Pemerintah menetapkan kurikulum merdeka yang sebelumnya telah diujicoba di 2.500 sekolah penggerak dengan nama kurikulum prototipe. Kurikulum ini merupakan bagian dari program merdeka belajar episode kelima belas. Sekolah dapat memilih satu dari tiga opsi kurikulum, yaitu kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka sesuai dengan kesiapannya.
Kurikulum merdeka pada level mikro, implementasinya menggunakan pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PBL). PBL menekankan pada penggalian pengalaman belajar yang dialami langsung peserta didik. Harapannya seperti yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, melalui kurikulum ini dapat mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan minat peserta didik, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Dalam pendekatan PBL, salah satu dari tiga karakteristik keberhasilan proyek, yaitu pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode coaching. Hal ini berbeda dengan pembelajaran menggunakan metode mentoring yang senantiasa mentransfer berbagai pengetahuan dan pengalaman secara terus menerus kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugasnya. Coaching kebalikan dari mentoring, lebih banyak memberikan rangsangan agar peserta didik yang mengeluarkan sendiri berbagai pengetahuan, pengalaman, dan gagasan kreatifnya. Karena pada prinsipnya peserta didik memiliki potensi besar yang mungkin masih terkunci sehingga harus bantu dibuka oleh guru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Coaching sebagai metode pengajaran oleh para trainer banyak digunakan perusahaan dan instansi pemerintah dalam pengembangan profesional sumber daya manusianya untuk meningkatkan kinerja klien atau coache (sebutan peserta didik yang mengikuti coaching) dalam merumuskan tujuan proyek dan rencana aksi secara spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan,dan memiliki kerangka waktu yang jelas (SMART).
Coaching memiliki tingkat keefektifan yang baik dibandingkan metode pengajaran tradisional dalam meningkatkan capaian hasil pembelajaran (learning outcome) pada pengetahuan yang bersifat prosedural dan kondisional atau strategis, keterampilan teknis dan interpersonal, serta sikap. Tetapi, capaian ini tentu saja tergantung dari kemampuan seorang coach (trainer yang memiliki keahlian coaching) menggunakan teknik bertanya yang bersifat memberdayakan dan fokus pada tema proyek yang akan dilakukan coache.
Berdasarkan pengalaman mengampu sesi coaching dalam pelatihan guru dan dosen, saya menemukan banyak sekali potensi luar biasa yang berhasil ditunjukkan coache dalam membuat sebuah proyek tematik di unit kerjanya dan dengan dukungan dan kolaborasi bersama mentornya. Terkadang, ini di luar dugaan coach-nya sendiri.
Tentu saja keberhasilan ini tidak lepas dari mentor yang berperan memberikan informasi dan pengalaman teknis substantif terkait dengan tema proyek coache. Oleh karena itu, peserta didik dalam konteks PBL sejatinya harus dipandang sebagai pembelajaran orang dewasa dan diberikan kesempatan melakukan pembelajaran kolaboratif bersama teman sekelas, antarkelas, antarkelas dari sekolah berbeda, serta dengan melibatkan berbagai pihak atau stakeholder sebagai mentornya.
Misalnya pembelajaran kelompok tema proyek hemat energi, peserta didik akan berkolaborasi dengan mentor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis dan praktis bagaimana menerapkan kiat hemat energi dari komunitas masyarakat dan pemerintah yang mengelola konservasi energi.
Terkait dengan nilai ajaran agama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dapat diperoleh dari mentor yang ahli agama yang memahami aspek teologisnya. Orangtua juga dapat menjadi mentor yang memberikan pelajaran berharga menanamkan nilai karakter hemat energi dari berbagai perspektif dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang ada di sekitar lingkungan rumah. Dengan cara ini, pembelajaran integratif mata pelajaran ilmu umum (sains) dan ilmu agama pun dapat diterapkan dengan baik tanpa ada permasalahan dikotomi keilmuan lagi.
Di samping itu, peserta didik yang termasuk generasi melek digital pasti akan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk mencari berbagai informasi teknologi dan praktik hemat energi. Dengan demikian pembelajaran berbasis proyek menggunakan coaching yang diterapkan guru menjadi menarik dan memberikan kebebasan peserta didik sesuai kemampuan dan minatnya menginternalisasikan nilai-nilai karakter religius, nasionalisme, integritas, mandiri, dan gotong royong berdasarkan pengalaman belajaranya langsung di sekolah dan masyarakat.
Sekarang, tantangannya bagaimana meningkatkan kompetensi coaching kepada guru agar siap menjadi seorang guru yang coach profesional. Dalam praktiknya, coaching memerlukan waktu yang tidak sedikit karena harus terus dilatih dan menggunakan berbagai bentuk pertanyaan yang ampuh (powerful).
Penggunaan teknik metaplan dengan media kertas atau papan, kertas warna, spidol, dan lain-lain dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas diskusi selama sesi coaching. Dalam kondisi masih mewabahnya pandemi Covid-19, penggunaan teknik metaplan dapat dilakukan secara daring menggunakan aplikasi kolaboratif berbasis web secara gratis.
Semoga upaya penerapan kurikulum merdeka berhasil, dan tentunya harus dibarengi juga dengan peningkatan kompetensi coaching guru yang memiliki peran besar dalam penerapannya di lapangan.
Rohmatulloh dosen Institut Agama Islam An Nur Lampung, praktisi coaching
Simak juga 'Saat Jokowi Minta Kampus Selaraskan Kurikulum dengan Kebutuhan Industri':