Pemilu Presiden 2024 bukan hanya sebuah ajang untuk mencari pengganti Presiden Joko Widodo, tetapi juga pertaruhan besar bagi rezim berkuasa hari ini. Presiden Jokowi sedang berhadapan dengan sebuah permainan berisiko tinggi. Jika ikut terjun ke gelanggang, Presiden bisa saja merobohkan bangunan kekuatan yang sudah dikerjakan selama ini.
Sebagai tokoh pinggiran dalam sebuah partai politik, Presiden Jokowi memiliki tuntutan yang lebih besar untuk menjaga harmoni semua kekuatan pendukung pemerintahannya. Sebagaimana prinsip kekuasaan di Tanah Jawa, raja harus melampaui semua konflik dari berbagai kekuatan politik.
Tentunya, pilihan untuk berkonflik dengan kekuatan yang pernah menjadi pendukungnya akan membuat Presiden Jokowi menghadapi sebuah dilema. Kaki-kaki politik pemerintahannya bisa saja akan menjadi semakin rapuh, patah, kemudian berserakan.
Akuisisi kekuatan lawan dan politik akomodasi yang sudah dikerjakan selama ini berpotensi untuk porak-poranda. Rival politik yang sudah berjabat tangan bisa saja berhitung kembali.
Jagoan yang diusung Presiden Jokowi besar kemungkinan tidak akan sama dengan aspirasi seluruh partai pendukung. Saat ini, partai pendukung pemerintah terus melakukan safari. Partai politik harus berupaya mencari keuntungan terbesar dalam setiap momen politik.
Kekuasaan Presiden Jokowi akan segera berakhir, namun tidak ada partai yang merasa jenuh duduk di kursi empuk istana. Yang paling penting diingat, umur kekuasaan sebuah partai politik pasti akan lebih panjang daripada umur kekuasaan Presiden Jokowi. Bukan perkara sederhana mempertemukan maunya Presiden Jokowi dan kehendak partai politik.
Berkaca pada Pilpres 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil sebuah pilihan radikal, yakni tidak ikut mengusung satupun kandidat capres. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Presiden SBY tentu tidak menganggap Pilpres 2014 sebagai pertarungan prioritasnya.
Pemilihan legislatif sudah digelar lebih dahulu, maka pilihan dalam pemilu presiden tidak akan mempengaruhi perolehan Partai Demokrat. Ditambah lagi, tidak ada kader Partai Demokrat terlibat dalam pertarungan. Pilihan untuk tidak memilih dinilai baik untuk menyelamatkan partai.
Bagi seorang ketua umum partai, usia kekuasaan partai merupakan prioritas. Namun, Presiden Jokowi bukan seorang ketua umum partai yang bertanggung jawab penuh pada raihan kursi di legislatif. Sulit menemukan keuntungan yang terukur dari keterlibatan Presiden Jokowi dalam pertarungan Pilpres 2024.
Ditambah lagi, relawan pendukung Presiden Jokowi juga sepertinya memiliki preferensi sendiri. Dalam Rakernas Projo di Magelang Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu, nuansa dukungan pada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sudah sangat terasa. Apakah Presiden Jokowi punya pilihan yang sama juga? Belum tentu.
Pilihan untuk berseberangan dengan kehendak loyalisnya bakal menjadi salah satu risiko yang dihadapi oleh Presiden Joko Widodo. Apalagi, Wakil Menteri Desa yang juga Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi sudah ikut dalam acara deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu besutan Partai Golkar, PAN, dan PPP.
Dampak terhadap roda pemerintahan tentunya juga cukup besar. Jika Presiden Jokowi ikut bertarung, maka semua anggota kabinetnya pun sulit untuk dibendung untuk terlibat. Gubernur penjabat sampai kepala desa juga akan terseret ke dalam arena.
Selain itu, kekuatan anti-Jokowi juga akan semakin terkonsolidasi. Lebih buruk lagi jika berbeda pilihan dengan PDI Perjuangan, Presiden Jokowi akan berhadapan dengan sebuah ombak besar.
Yang tidak kalah penting adalah keberadaan anak dan menantu Presiden Jokowi dalam gelanggang politik hari ini. Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, merupakan kader PDI Perjuangan. Konstalasi Pilpres 2024 nanti tentu akan berpengaruh pada masa depan kariernya di partai.
Akhir kata, Presiden Amerika Serikat George Washington pernah memberikan contoh bagi semua presiden di negaranya. Setelah menyelesaikan jabatannya, dia kembali bekerja di perpustakaan kebun anggur, kembali menjadi rakyat, menjalani hidup yang jauh dari panggung politik yang menyilaukan.
Bagi orang yang berkuasa, pilihan untuk tidak menggunakan kekuasaan akan membuatnya selalu dikenang dan diteladani oleh generasi ke generasi. Lalu, contoh apa yang hendak ditinggalkan Presiden Jokowi? Kita tunggu saja di Pilpres 2024 nanti.
Arie Putra Co-founder Total Politik, Host Acara Adu Perspektif detikcom X Total Politik
(mmu/mmu)