Memperingati Jumat Agung dan Paskah 2022 ini, sebagai seorang Nasrani saya teringat pada buku puisi spiritual berjudul Sang Mesias karya Pastor Fritz Meko. Saya ikut acara bedah buku ini pada 2 April 2022 lalu di Kupang. Semua puisi beliau terinspirasi dari Kitab Injil yaitu tentang kelahiran hingga kebangkitan Sang Mesias.
Salah satu puisi tentang peristiwa Jumat Agung berjudul Di Bukit Tengkorak. Dalam puisi ini, ada dua kata yang dipilih Pastor Fritz Meko untuk menggambarkan dikotomi umum sikap manusia saat menghadapi sebuah peristiwa. Ketua kata tersebut yaitu tulus dan culas.
Anomali Apresiasi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam peristiwa penyaliban Sang Mesias, ada kelompok manusia yang begitu culas sehingga menutup mata terhadap kebenaran. Mereka culas terhadap kebenaran sehingga menyalibkan Sang Mesias, orang yang jelas-jelas terbukti membuat banyak kebaikan. Dan, anehnya mereka membebaskan Barabas yang terbukti membuat kejahatan.
Fenomena yang dialami Sang Mesias ini merupakan sebuah anomali dalam mengapresiasi seseorang. Orang baik dihukum dan orang jahat malah dimaklumi lalu dibebaskan. Tak pelak dalam kehidupan berbangsa kita fenomena seperti ini juga kadang terjadi. Tampaknya, fenomena ini pula yang sedang dihadapi oleh Dokter Terawan.
Banyak pihak, bahkan tokoh-tokoh bangsa memberi testimoni bahwa praktik pengobatan Dokter Terawan sangat bermanfaat (baik). Namun nyatanya, ia diberi sanksi oleh organisasi profesinya dengan alasan yang dinilai banyak pihak tidak proporsional.
Ada juga kasus Nurhayati di Cirebon yang melaporkan kasus korupsi dana desa, namun justru dia ditetapkan menjadi tersangka, walau tidak cukup bukti. Hingga akhirnya pada Maret 2022 lalu kasus Nurhayati resmi disetop oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon.
Ada juga Sabastianus Naitili, siswa SMA di TTU pernah dilaporkan ke polisi. Ia dilaporkan karena mempertanyakan pungutan liar dana beasiswa PIP yang dilakukan oknum guru SD beberapa tahun lalu. Kasus Sabastianus kemudian diselesaikan lewat mekanisme restorasi justice.
Sementara itu, jika kita menilik ke belakang, ada beberapa peristiwa di mana orang yang jelas-jelas melanggar aturan hukum justru diapresiasi dan diangkat menjadi duta bagi bangsa ini. Sebut saja Zaskia Gotik yang pernah mencela atau menghina lambang negara, justru diangkat menjadi Duta Pancasila. Pada 2021 lalu, Nawir, seorang pria yang melanggar protokol kesehatan kemudian justru diangkat menjadi duta masker.
Sudah banyak kasus kontroversial di mana penerapan aturan hukum justru menghukum pihak yang sedang memperjuangkan kebenaran hukum. Dan, sebaliknya pihak yang melawan hukum kemudian dielu-elukan. Apakah tatanan hukum dan kebangsaan kita sedang sakit? Ataukah kita hanya sedang memberi kesempatan kedua kepada pelanggar hukum agar bertobat?
Kebenaran Terbukti
Puisi Pastor Fritz Meko tentang kebangkitan Yesus dalam buku Sang Mesias diberi judul Kebenaran Terbukti. Di akhir puisinya beliau menulis: Ia sudah bangkit jaya, membiarkan keselamatan berteduh dalam sejarah perjuangan umat manusia.
Suatu saat saya mendengarkan khotbah Paskah di Kupang dari Pendeta Yandi Manobe. Dalam khotbahnya beliau menyampaikan bahwa Sang Mesias akhirnya disalibkan dan mati di Bukit Golgota. Sebelum kematian Sang Mesias, para murid-Nya sempat ragu-ragu. Namun setelah para murid melihat kebangkitan Sang Mesias, mereka menjadi percaya bahkan rela memberi nyawa demi keyakinan ini.
Kebangkitan Sang Mesias menunjukkan bahwa kebenaran itu lebih kuat daripada dusta dan penipuan. Dusta mahkamah agama kala itu untuk membelokkan sejarah kebangkitan Sang Mesias gagal. Tomas, murid Sang Mesias yang paling ragu pun akhirnya percaya. Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.
Kebangkitan Sang Mesias mengembuskan optimisme di dalam kehidupan setiap pribadi, kelompok, maupun kehidupan berbangsa. Bahwa upaya yang benar untuk kebenaran akan membuahkan hasil yang "manis", meski ketidakbenaran berupaya membungkamnya.
Dalam pengusutan kasus pidana, ada kredo yang terkenal: tidak ada kejahatan yang sempurna. Semua kejahatan yang disembunyikan, cepat atau lambat, pasti suatu ketika akan diketahui dan dipertanggungjawabkan. Kalau tidak dipertanggungjawabkan di dunia, maka kelak di akhirat. Kalau bukan dipertanggungjawabkan oleh pelaku, maka kelak oleh keturunannya.
Beberapa hari lalu saya berbincang dengan seorang saudara bernama Yanto. Kami bercerita tentang berkat Tuhan melalui hasil panen padi di Pantar Barat-Alor yang sekali tanam tapi bisa dipanen berkali-kali hingga lumbung penuh. Untuk mengalami keajaiban ini, syaratnya seluruh anggota keluarga mesti akur semua (bandingkan Mazmur: 133).
Saat keluarga Yanto sedang mengalami kelimpahan panen, ternyata ada keluarga lain yang iri lalu menggunakan kuasa gelap untuk mengurangi hasil panen. Meski kemudian keluarga Yanto berkekurangan, tapi tidak sampai kelaparan. Tuhan tetap memberkati keluarganya. Sedangkan keluarga yang melakukan kejahatan tadi, kini terkena bala atau kutukan atau beban dosa leluhur, tidak ada satu pun anggota keluarganya yang berhasil.
Cerita-cerita seperti ini saya kira masih sering kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Ada juga cerita ekstrem di mana demi memenuhi nafsu dan keserakahan, beberapa orang bahkan rela menumbalkan nyawa dan keselamatan keluarga terdekat. Mereka melakukan praktik pesugihan dan berpaling dari Tuhan sebagai sumber berkat dan rezeki. Meski kemudian kekayaan yang mereka peroleh dari pesugihan tersebut tidak lestari.
Dosa dari kejahatan seperti ini perlu diselesaikan jika tidak ingin berdampak negatif bagi generasi selanjutnya. Untuk menyelesaikan beban dosa yang pernah dilakukan seseorang atau sekelompok orang, Suku Dawan di Pulau Timor memiliki kearifan lokal yang disebut Naketi.
Naketi ialah semacam pengakuan dosa secara adat, lalu saling memaafkan dan merukunkan hubungan yang renggang. Setujuan dengan Naketi, dalam ajaran Nasrani, melalui Paskah, Tuhan mengerjakan karya keselamatan yang membebaskan manusia dari dosa dan kuasa maut. Meminjam diksi Pastor Fritz Meko tadi, anugerah keselamatan dari Sang Mesias akan berteduh dalam sejarah perjuangan umat manusia.
Jadi di dalam sejarah perjuangan umat manusia, ada karya keselamatan Tuhan. Manis atau pahit sejarah manusia, pintu keselamatan dari Tuhan masih tersedia, sepanjang manusia datang pada-Nya dan meminta. Pun dalam situasi Covid-19 yang masih terjadi, jika kita meminta pertolongan Tuhan, niscaya Tuhan akan membebaskan kita dari pandemi ini dan segala kesulitannya.
Selamat merayakan Paskah 2022 bagi seluruh umat Nasrani. Semoga melalui peristiwa Paskah, kita dapat menjalani hidup dengan tulus, lalu menjadi bagian dalam karya keselamatan Tuhan bagi sesama.
Krismanto Atamou umat Nasrani dari Gereja Efrata Oelamasi, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT
(mmu/mmu)