Pesantren merupakan lembaga pendidikan (Islam) tertua yang memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Sejak awal kemunculannya, pesantren telah membawa spirit pendidikan keagamaan ke jantung masyarakat di kepulauan Indonesia. Sebagian pakar meyakini bahwa pesantren generasi awal telah ada sejak awal abad ke-18 di Jawa Timur, dan mengalami penambahan jumlah secara pesat selama beberapa dekade berikutnya.
Catatan pemerintah kolonial melaporkan bahwa pada tahun 1893, hampir 11.000 pesantren telah berdiri di daerah berbahasa Jawa dengan jumlah santri lebih dari 272.000 orang (Ricklefs, 2008). Jumlah sebanyak itu tentu membuat pemerintah kolonial menaruh perhatian lebih terhadap segala aktivitas yang berlangsung di pesantren. Selain karena lembaga ini mewakili semangat nilai yang anti terhadap penindasan dan kolonialisme, juga karena pengaruhnya yang kuat terhadap lingkungan sekitar.
Pemerintah kolonial bahkan menerbitkan peraturan khusus yaitu Goeroe Ordonantie (Ordonansi Guru/Kiai) pada tahun 1905. Ordonansi itu dibuat untuk mengawasi dan membatasi para ulama yang mengajar di pesantren yang punya pengaruh besar dalam menentang kolonialisme. Dan, memang terbukti bahwa banyak pahlawan nasional yang berasal dari kalangan Kiai dan Santri yang sangat berjasa dalam perjuangan memerdekakan Indonesia.
Tak Kehilangan Pesona
Setelah Indonesia menjadi negara merdeka, pesantren telah bertransformasi menyesuaikan diri untuk berperan dalam menghadapi tantangan jaman tanpa menanggalkan identitas khasnya. Pesantren memang memiliki keunikan dengan ciri sistem nilai, pola kehidupan (life pattern), dan internal authority tersendiri di bawah seorang Kiai, sehingga menciptakan subkultur di tengah kehidupan masyarakat.
Dengan keunikan itu, pesantren mampu bertahan selama berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri. Oleh karenanya, dalam jangka panjang, pesantren memiliki kedudukan kultural relatif lebih kuat dari pada masyarakat di sekitarnya (Wahid A, 2001). Kedudukan semacam ini dapat dilihat dari kemampuan pesantren dalam melakukan transformasi total dalam sikap hidup masyarakat sekitarnya.
Pola pertumbuhan di banyak pesantren hampir semuanya memperlihatkan kemampuan serupa. Bermula dari inti sebuah surau untuk keperluan ibadah dan pengajaran, pesantren kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga masyarakat yang memainkan peranan dominan dalam pembentukan sistem nilai bersama yang diakui juga berlaku bagi masyarakat luas.
Tidaklah mengherankan rasanya bila pesantren selalu memiliki pesona besar sehingga menarik perhatian bagi banyak kalangan. Misalnya orangtua yang ingin anaknya terdidik dan dibekali ilmu agama dengan baik, atau pengusaha yang ingin bisnisnya berkah sehingga meminta do'a seorang Kiai di pesantren, juga pejabat di kalangan pemerintahan dan para politisi yang ingin memperoleh legitimasi dari pesantren yang didatanginya. Yang terakhir ini menjadi pemandangan yang akrab dijumpai pada masa kontemporer khususnya pada momen jelang pesta demokrasi.
Ladang Kepentingan
Miris memang, kesakralan dan marwah pesantren serta kiai justru dimanfaatkan untuk kepentingan politis sesaat. Pesantren dijadikan objek, bukan sebagai subjek. Padahal selama ini pesantren memiliki andil sebagai subjek utama perubahan. Pesantren memiliki andi besar dalam mengubah masyarakat dari yang semula tidak melek ilmu agam menjadi beragama, mengubah masyarakat dari tidak memiliki nilai hingga memiliki nilai, mengubah Indonesia dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka, dan banyak lagi perubahan yang dilakukan pesantren terhadap masyarakat kita.
Pesantren juga memiliki peran penting dalam menangkal paham-paham radikal di dalam beragama, mengajarkan Islam wasathiyah, Islam moderat, Islam toleran, yang terus menjaga Indonesia hingga saat ini.
Tidak hanya itu, dalam dimensi ekonomi, pesantren juga mengajarkan para santrinya agar tidak berpandangan kapitalistik, dengan menanamkan nilai kemandirian dan keprihatinan dalam menjalani kehidupan, mengajarkan kesalehan sosial dengan berbagi kepada sesama di saat mendapatkan kelebihan.
Dalam hal ini tidak sedikit pesantren yang mulai berbenah dan mengajarkan santrinya tentang pentingnya pemberdayaan dalam bidang ekonomi dalam skala lokal dan membantu pemerintah dalam program mengentaskan kemiskinan masyarakat sekitar. Melihat potret pesantren dewasa ini yang telah banyak mengembangkan pemberdayaan bidang ekonomi, seyogianya membuat pejabat baik kalangan swasta, ataupun dari pemerintahan yang hendak berkunjung ke Kiai di pesantren harus memiliki muatan etika basa-basi yang berbobot yang berbasis pada kepentingan pesantren itu sendiri.
Ia harus datang dengan tujuan memperbincangkan segala aspek mengenai kondisi pesantren, mulai dari misi penting pendidikan Islam dalam mengharmonikan masyarakat yang beragam, hingga menjangkau persoalan pemberdayaan ekonominya.
Sebab bagaimanapun, pesantren yang lekat dengan kajian keagamaan dan sangat berjasa dalam mengharmonikan kehidupan sosial juga harus diarahkan untuk bersikap adaptif dengan perkembangan dan tantangan jaman. Salah satunya dalam aspek pemberdayaan para santrinya di bidang ekonomi.
Sebab semua dakwah mengenai tasamuh dan/atau gema moderasi beragama, juga perlu ditopang oleh adanya sistem yang memungkinkan berjalannya distribusi dan pemerataan pendapatan bagi kalangan pesantren. Salah satu jalan yang harus ditempuh oleh semua pihak termasuk pemerintah, ialah bagaimana mempersiapkan skema program konkret untuk terwujudnya ekosistem yang baik bagi pemberdayaan ekonomi pesantren.
Pengembangan Ekonomi
Harus diakui bahwa masih banyak pesantren yang tersebar di Tanah Air yang masih bertumpu pada sumber pendanaan dari santrinya. Selain itu, jika pun ada pesantren yang telah memiliki semacam unit usaha di dalamnya, tetapi tidak sedikit yang mengalami stagnasi atau bahkan kemerosotan. Hal ini antara lain karena belum terintegrasinya kegiatan ekonomi pesantren dengan rantai distribusi hasil produksi.
Selain itu kadang kala lembaga pondok pesantren juga belum mampu memisahkan pengelolaan bisnis dengan bidang pendidikan, sehingga kadang kala unit usaha yang terdapat di pesantren bersifat asal ada. Padahal saat ini tren perkembangan ekonomi khususnya pad sektor ekonomi kreatif sebagai sektor usaha potensial harus dimanfaatkan oleh kalangan pesantren. Mengingat sektor ekonomi primer tradisional yang bergelut dengan bahan baku hasil pertanian dan perikanan sudah merupakan kegiatan ekonomi lama yang juga digeluti oleh dunia pesantren sejak dahulu.
Yang melegakan bahwa potensi untuk sektor ekonomi kreatif rupanya juga telah menjangkau pada sejumlah lembaga pendidikan, terutama pondok pesantren. Ada banyak pesantren yang telah mengarahkan minat pada upaya untuk mengembangkan usaha di sektor ekonomi kreatif beserta sub-subnya yang meliputi usaha kerajinan, kuliner, desain grafis, seni, pembuatan film, dan kegiatan usaha lain sejenis.
Tentu kegiatan ekonomi pesantren dapat semakin hidup bila ada dukungan pembiayaan dan pelatihan secara berkesinambungan dari pemerintah. Terlebih perkembangan dunia digital memungkinkan terbukanya iklim positif bagi berjalannya distribusi produk ke berbagai wilayah. Kerjasama dalam bidang inovasi yang menunjang kegiatan ekonomi baik yang dilakukan oleh Universitas maupun lembaga pemerintahan juga seyogianya lebih banyak melibatkan pesantren.
Pelibatan ini dimaksudkan agar dunia pesantren yang sudah memiliki nilai-nilai agama yang juga mencakup aspek kejujuran dalam berbisnis atau berniaga, semakin diperkuat oleh ilmu tentang bagaimana menyusun strategi bisnis yang inovatif. Langkah itu diperlukan untuk menyiasati problem rendahnya minat masyarakat terhadap produk bisnis yang dihasilkan oleh pesantren merujuk hasil penelitian dari Bank Indonesia dan Universitas Airlangga pada 2019.
Memang setiap pesantren memiliki keunikan yang beragam. Itu semua tergantung pada sejumlah faktor, baik faktor karakteristk pesantren maupun dalam aspek kewilayahannya. Pesantren di wilayah Sumatera misalnya, memanfaatkan sektor usaha berbasis perkebunan. Sementara pesantren di bagian timur Indonesia, ditopang oleh potensi ekonomi yang besar tetapi mayoritas belum terkelola dalam bentuk bisnis pesantren. Sedangkan di pulau Jawa terutama di Jawa Timur, rata-rata pesantren sudah melakukan pembangunan kapasitas akselerasi ekonomi pesantren yang ditopang oleh adanya model holding bisnis internal maupun holding wilayah.
Di sisi lain, Nahdlatul Ulama (NU) saat ini memang tengah mengarahkan fokus terhadap pemberdayaan warga nahdiyin khususnya dalam bidang produksi. Dan, berupaya untuk terus memperkuat dimensi supply side dalam rantai ekonomi warga NU di sektor UMKM, pertanian, perkebunan dan kelautan. Upaya di bidang ekonomi ini tentunya juga melibatkan secara aktif sejumlah pesantren warga nahdiyin yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam pandangan NU, pesantren adalah aset yang sangat berharga yang harus dijaga keberadaannya. Pesantren sama sekali bukan ladang bagi kepentingan politik temporer. Di pesantren terdapat insan-insan tercerahkan yang sudah barang tentu perlu diperhatikan keberadaannya oleh negara. Berdasarkan data yang dilansir dari situs Kemenag.go.id, keberadaan pesantren yang tersebar di Indonesia kini mencapai 26.973.
Jumlah sebanyak itu harus dimaknai sebagai peta kekuatan khas bagi Indonesia yang mayoritas beragama Islam, untuk menyemai benih-benih persaudaraan di tengah keberagaman. Di lain pihak, keberadaan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren, harus diejawantahkan dalam implementasi program yang lebih menyentuh pada aspek kemandirian ekonomi pesantren. Mengingat dalam UU tersebut, ada amanah yang menyiratkan pentingya fungsi pemberdayaan pesantren di luar fungsi pendidikan dan dakwah.
Pada titik ini, kita semua perlu menyadari dan melihat peran strategis pesantren sebagai subjek yang memainkan peran penting di tengah masyarakat tidak terkecuali dalam bidang ekonomi. Karenanya, jika ingin ekonomi bangsa ini maju, maka pesantren sebagai lembaga yang sangat besar pengaruhnya di masyarakat haruslah diperkuat dan digandeng agar sama-sama bisa memperkuat roda ekonomi bangsa.
Rahmat Hidayat Pulungan Wasekjen PBNU 2022-2027
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini