Total Cost of Ownership (TCO) atau Total Biaya Kepemilikan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan konsumen untuk mempertimbangkan dalam membeli atau memiliki suatu produk baru, seperti kendaraan listrik. Definisi dari TCO sendiri merupakan filosofi yang ditujukan untuk menghitung besarnya biaya yang sebenarnya dalam membeli suatu produk. Konsumen yang smart pasti familiar dengan TCO ini.
Faktanya, sebagian besar konsumen masih mengabaikannya dalam membandingkan suatu produk ketika melakukan pembelian. Mereka hanya terpaku terhadap besarnya harga jual yang ditawarkan tanpa melihat biaya-biaya lainnya yang juga ikut dikeluarkan saat masa kepemilikan. Contohnya, total biaya operasional yang menjadi pengeluaran terbesar, yang meliputi biaya konsumsi energi selama masa kepemilikan.
Faktanya, sebagian besar konsumen masih mengabaikannya dalam membandingkan suatu produk ketika melakukan pembelian. Mereka hanya terpaku terhadap besarnya harga jual yang ditawarkan tanpa melihat biaya-biaya lainnya yang juga ikut dikeluarkan saat masa kepemilikan. Contohnya, total biaya operasional yang menjadi pengeluaran terbesar, yang meliputi biaya konsumsi energi selama masa kepemilikan.
Penerapan TCO di masa lalu telah banyak dilakukan; pendekatan ini telah banyak dikaji pada beberapa penelitian terdahulu sebagai alat analisis biaya pengadaan pada suatu organisasi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh National Association of Purchasing Management (NAPM) pada 1991 terhadap anggotanya, sebesar 85% dari total responden menyatakan familiar dengan pendekatan TCO.
Kemudian untuk memberikan wawasan lebih lanjut, dilakukan survei tambahan terhadap sekelompok manajer purchasing yang menghadiri lokakarya penghematan biaya pada Konferensi Internasional Tahunan NAPM pada 1991. Dari seratus tiga manajer yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut, hanya 18% yang menggunakan pendekatan TCO formal, 58% menggunakan pendekatan TCO secara informal, serta 24% menunjukkan bahwa mereka tidak berusaha menggunakan TCO dalam menganalisis pembelian. Jika TCO tidak dipertimbangkan, maka dapat mempengaruhi bagaimana keputusan yang akan dihasilkan.
Dalam praktiknya masa kini, TCO mulai diterapkan secara luas dalam mempertimbangkan keputusan investasi perusahaan, analisis sistem produksi, analisis pengembangan infrastruktur, serta dalam keputusan pembelian produk. Contoh penerapan TCO dalam keputusan pembelian produk adalah pada saat melakukan pembelian kendaraan listrik untuk membandingkannya dengan kendaraan konvensional atau berbahan bakar bensin. Selain itu, beberapa website otomotif kendaraan listrik juga mulai memberikan fasilitas adanya TCO kalkulator untuk menunjukkan salah satu keunggulan dari kendaraan listrik tersebut dari segi biaya.
Pendekatan TCO formal adalah pendekatan yang mempertimbangkan secara eksplisit faktor biaya selain harga sebagai bagian dari biaya dalam menjalankan bisnis, seperti dalam pemilihan pemasok tertentu. Sedangkan pendekatan TCO informal adalah metode di mana faktor biaya di luar harga (faktor-faktor yang berdampak pada persepsi perusahaan terhadap pemasok) dipertimbangkan secara informal atau tidak dipertimbangkan secara khusus dalam total biaya saat melakukan pembelian pada pemasok tertentu.
Secara umum, TCO sendiri memiliki banyak sekali manfaat yang dirangkum pada penelitian Parkhi pada 2014. Mulai dari manfaatnya dalam mengeluarkan biaya kepemilikan yang 'tersembunyi' hingga menjadi alat untuk mendukung peningkatan berkelanjutan atau continuous improvement. Sedangkan hambatan dari implementasi TCO adalah informasi yang digunakan harus memadai agar menghasilkan keputusan yang benar-benar tepat, serta jika tujuan dan hasil yang diinginkan dari TCO tidak dikomunikasikan dengan baik di antara orang-orang dalam organisasi, maka ada keraguan atau bahkan penolakan untuk berbagi data.
Ada Beberapa faktor yang berperan dalam keputusan konsumen dalam pembelian kendaraan listrik. Faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu moneter (seperti harga beli, pajak, biaya operasional, biaya parkir, dan biaya lainnya) dan non moneter (seperti jarak tempuh, ukuran, berat, sikap, waktu pengisian, stasiun pengisian). Kelompok moneter inilah yang biasanya didekati dengan pendekatan TCO.
Selain itu, pentingnya penerapan TCO dalam melakukan pembelian kendaraan listrik nyatanya tidak hanya memiliki manfaat bagi konsumen saja. Tetapi dapat menjadi dasar bagi pemerintah dalam memberikan subsidi atau insentif untuk membuat nilai TCO kendaraan listrik ini semakin unggul dibandingkan dengan kendaraan konvensional yang menjadi kendaraan utama masyarakat.
Seperti pada penelitian di AS pada 2019; penerapan TCO digunakan untuk membandingkan kendaraan ringan (mobil dan truk kecil) untuk menilai bagaimana pengaruh penggunaan bahan bakar dan menilai efek adanya standar Corporate Average Fuel Economy (CAFE). Selanjutnya, penelitian di Singapura pada 2019 terkait implementasi TCO mencoba membandingkan 17 merek mobil untuk membuat model bisnis baru dalam menyusun strategi promosi adopsi kendaraan listrik di Singapura.
Selanjutnya, penelitian di Belgia pada 2017 juga membandingkan mobil penumpang dan pribadi untuk memaksimalkan Renewable Energy Sources (RES) yang digunakan, menjamin status biaya dan meminimalkan biaya. Terakhir, penelitian di Indonesia pada 2019 juga memberikan studi perbandingan mobil listrik dan konvensional untuk mempertimbangkan aspek sosial dalam menganalisis manfaat adanya insentif seperti diskon pajak maupun adanya pembebasan biaya parkir untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik.
Makin Populer
Saat ini, kendaraan listrik juga menjadi semakin populer di Indonesia. Tidak hanya dilirik oleh para pengadopsi yang paham teknologi, tetapi masyarakat yang jauh lebih luas pun ikut meliriknya. Para mitra perusahaan ojek daring pun mulai beraktivitas dengan sepeda motor listrik yang secara tidak langsung ikut mengkampanyekan kepada masyarakat untuk ikut menggunakan kendaraan listrik.
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan dari realisasi Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pengurangan pembuangan GHG atau Greenhouse Gas. Menurut laporan analisis BPPT (2021), pemerintah juga mensosialisasikan penggunaan sepeda motor dan mobil listrik, yang dilanjutkan dengan penerbitan 17 insentif untuk mobil listrik lewat peraturan tersebut.
Pada 2025, pemerintah juga menargetkan sebanyak 2,1 juta unit sepeda motor listrik dan 2,2 ribu unit mobil listrik. Sayangnya, populasi sepeda motor listrik hingga akhir Agustus 2020 belum mencapai 2000 unit dan ini menunjukkan pangsa pasar hanya 0,095% dari target pemerintah. Fakta ini menunjukkan bahwa adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih sangat rendah. Salah satu alasannya karena masyarakat belum menyadari besarnya penghematan biaya operasional dengan menggunakan kendaraan listrik, seperti meremehkan keuntungan biaya yang cukup besar dari biaya konsumsi energi.
Oleh karena itu, konsumen perlu menggunakan TCO untuk menjawab keraguan dalam beralih menggunakan kendaraan listrik tersebut. Lantas apa saja sebenarnya komponen biaya dari TCO tersebut? Dalam pertimbangan pembelian kendaraan listrik sebagai transportasi berkelanjutan, komponen TCO ini dapat di-breakdown berdasarkan sudut pandang sustainable atau ramah lingkungan.
TCO ini dapat dibagi menjadi tiga komponen biaya yaitu berorientasi konsumen, sosial, dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat digolongkan sebagai pendekatan TCO secara formal karena semua aspek non harga ikut dipertimbangkan dalam biaya. Pertama, TCO orientasi konsumen disebut sebagai biaya internal karena merupakan semua biaya yang harus ditanggung dan dibayarkan secara langsung oleh pengguna selama masa kepemilikan.
Selanjutnya, biaya sosial dan biaya lingkungan disebut sebagai biaya eksternal, karena merupakan besarnya biaya yang secara tidak langsung harus dibayar, namun harus ditanggung akibat dampak yang dihasilkan dari penggunaannya. Elemen biaya yang menyusun ketiga aspek tersebut lebih jelasnya terdiri dari sebagai berikut:
Biaya Konsumen terdiri dari Harga beli kendaraan, nilai residu kendaraan, biaya operasional (biaya konsumsi energi, biaya perbaikan dan perawatan, biaya asuransi, biaya pajak). Biaya Sosial terdiri dari Biaya kerugian waktu pengisian bahan, biaya kerugian waktu perawatan, biaya emisi terhadap Kesehatan. Biaya Lingkungan terdiri dari Biaya emisi kualitas udara, biaya emisi gas rumah kaca, biaya kebisingan.
Ketiga komponen tersebut kemudian diakumulasikan menjadi nilai TCO total sebagai dasar pembanding dari kendaraan listrik dengan kendaraan bensin dalam keputusan pembelian. Untuk memudahkan proses perhitungan, komponen biaya tersebut dapat dimodelkan secara umum seperti berikut. TCO = Harga Beli + Biaya Operasional - Nilai Residu + Biaya Sosial + Biaya Lingkungan
Kemudian dilakukan percobaan perhitungan menggunakan formulasi tersebut dengan contoh studi kasus pada sepeda motor bensin yang cukup populer yang dibandingkan dengan sepeda motor listrik yang memiliki spesifikasi cukup mirip. Dalam hal ini, asumsi rata-rata masa kepemilikan sepeda motor selama 6 tahun dengan pertimbangan rata-rata masa habis garansi dan survei pada marketplace.
Sedangkan jarak tempuh tahunan yang digunakan pada kasus ini yaitu 5000 km yang diverifikasi oleh hasil survei responden dari penelitian Afraah dkk pada 2021. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penghematan pada sepeda motor listrik sebesar 51% atau setara dengan 30 juta-an dibandingkan sepeda motor konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan peneliti, sebesar 89% penghematan biaya operasional pada sepeda motor listrik menunjukkan nilai penghematan yang sangat signifikan dibandingkan sepeda motor bensin, meskipun harga jualnya cenderung sedikit lebih tinggi. Biaya operasional ini merupakan akumulasi beberapa elemen biaya yang meliputi biaya konsumsi energi, perbaikan dan penggantian, asuransi, pajak, parkir, dan biaya bunga pinjaman.
Pertama, rendahnya biaya konsumsi energi pada sepeda motor listrik disebabkan oleh rendahnya biaya pengisian yang hanya berkisar Rp7000-8000 per charging dan dapat menempuh jarak 50-70 km.
Kedua, biaya perbaikan dan penggantian dari sepeda motor listrik juga cenderung lebih murah karena frekuensi waktu perbaikannya lebih rendah dan komponen yang memerlukan penggantian lebih sedikit yaitu belt dan kampas rem.
Ketiga, besarnya biaya pajak pada sepeda motor listrik juga menunjukkan nilai yang lebih rendah karena mendapatkan subsidi dari pemerintah yaitu besarnya tarif pajak progresif sebesar 0% berdasarkan Peraturan Presiden No 55 tahun 2019, Pasal 19 Ayat 3.
Keempat, biaya asuransi dan bunga pinjaman pada sepeda motor listrik memiliki nilai yang lebih tinggi karena menyesuaikan besarnya harga jual dari sepeda motor tersebut. Namun, kedua aspek biaya ini memiliki kekurangan karena support atau penyedia lembaga pembiayaan atau asuransi yang masih terbatas pada sepeda motor listrik dibandingkan sepeda motor konvensional.
Kelima, besarnya biaya parkir pada sepeda motor konvensional dipengaruhi karena frekuensi sepeda motor konvensional yang dinilai masih lebih tinggi dibandingkan sepeda motor listrik yang belum menjadi kendaraan utama. Selain itu, aspek biaya parkir ini dapat menjadi salah satu skenario untuk meningkatkan penghematan biaya operasional seperti adanya pembebasan biaya parkir bagi sepeda motor listrik seperti di Italia. Namun, ketika kebijakan parkir gratis ini direalisasikan, pemerintah juga harus memberikan subsidi kepada petugas parkir yang bersangkutan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat adanya kebijakan tersebut.
Begitupun tingginya nilai residu juga memiliki nilai lebih tinggi karena dipengaruhi oleh harga beli diawal yang lebih tinggi. Meskipun nilai residu pada sepeda motor tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi, keterbatasan dealer maupun minat konsumen terhadap sepeda motor listrik dapat menurunkan nilai residu tau resale value tersebut. Sehingga, diasumsikan dalam kasus ini pada masa akhir kepemilikan atau tahun ke-6, market share dari sepeda motor listrik dapat meningkat secara signifikan.
Elemen biaya yang menyebabkan tingginya biaya sosial sepeda motor listrik yaitu biaya kerugian pengisian. Hal tersebut disebabkan karena sepeda motor listrik membutuhkan beberapa jam hingga pengisian terisi penuh dibandingkan dengan sepeda motor konvensional yang hanya membutuhkan beberapa menit ketika pengisian.
Oleh karena itu, skenario yang dapat menjadi solusi dalam masalah tersebut adalah dengan penambahan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dengan model fast charging yang memiliki efisiensi 87%. Selain itu, permasalahan tersebut juga dapat diatasi dengan inovasi adanya Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) yang hanya membutuhkan waktu 3-5 menit.
Sedangkan elemen biaya lainnya, sepeda motor listrik memiliki nilai yang lebih unggul dibandingkan sepeda motor konvensional karena persentase emisi sepeda motor konvensional yang lebih tinggi, baik emisi kualitas udara lokal (CO, NOx, VOC, SOx, PM10) maupun emisi gas rumah kaca (CH4, N2O, CO2).
Konsumen perlu cerdas menghadapi perubahan zaman dengan punya pegangan dalam menentukan pilihan dalam beralih dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik. TCO menjadi metode yang dapat dipakai untuk konsumen untuk menetapkan pilihannya karena telah mengakomodasi seluruh manfaat dan biaya yang harus diterima dan dikeluarkan konsumen selama satu periode hidup. Berdasarkan kajian dari penelitian Research Group Industrial Engineering and Techno-economic, kendaraan listrik khususnya sepeda motor listrik sudah ada di ujung hilirasi yang tidak mungkin terbendung yang dibuktikan dengan perbandingan TCO.
Prof. Dr. Wahyudi Sutopo, S.T, M.Si, IPM Kadiv Hubungan Industri dan Komersialisasi PUI Baterai Lithium UNS dan Sayyidah Maulidatul Afraah, S.T mahasiswa Magister Teknik Industri/Asisten Peneliti PUI Baterai Lithium UNS
Simak juga 'Terungkap! Ini Sebab Baterai Kendaraan Listrik Sering Terbakar':
(mmu/mmu)