Jejak Kosmopolitanisme Kairouan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Analisis Zuhairi Misrawi

Jejak Kosmopolitanisme Kairouan

Jumat, 25 Mar 2022 16:02 WIB
Zuhairi Misrawi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
zuhairi misrawi
Zuhairi Misrawi (Foto: istimewa)
Jakarta -

Pada tahun 1960, saat Sukarno melakukan kunjungan bersejarah ke Tunisia, ia langsung menuju Kairouan. Di balik pilihan Sukarno pasti ada alasan yang luar biasa terhadap salah satu pusat peradaban Islam ini. Sebagai pengkaji dan pengagum peradaban Islam, Sukarno mengenal dengan baik jejak-jejaknya di masa lampau. Bapak Proklamator ingin merasakan kedigdayaan Kairouan sembari mengambil inspirasi untuk membangun peradaban Indonesia.

Sebagai kader ideologis Sukarno, saya pun memilih jejak Bapak Bangsa. Pada minggu pertama setibanya di Tunisia, saya langsung melakukan perjalanan ke Kairouan, yang dapat ditempuh melalui perjalanan selama dua jam dari kota Tunis. Saya juga mengunjungi Masjid Zaitunah dan pasar tradisional, yang tidak jauh dari Jalan Habib Bourgaiba. Saya benar-benar melakukan napak tilas perjalanan bersejarah, sebagaimana Sukarno di masa lalu.

Sebelum berangkat ke Tunisia, saya sudah membaca beberapa literatur untuk mengenal lebih dekat tentang Kairouan. Saya merasakan betapa Kairouan benar-benar istimewa. Sejarah mencatat Kairouan dengan tinta emas sebagai salah satu pusat peradaban Islam adiluhung, yang sangat membanggakan. Sebab itu, UNESCO menjadikan Kairouan sebagai salah warisan dunia. Kairouan merupakan salah satu miniatur kosmopolitanisme Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Kairouan diambil dari bahasa Arab al-Qayrawan, yang berarti pasukan militer. Ada juga yang mengatakan, Kairouan juga diambil dari bahasa Persia, karawan, dan bahasa Berber, tikirwan. Maknanya juga sama, sebagaimana dalam bahasa Arab, yaitu pasukan militer. Hal tersebut mengacu pada pasukan militer 'Uqbah bin Nafi', yang berhasil menaklukkan Bizantium pada tahun 670. Untuk mengenang kepahlawanannya, di Kairouan, kita akan mendapatkan makam salah satu sahabat Nabi tersebut, dan sekarang menjadi salah satu destinasi ziarah yang paling banyak dan sering dikunjungi oleh warga Tunisia dan umat Islam dari berbagai penjuru dunia, khususnya kalangan Sunni.

Istimewanya, kosmopolitanisme Kairouan menyeruak ke berbagai penjuru dunia. Pasalnya, dalam sebuah perjalanan ke Propinsi Gafsa untuk menghadiri Festival Tradisional Berber, beberapa Duta Besar dari berbagai negara sahabat memilih berkunjung ke Kairouan. Duta Besar Venuezela, Argentina, dan Kuba, yang notabene dikenal dengan tradisi Katolik dan secara geografis jauh dari kawasan Timur-Tengah justru bersemangat untuk melakukan kunjungan ke kota bersejarah itu. Kebetulan jalur perjalanan darat dari Tunis ke Gafsa melewati kota Kairouan. Konon, kota bersejarah ini juga dikenal dengan kambing muda bakarnya yang super-maknyus.

ADVERTISEMENT

Ibnu Khaldun di dalam mognum opus-nya, al-Muqaddimah, menulis tentang kosmopolitanisme Kairouan. Ia menyamakan Kairouan dengan beberapa kota kosmopolitan lainnya, yaitu Baghdad, Kordoba, Bashrah, dan Kufah. Yang paling menonjol, karena pembangunan dan peradaban yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan telah menjadikan Kairouan sebagai salah rujukan penting dunia Islam, bahkan kiblat peradaban dunia.

Pandangan Ibnu Khaldun tersebut dijelaskan dengan panjang lebar oleh Muhammad Muhammad Zaytun dalam al-Qayrawan wa Dawruha fi al-Hadharah al-Islamiyyah. Ia mengisahkan tumbuhnya tradisi intelektual di Kairouan, yang menandakan lonceng suburnya intelektualisme sebagai jalan bagi tegaknya kosmopolitanisme Islam. Dimulai dengan studi al-Quran, Hadis, fikih, dan tafsir. Beberapa nama Tabi'in dikenal dengan baik di Kairouan, di antara lain Abdurrahman bin Ziyad An'am, Abdullah bin Farrukh al-Farisi, al-Bahlul bin Rasyid al-Ru'ayni, dan Abdullah bin Ghanim al-Ru'ayni al-Qadhi.

Selain itu, kajian dalam bidang sastra juga mengalami perkembangan yang luar biasa di Kairouan. Ada beberapa tokoh yang juga menonjol, yaitu al-Hakam bin Tsabit al-Sa'adi, Rubay'ah bin Tsabit al-Raqiy, 'Amir bin al-Mu'ammar bin Sinan al-Timi, dan al-Mashar al-Tamimi. Begitu pula dalam tradisi literasi, kita akan mendapatkan ulama-ulama yang menghiasi kepustakaan Islam, yaitu Dujain bin 'Amir al-Hajari, Khalid bin Rubay'ah al-Ifriqi, al-Hasan bin Sa'id al-Bashri. Sedangkan dalam bidang bahasa, kita dapat melihat nama-nama besar, seperti al-Mu'ammar bin Sinan al-Timi, 'Iyyadh bin 'Uwanah al-Kalbi, Yunus bin Habib al-Dhibi, Qutaybah al-Ja'fi al-Nahwi, Aman bin al-Shamamah bin al-Tharmah al-Tha'i.

Dalam perjalanannya, Kairouan berhasil mencapai puncak kosmopolitanismenya, karena tidak hanya berkembang dalam kajian-kajian keagamaan, sebagaimana dijelaskan di atas, melainkan juga dalam bidang-bidang sosial dan pendidikan, kedokteran, matematika, astronomi, dan kimia. Sebab itu, Kairouan mempunyai pengaruh yang kuat dalam tumbuhnya kosmopolitanisme Islam pada masa-masa selanjutnya, sebagaimana dinyatakan Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddamah.

Pelajaran yang sangat penting untuk digarisbawahi dari Kairouan, bahwa peradaban kosmopolitanisme Islam tersebut justru bermula dari masjid. Di masa kejayaan Islam, masjid bukan hanya sekadar dijadikan sebagai tempat ibadah belaka, melainkan sebagai tempat untuk persemaian ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkan umat Islam pada peradaban yang adiluhung. Di masa lalu, semua bidang ilmu pengetahuan dikaji di dalam masjid, sehingga mampu melahirkan ilmuan-ilmuan handal.

Setelah melihat langsung Kairouan, khususnya Masjid 'Uqbah bin Nafi', saya dapat merasakan detak dan jejak kosmopolitanisme Islam tersebut. Kawasan Masjid begitu luas dan lapang, dengan arsitektur yang sangat indah. Tidak hanya itu saja, jejak-jejak Bizantium juga masih diabadikan di beberapa pilar masjid sebagai penghargaan terhadap khazanah sebelum Islam.

Saat ini, masih ada puluhan mahasiswa Indonesia yang belajar di Kairouan. Mereka umumnya belajar ilmu-ilmu keislaman. Bahkan, saat ini Kairouan sedang memberikan beasiswa kepada Nahdlatul Ulama untuk studi al-Quran, yaitu hafalan al-Quran dan tafsir al-Quran. Sebaliknya, Nahdlatul Ulama melalui Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa asal Tunisia untuk studi pascasarjana Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama.

Dari pengalaman kosmopolitanisme Islam Kairouan kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga, bahwa kita pun sebenarnya mampu mengembangkan ilmu pengetahuan setinggi-tingginya dalam berbagai bidang, sehingga Islam menjadi rahmatan lil 'alamin. Masalah kita saat ini, karena kita mudah terjerembab dalam politisasi dan kapitalisasi agama, sehingga agama kehilangan elan vitalnya sebagai jalan menuju transformasi peradaban. Jika kita mau menimba dari mata air Kairouan, maka sebenarnya kita mampu melahirkan kembali komospolitanisme Islam dengan basis ilmu pengetahuan yang kokoh dan akhlak yang mulia.

Zuhairi Misrawi Duta Besar RI untuk Tunisia

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads