Siaran (Tak) Sehat vs Selera Publik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Siaran (Tak) Sehat vs Selera Publik

Selasa, 29 Mar 2022 13:00 WIB
Ahmad Halim
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Kepanjangan KPI yang Dapat Aduan Voli Berbikini di Olimpiade
Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET
Jakarta -

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pernah di-bully oleh netizen (warganet) dikarenakan program Big Movie Family: The Spongebob Squarepants Movie diberikan sanksi teguran tertulis pertama. Alasan netizen mem-bully pada intinya adalah Spongebob film animasi anak dan itu hiburan.

KPI Pusat telah menjelaskan terdapat adegan seekor kelinci melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap kelinci lain yakni, memukul wajah dengan papan, menjatuhkan bola bowling dari atas sehingga mengenai kepala, melayangkan palu ke wajah, serta memukulkan pot kaktus menggunakan raket ke arah wajah dan melanggar Pasal 14 ayat (2) dan 21 ayat (1) Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 21 Ayat (1), 15 Ayat (1), dan 37 Ayat (4) huruf a Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran. Namun, netizen tidak mau tahu. Alhasil, tagar #BubarkanKPI menjadi trending topic di Indonesia kala itu.

Padahal, sanksi yang diberikan kepada program Big Movie Family: The Spongebob Squarepants Movie yang tayang pada 6 Agustus 2019 mulai pukul 11.14 WIB adalah untuk melindungi anak-anak dan/atau remaja dari tontonan yang tidak layak untuk ditonton, karena dikhawatirkan adegan tersebut akan ditiru atau dipraktikkan ke teman-temannya. Contohnya adalah kasus kekerasan yang dilakukan kepada siswi Sekolah Dasar (SD) Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat berinisial DAN oleh temannya berinisial A diduga karena menonton adegan kekerasan di televisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada lagi, kasus remaja usia 15 tahun yang membunuh bocah berusia 5 tahun diduga karena terinspirasi dari film horor. Tak dapat dipungkiri, ada sisi positif dari dampak siaran televisi seperti menambah ilmu pengetahuan, munculnya kreativitas, dan mendapatkan informasi dengan mudah.

Oleh karena itu, KPI mengharuskan lembaga penyiaran untuk menampilkan klasifikasi golongan usia di setiap program yang disiarkan seperti Klasifikasi P: Siaran untuk anak-anak usia Pra-Sekolah, yakni khalayak berusia 2-6 tahun; Klasifikasi A: Siaran untuk Anak-Anak, yakni khalayak berusia 7- 12 tahun; Klasifikasi R: Siaran untuk Remaja, yakni khalayak berusia 13 - 17 tahun; Klasifikasi D: Siaran untuk Dewasa, yakni khalayak di atas 18 tahun; dan Klasifikasi SU: Siaran untuk Semua Umur, yakni khalayak di atas 2 tahun.

ADVERTISEMENT

Publik Punya Selera

Berdasarkan hasil survei Nielsen Television Audience Measurement (TAM) pengukuran kepemirsaan yang dilakukan di 11 kota di Indonesia pada 2015 program serial (sinetron) meraih rata-rata 1,7 poin rating, program acara spesial mendapatkan 1,2 poin rating, program film dan program anak-anak meraih 1,1 poin rating dan program hiburan mencapai 1,0 poin rating. Genre program lainnya seperti informasi, berita, agama dan olahraga hanya mencapai rata-rata di bawah 1 poin rating.

Program sinetron di tahun-tahun berikutnya mengalami kenaikan, contoh sinetron Ikatan Cinta memperoleh rating 14,8 dan audience share 51,5 persen pada 23 Februari 2021. Bahkan, pada 13 April 2021 capaian audience share meningkat menjadi 52,6 persen di episode ke-236.

Di sisi lain, hasil riset Indeks Kualitas Program Siaran TV pada 2021 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama 12 perguruan tinggi menunjukkan program sinetron hanya mendapatkan nilai 2,56 dari standar yang telah ditetapkan KPI yakni 3,00. Disusul oleh infotainment (2,67), dan variety show (2,81).

Hal tersebut dikarenakan adegan-adegan seperti kekerasan, ungkapan kasar, seksualitas, mempertontonkan hal-hal yang melanggar norma kesopanan, kesusilaan tidak melindungi kepentingan anak dan remaja, lingkungan pendidikan, melecehkan orang, adegan mistik dan supranatural masih mendominasi.

Sedangkan program berita, talkshow, talkshow berita, talkshow non-berita, religi, anak, dan wisata budaya yang menurut Nelsen Indonesia hanya memiliki nilai rata-rata di bawah 1 poin rating, tapi tidak menurut hasil riset KPI. Program-program tersebut, berdasarkan riset ternyata telah memenuhi standar program berkualitas yang ditetapkan KPI.

Oleh karena itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa dari hasil survei Nilsen Indonesia bisa dipastikan publik menikmati sinetron-sinetron yang kental dengan adegan kekerasan, seksualitas, horor, mistik, dan supranatural.

Padahal, sebuah penelitian American Psychological Association (APA) pada 1995 menjelaskan tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berlaku baik, dan tayangan yang tidak bermutu akan mendorong seseorang untuk berlaku buruk. Selain itu pola hidup mereka pun berubah (Deasih, 2012).

Dua Opsi

Ada dua opsi untuk menciptakan program di layar kaca sesuai dengan amanat UU Penyiaran. Pertama, Dewan Periklanan Indonesia (DPI) harus mendorong agar pengiklan melihat indeks kualitas program siaran televisi sebelum memasang iklannya di sebuah program. Hal ini penting dilakukan, sebab iklan adalah "jantung" dari sebuah program.

Dalam etika yang telah disusun oleh DPI, iklan harus memiliki etika yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa. Oleh karena itu, pemasang iklan juga harus melihat apakah program tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa kita.

Saya jadi teringat dengan perusahaan-perusahaan besar seperti seperti McDonald's, Audi, Starbucks, Microsoft, Walmart, L'Oreal, Toyota, Verizon, AT&T, PepsiCo, Johnson & Johnson, dan Coca-Cola Co melakukan pemboikotan dengan tidak memasang iklan di konten Youtube yang menampilkan terorisme dan kebencian. Alhasil, para youtuber yang membuat konten-konten tersebut tidak dapat uang.

Sayangnya, pengiklan di Indonesia sampai saat ini masih merujuk pada hasil survei Nielsen, bukan hasil riset KPI. Jadi program-program seperti yang telah dipaparkan di atas akan tetap subur dan bahkan menjamur.

Kemudian opsi kedua adalah revisi UU Penyiaran. Publik harus mendorong anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia agar menciptakan tayangan yang bermutu melalui revisi Undang-Undang 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Penguatan terhadap lembaga KPI dan konten lokal harus menjadi fokus revisi.

Opsi tersebut adalah cara untuk menciptakan tayangan yang sehat dan sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa kita. Namun, jika selera publik tayangan-tayangan yang bernuansa kekerasan, seksualitas, hedonistik, makian, kata-kata kasar lebih diminati, degradasi moral anak bangsa lambat laun akan semakin nyata.

Ahmad Halim Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) KPI Pusat

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads