Rabu Abu, Pertobatan, dan Pendewasaan Diri Manusia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Rabu Abu, Pertobatan, dan Pendewasaan Diri Manusia

Rabu, 02 Mar 2022 15:16 WIB
Martinus Joko Lelono
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Pelaksanaan ibadah misa Rabu Abu di Yogyakarta digelar dengan terapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal itu dilakukan guna mencegah penyebaran virus Corona.
Misa Rabu Abu di gereja (Foto: Pius Erlangga)
Jakarta - Tanggal 3 Maret besok adalah permulaan bagi umat Katolik untuk mengadakan masa persiapan menuju Paskah. Masa persiapan sepanjang 40 hari ini ditandai dengan apa yang disebut sebagai Hari Rabu Abu. Pesan utama dari hal yang disimbolkan dengan abu adalah pertobatan. Tulisan ini mengisahkan kekayaan tradisi keagamaan yang rasanya bermuara pada kesadaran manusia sebagai makhluk yang fana, tetapi ingin mengejar yang ilahi, yang baik, yang mulia.

Selain melambangkan pertobatan seperti tertulis dalam Kitab Yunus di mana Raja Niniwe duduk di atas abu, abu juga melambangkan bahwa manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Seperti kita tahu, pertobatan dan ketidaksempurnaan hidup adalah pesan penting untuk semua agama. Manusia mengakui kesalahannya sembari membuat niat untuk memperbaiki hidup sebelum ajal menjemput.

Pesan pertobatan ini mengantar orang untuk mengalami bahwa ada sesuatu dalam kehidupan kita yang masih kurang. Kekurangan atau yang dalam bahasa agama disebut sebagai dosa itu bukan sekadar melakukan apa yang salah di hadapan Tuhan, tetapi juga karena tidak melakukan apa yang baik yang seharusnya kita lakukan. Pertobatan membantu manusia untuk menumbuhkan dalam dirinya kerendahan hati sembari menyadari ada begitu banyak jebakan yang memungkinkan kita untuk jatuh ke dalam keadaan salah.

Menyadari kekurangan diri adalah sifat manusiawi yang sudah berkembang dari zaman ke zaman. Di hadapan berbagai nilai hidup yang ideal, manusia ada di dalam pusaran kekurangan manusiawinya. Itulah mengapa dikatakan, "Kesempurnaan itu hanya milik Allah." Namun, ungkapan pertobatan menyadarkan manusia bahwa kejatuhannya di dalam kedosaan bukanlah akhir dari segala kisah hidupnya. Pertobatan menjadi kesempatan untuk mengatakan, "Selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri."

Bahkan, dalam banyak kasus, pertobatan ini menjadi sarana pendewasaan diri bagi manusia. Mereka yang mampu bangkit dari keterpurukan dirinya bisa membuat niat baru untuk melangkah menjauhi kesalahannya dan mendekat kepada nilai-nilai yang mulia. Setiap dari kita tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan pertobatan menjadi kesempatan yang terus tersedia untuk kita temui sebelum ajal menjemput.

Salah seorang bijak mengatakan, "Tidak ada orang kudus (saleh) yang tidak memiliki masa lalu dan tidak ada orang berdosa yang tidak memiliki masa depan." Ungkapan ini memberikan gambaran bahwa bagi setiap manusia ada kesempatan untuk bertobat. Mereka yang hidupnya sampai tataran bijaksana dan bisa dipandang baik juga memiliki kekurangan di masa lampau, sementara mereka yang saat ini masih ada di dalam kekurangan punya kesempatan untuk menjadi bijak dan hidup baik di masa yang akan datang.

Pertobatan menyadarkan kita akan apa yang disebut sebagai proses dan bukan sesuatu yang berjalan instan. Ketika orang menjalani iman agama tertentu, ia tidak serta merta menjadi suci, tetapi setelah berproses melewati berbagai kesulitan dan tantangan, ia bisa menjadi orang yang bijak. Dalam agama Katolik, salah satu proses yang ditawarkan adalah proses 40 hari sejak hari Rabu Abu hingga perayaan Paskah. Kalau boleh diringkas, di dalamnya terjadi dua hal besar yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain yaitu pertobatan dan belarasa.

Pertobatan

Salah satu jalan pertobatan adalah dengan mengadakan matiraga. Dalam Kitab Yunus hal ini digambarkan dengan orang yang tidak makan, menyelimuti diri dengan kain kabung dan tidak makan. Sementara dalam konteks saat ini, pertobatan ini dilaksanakan dengan berbagai bentuk mengurangi kenikmatan diri. Ada yang melakukan puasa, sementara yang lain ada yang memilih untuk menghindarkan diri dari melakukan hal-hal yang menyenangkan diri (merokok, mengkonsumsi daging).

Hal yang demikian bertujuan agar tubuh manusia mengalami apa yang disebut sebagai matiraga sehingga tubuhnya terbiasa dengan hal yang tak menyenangkan. Usaha seperti ini menjadi kesempatan untuk kembali mendekatkan diri dengan Tuhan. Tentu, segala bentuk matiraga ini dibarengi juga dengan semangat untuk memperdalam hidup doa. Dengan cara yang demikian, orang terbantu untuk mengalami pendalaman hidup rohani.

Belarasa

Pertobatan dan segala bentuk matiraga yang ada di dalamnya tidak pernah ditujukan untuk semata-mata guna mendapatkan surga untuk diri sendiri. Kalau itu yang diinginkan, maka pertobatan itu adalah sebuah upaya yang begitu egois. Hal ini mengingatkan kita akan lagu Chrisye yang dalam salah satu syairnya mengatakan, "Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepadanya?"

Pertobatan membawa orang untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dan kedekatan kepada Tuhan itu tak pernah lepas dari kedekatan dengan sesama. Dalam sebuah tulisannya, Yohanes mengatakan, "Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya." (1 Yoh 4:20).

Ada beberapa Gereja yang mengembangkan berbagai bentuk karya karitatif dari mengumpulkan dana untuk membantu yang miskin, mengunjungi panti-panti yang membutuhkan bantuan dan perhatian sampai dengan mengumpulkan dana untuk modal usaha mereka yang tidak memiliki pekerjaan. Dari sini semangat dasarnya adalah kehendak agar hidup manusia makin berguna bagi orang lain.

Di tengah arus hedonisme dan individualisme yang amat mungkin melahirkan sekelompok orang yang serakah dan melulu mencari untuk diri sendiri, pertobatan selalu mengundang sebuah kehendak untuk perubahan diri. Maka, tampak aneh kalau pertobatan hanya sampai kepada kehendak mencari keselamatan untuk diri sendiri.

***

Belajar dari ungkapan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas sesaat setelah diperkenalkan Presiden Jokowi, "Agama biar menjadi inspirasi dan biarkan agama itu membawa nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara." Semangat pertobatan yang sedang direnungkan oleh umat Kristiani ini ditemukan dalam agama-agama lain dalam berbagai bentuknya.

Pertobatan mengantar orang untuk menyadari dirinya belum sempurna; selalu ada kesempatan memperbaiki diri dan bahwa pertobatan tidak sekadar mencari keselamatan untuk diri sendiri.

Selamat memasuki masa Pra-Paskah bagi Anda yang merayakan. Di masa pandemi ini semoga pertobatan ini melahirkan jiwa-jiwa yang lebih murni yang dari hatinya mengalirlah buah-buah kebaikan bagi sesama.

Martinus Joko Lelono pastor Katolik, alumnus Program Doktoral ICRS Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads