injury time'. Sikap ini mencederai kerja-kerja profesional yang telah diperlihatkan sebelumnya.
Sebulan setelah ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pelaksana Formula E pada akhir November 2021, misalnya, Sahroni mengungkapkan bahwa lokasi sirkuit balap mobil listrik akan dibangun di Ancol. Dua bulan kemudian, Ahmad Sahroni juga memamerkan proses pengerjaan sirkuit. Kala itu ia menargetkan pembangunan sirkuit akan selesai dalam 60 hari, dan benar. Karena itu pada awal Mei dia bisa mencoba sirkuit dengan Tesla miliknya.
Tak heran bila kemudian Kementerian BUMN lewat staf khusus, Arya Sinulingga seperti menyerang balik. Dalam mendukung event besar dan berskala internasional, kata dia, BUMN memerlukan waktu untuk melakukan proses pengkajian sponsorship. Juga untuk melakukan pengkajian secara kelayakan bisnis dan model kerja sama agar memenuhi prinsip good corporate governance.
BUMN, ia melanjutkan, lazimnya menerima proposal ajang berskala nasional dan internasional paling cepat tiga bulan sebelum acara atau bahkan setahun sebelumnya. Tapi dalam kasus Formula E, proposal baru diterima dalam hitungan kurang dari sepekan. "Pertamina terima tanggal 25 Mei, BNI dan Mandiri kabarnya tanggal 27 Mei, Pelindo 18 Mei," ujar Arya.
Bila benar seperti itu, tentu panitia sangat jauh dari profesional. Cenderung melakukan fait accompli --untuk tidak menyebutnya sebagai upaya "pemalakan" belaka. Saya tak yakin hal serupa dilakukan panitia terhadap kalangan swasta.
Secara normatif, kegiatan sponsor itu banyak pertimbangannya. Terutama seperti keterkaitan jenis kegiatan dan spektrum penonton target dengan bisnis atau produk perusahaan. Biasanya sponsorship yang berbiaya besar selalu melibatkan BUMN sasaran dengan penyelenggara kegiatan sejak awal perencanaan. Beda halnya jika hanya sekadar kontribusi, maka dukungan pembiayaan, placement produk atau logo.
Alih-alih menyodorkan data sejak kapan dan bagaimana panitia mendapatkan sponsor dari swasta, Ahmad Sahroni justru kembali menyalahkan BUMN yang ditudingnya tak proaktif meminta jadi sponsor. Nah, lo!
Dengan sikapnya itu, Sahroni ibarat "menepuk air di dulang terpercik muka sendiri". Andai dia benar-benar lurus dan tulus seperti diperlihatkan sebelumnya, niscaya sebagai ketua panitia dia bisa ikut menuai berkah. Ajang Formula E akan dicatat bukan cuma karya Anies Baswedan, tapi juga dirinya yang mengemban amanat sebagai orang lapangan.
Bila lewat spanduk yang ditebarnya sejak awal 2021 Sahroni bermimpi jadi presiden sebagai call tinggi, menjadi pengganti Anies Baswedan memimpin DKI tentu menjadi lebih realistis. Sebab dengan menjadi ketua panitia Formula E, wajah dan suaranya kerap tampil di media-media arus utama.
Sudrajat wartawan detikcom; tulisan ini pendapat pribadi, bukan mewakili sikap redaksi
Simak Video 'Ahmad Sahroni Buka-bukaan Nasib Sirkuit Ancol Usai Formula E':