Menuju Bebas COVID-19
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

"Common Sense" Ishadi SK

Menuju Bebas COVID-19

Kamis, 10 Mar 2022 10:45 WIB
Ishadi SK
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
ishadi sk
Ishadi SK (Ilustrasi: istimewa)
Jakarta -

Pandemi COVID-19 masih melanda dunia dalam usia memasuki tahun ketiga. Telah banyak korban masyarakat di seluruh dunia yang terpapar bahkan tidak jarang harus kehilangan keluarga, kerabat dan handai tolan.

Mutasi virus COVID-19 juga bermunculan, misalnya seperti varian Delta yang sempat membuat Indonesia kewalahan. Begitu banyak masyarakat terinfeksi hingga meninggal dunia. Mutasi pun berlanjut dalam wujud varian baru COVID-19, Omicron.

Pemerintah terus melakukan upaya untuk mengatasi lewat menggerakkan tenaga kesehatan yang bekerja tanpa mengenal lelah dan waktu, serta melakukan langkah menambah kapasitas rumah sakit hingga obat-obatan gratis. Selain upaya pengobatan, pemerintah juga melakukan upaya pencegahan agar virus ini tidak lebih banyak menyebabkan orang terinfeksi hingga meninggal dunia. Upaya itu dilakukan antara lain dengan adanya vaksin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vaksin sudah ada sejak awal pandemi COVID-19. Tenaga kesehatan dan sejumlah pekerjaan garda terdepan menjadi prioritas utama karena mereka yang akan berkontak langsung dengan penderita COVID-19. Vaksinasi sudah dilakukan mulai dari vaksin dosis pertama, dosis kedua hingga saat ini masuk booster atau vaksin dosis ketiga. Vaksinasi dilakukan bukan sekadar untuk pencegahan terpapar virus, namun juga berusaha agar jika terinfeksi gejalanya tidak terlalu parah.

Upaya vaksinasi melibatkan berbagai pihak, selain tenaga kesehatan, polisi dan TNI, pemerintah, hingga yayasan atau organisasi sukarela kemasyarakatan. Salah satu di antaranya Taruwara Udarana Jaya Foundation (TUJF), sebuah organisasi yang juga fokus dalam kegiatan kemanusiaan dan pendidikan.

ADVERTISEMENT

Ketua Pengurus TUJF Sweeta Melanie mengatakan sejak 2020 saat COVID-19 mulai masuk ke Indonesia, pihaknya kerap terjun langsung untuk membantu tenaga kesehatan (nakes) dan masyarakat. Di antaranya juga dilakukan gerakan membagikan makanan buka puasa dan sahur untuk para nakes, menyebarkan masker, mengirim alat pelindung diri sampai ke daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Memasuki 2021, tepatnya Juni, TUJF mengajak Polri untuk ikut membantu pelaksanaan vaksinasi. "Kami mengadakan jemput bola di masyarakat. Di RT, kelurahan, di sentra-sentra yang dekat dengan kediaman masyarakat se-Jabodetabek bersama Polri lewat Pusdokkes-Polri, berkembang lagi menjadi massal, dari mulai 300 orang sampai 2.500 orang dalam satu hari. Ini kami lakukan dari Juni sampai Desember 2021," katanya saat diwawancarai.

Sweeta Melanie mengaku tujuan TUJF ini adalah untuk membantu program pemerintah, tidak lagi berkaitan dengan politik karena ini amat sangat dekat dengan tugas kemanusiaan. Selama perjalanan melancarkan program pemerintah itu, pihaknya mengaku selalu berkoordinasi langsung dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sidarto Danusubroto. Upaya melancarkan vaksinasi terus berlanjut hingga saat ini, khususnya vaksin booster atau dosis ketiga mulai disuntikkan ke masyarakat.

"Kami terus-menerus mengimbau masyarakat dari rumah ke rumah. Mulai dari lima kelurahan di Pesanggrahan, hingga vaksinasi di pusat keramaian dan mall, antara lain di Cilandak Town Square yang mencapai 1.065 orang," ucapnya.

Memang diakui, dalam menjalankan vaksinasi booster lebih sulit dibandingkan vaksin pertama dan kedua. Menurut Sweeta Melanie, ada jangka waktu yang harus dipenuhi oleh masyarakat sebelum melakukan booster. "Jadi waktunya mereka suntik itu tidak serentak. Namun belakangan ini kami lihat bahwa pemerintah mengubahnya jadi minimal 3 bulan," lanjutnya.

Pertanyaan besarnya adalah apakah Indonesia mampu bebas dari pandemi COVID-19 dan menyatakan virus ini menjadi sebuah penyakit biasa? Diperlukan waktu sementara ini melihat bahwa jarak dan lokasi khususnya di daerah pedalaman amat sangat menghadapi hambatan.

Sekarang ini di Amerika Serikat, Inggris hingga sejumlah negara di Eropa, antara lain Belanda, Irlandia, Finlandia, Denmark, Prancis, Norwegia, Italia dan Swedia sudah menerapkan bebas masker. Demikian dikutip dari CNBC Indonesia. Ada juga negara yang mulai menganggap COVID-19 sebagai penyakit atau flu biasa, yakni Jepang dan Spanyol. Kedua negara itu resmi memutuskan COVID-19 menjadi flu musiman. Dikutip dari detikHealth.

Lantas kapan Indonesia bisa bebas masker atau menganggap COVID-19 menjadi sebuah penyakit biasa? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah menyinggung strategi pemerintah mengenai pandemi menjadi endemi. Seperti disiarkan langsung di YouTube Sekretariat Presiden RI beberapa waktu lalu, Budi Gunadi Sadikin mengakui pihaknya telah menyiapkan protokol. Sayangnya tidak dijelaskan kapan itu akan berlaku dan bagaimana skema yang akan dilakukan pemerintah.

"Mengenai masukan dari Bapak Menko tentang strategi pandemi menjadi endemi, kita sudah siapkan protokolnya. Memang arahan Presiden agar diterapkan dengan hati-hati dan mempertimbangkan sisi scientific-nya, pertimbangan kesehatan digunakan secara keberimbangan dengan pertimbangan sosial, budaya, dan ekonomi," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Masih lama sampai akhirnya pandemi ini akan berakhir. Faktor memudahkan yang sembrono bisa menjadi pernyataan yang bisa membahayakan keberhasilan mengatasi pandemi ini.

Jakarta, 10 Maret 2022

Ishadi SK
Komisaris Transmedia

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads