Selepas sahur sembari menyeruput jahe hangat racikan istri, saya mendapati posting-an menarik di salah satu akun Instagram, "Puasa adalah api, karena dengan berpuasa nafsu dan keinginan duniawi kita akan terbakar." Di situ tertulis juga teks Bahasa Inggrisnya yang dikutip dari Divan e-Shams e-Tabrizi, fasting is fire, because by fasting our worldly passions and desires will burn. Sejumput kutipan Maulana Jalaluddin Rumi yang berjumlah tiga belas kata dalam bahasa Indonesia itu mendapat like sebanyak 8,6 K sekian, sebuah angka yang tinggi dibanding posting-an lainnya di akun yang mempublikasikannya, yang rata-rata hanya mendapat 2-3 K like.
Sebagai kaum yang gemar berlalu-lalang dan mempublikasi konten-konten di Instagram dan media sosial lainnya, saya menemukan formula bahwa posting-an yang mengantongi puluhan ribu bahkan ratusan ribu like memang cenderung konten-konten yang relevan dan mewakili perasaan banyak orang yang aktif di media sosial itu.
Bisa dipastikan di bulan Ramadan ini tentu saja jagad maya kita dipenuhi oleh tema-tema seputar Ramadan dan segala sisi istimewanya yang bisa diulik secara mendalam. Mengapa demikian? Sudah pasti karena momentumnya mengharuskan seperti itu; topik yang sedang banyak diperbincangkan seringkali menjadi topik pilihan untuk dimunculkan pula dengan kemasan yang lain, begitulah roda algoritma berjalan dan berkembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Surat al-Baqarah ayat 185: "Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda (al-furqan)." Kiai Aguk Irawan MN mengutip An-Nawawi dalam kitabnya Tahdzibul Asma wal Lughat menyebutkan beberapa pendapat ahli bahasa terkait asal penamaan Ramadan, satu di antaranya yang paling dipercaya diambil dari kata ar-Ramd, yang artinya panasnya batu karena terkena terik matahari. Sehingga bulan ini dinamakan Ramadan, musim menahan makan-minum dan bertepatan dengan musim panas yang paceklik.
Puasa adalah api yang membakar nafsu dan keinginan duniawi sebagaimana kutipan mutiara Maulana Rumi di atas tadi memiliki rumpun yang sama dengan terminologi An-Nawawi yang menyebut Ramadan sebagai panasnya batu karena terik matahari, sebuah musim yang tercipta untuk latihan menahan lapar, dahaga, dan hubungan badan bagi suami -stri, juga menahan diri dari segala hal menjauhkan diri dari Allah bagi pelaku puasa yang levelnya khusus.
Ramadan dan puasa adalah momentum pembentukan algoritma yang baku untuk bulan-bulan setelahnya. Di dalam Ramadan kita mendapat banyak pelatihan untuk bergegas beribadah baik secara kolektif maupun mandiri. Lihatlah, di sana-sini masjid menjadi begitu padat dan gemuruh oleh dentuman tadarus Alquran, musik patrol sahur yang khas di desa-desa, suara sirine pertanda azan magrib maupun pertanda imsyak di kota-kota, hingga suara ledakan kecil aneka petasan adik-adik yang dibarengi dengan tawa gembira mereka.
Bisa dihitung jumlah shaf di masjid ketika Ramadan nyaris terisi penuh oleh semua umur bahkan ketika jamaah subuh yang di luar Ramadan biasanya hanya diisi oleh barisan kaki orang tua. Ya, Ramadan adalah bulan spesial dan sangat berkesan. Mengapa di bulan Ramadan kaki kita terasa ringan berjalan menuju masjid saat azan subuh berkumandang? Atau, mengapa hanya di bulan Ramadan saja kita bisa bangun jam tiga malam untuk melaksanakan sahur? Padahal di hari-hari biasa rasa-rasanya begitu berat untuk sekadar bangun tengah malam, mengambil wudu, apalagi jamaah salat subuh di masjid.
Algoritma Khusus
Algoritma sebagaimana dikatakan Kani, M. Kom dalam bukunya yang berjudul Algoritma dan Pemograman Penulis, adalah suatu upaya dengan urutan operasi yang disusun secara logis dan sistematis untuk menyelesaikan suatu masalah untuk menghasilkan suatu output tertentu. Algoritma bermuasal dari kata algoris dan ritmis yang pertama kali diperkenalkan oleh Abu Ja'far Muhammad Ibn Musa Al Khwarizmi pada 825 M di dalam bukunya Al-Jabr Wa-al Muqabla.
Dalam teritorial pemrograman, algoritma didefnisikan sebagai metode yang terdiri dari serangkaian langkah yang terstruktur dan sistematis untuk menyelesaikan masalah dengan bantuan komputer. Pada mesin telusur Google, Algoritma adalah sistem kompleks yang digunakan untuk mengambil data dari indeks penelusuran dan langsung memberikan hasil terbaik untuk kueri. Bagaimana dengan algoritma media sosial?
Algoritma terdefinisi sebagai aturan matematika yang menentukan bagaimana pengguna akan melihat konten di akun media sosial mereka. Algoritma mengurutkan posting berdasarkan feed relevansi konten yang diterbitkan untuk pengguna tertentu, dipastikan oleh perilaku pengguna. Dengan adanya algoritma ini lalu lintas mengalir ke platform mereka secara terus-menerus, dan oleh karena itu, relevansi lebih diutamakan daripada urutan kronologis.
Nah, pada konteks Ramadan, Allah menciptakan Ramadan sebagai 'ruang belajar' yang memiliki algoritma khusus bagi kaum beriman untuk pembentukan karakter, membangun rutinitas ibadah yang ringan dan memompa keimanan dalam rangka kenaikan kelas ketakwaan kita. Di 'ruang belajar' ini kita mendapat algoritma yang membawa kita semakin intens mengingat Allah (hablum minallah) juga semakin kerap berinteraksi dengan sesama manusia (hablum minan-nas), baik ketika salat jamaah atau ketika belanja di pasar-pasar Ramadan tiap hari.
Algoritma Ramadan tentu saja berpijak pada basis data yang mengakar kuat yaitu surat Al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Dari algoritma Ramadan yang istimewa itu kita kemudian mengenal dan melaksanakan wajib puasa, syarat sah puasa, rukun puasa, sunah puasa, makruh dilakukan saat berpuasa, dan hal-hal yang membatalkan puasa.
Bahkan mendapat bonus bisa bangun tengah malam untuk sahur dan kuat berjamaah salat subuh, gemar berbagi, dan rutin nderes Alquran dengan enjoy tanpa rasa malas. Maka perlu kiranya merawat algoritma Ramadan yang telah membentuk ritmis religius dan membawa kita kepada kebiasaan-kebiasaan baik nan mulia itu. Merawatnya dengan tetap gemar melakukan hal-hal baik sebagaimana saat bulan Ramadan, secara istikamah di bulan-bulan setelahnya, hingga bertemu Ramadan lagi. Syukur-syukur menjadi sistem yang permanen untuk semakin bertakwa kepada Allah.
Ali Adhim Kepala Sekolah SMK Peradaban Desa Baitul Kilmah, kreator konten Instagram Dawuh Guru