Apa yang salah dengan Permenaker No 2 tahun 2022? yang mengatur jaminan hari tua (JHT) hanya bisa cair pada hari tua? Bukankah dari namanya sangat jelas dan terang benderang? Program ini bernama jaminan hari tua, maka sudah seharusnya pada hari tua baru bisa dinikmati.
Tidak semudah itu menjawabnya!
Jawaban atas pertanyaan di atas selayaknya dijawab dengan pertanyaan juga. Kenapa peraturan sebelumnya dibolehkan mencairkan penuh dana jaminan hari tuanya setelah mengundurkan diri lebih dari satu bulan? Manakah yang benar, aturan sebelumnya atau aturan terbaru? Adakah salah satu atau keduanya menyalahi aturan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah Berulang
Heboh kasus ini bukan kali ini saja, tapi sudah berulang. Jika menilik ke belakang, pada awal periode pertama, Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 48 Tahun 2015. Ddi situ diatur jaminan hari tua baru bisa cair penuh saat peserta memasuki usia 56 tahun seperti sekarang.
Kebijakan yang berlaku sejak 1 Juli 2015 itu membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus pulang gigit jari. Akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi tersebut, sempat terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan
Penolakan publik melalui demo buruh/pekerja, petisi daring, dan kritik di media massa memaksa Presiden Jokowi merevisi aturan itu. Ia pun memerintahkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk merevisi aturan tersebut. Keluarlah Permenaker No.19 Tahun 2015. Jaminan hari tua bisa diambil setelah 1 tahun resmi mengundurkan diri.
Enam setengah tahun kemudian, masih di bawah Presiden Joko Widodo, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah yang merupakan rekan separtai Hanif Dhakiri, kembali mengubah aturan melalui Permenaker No.2 Tahun 2022
Akankah pemerintah menjilat ludah kembali seperti sebelumnya?
Meninjau Aturan Baru
Mari kita melihat aturan yang ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 Tahun 2022 Pasal 3 disebutkan: Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Jika hanya melihat sekilas dan mata kita tertuju dengan pasal ini, maka jelas bahwa pencairan dana jaminan hari tua milik buruh/pekerja hanya bisa dicairkan saat buruh memasuki masa pensiun pada saat mencapai usia 56 tahun.
Mengacu tujuan JHT dana yang dihimpun dari pekerja/buruh dengan subsidi dari perusahaan tanpa sepeser pun uang pemerintah dirancang untuk memberikan perlindungan ketika seseorang memasuki masa tua atau masa pensiun, saat tidak lagi memiliki pendapatan. Tujuan aturan ini dirancang memastikan peserta tidak mengalami kesulitan finansial ketika masa tua dan menjadi beban dari anak atau keluarga.
Harapan ke depan, berkurangnya sandwich generation. Generasi roti lapis, atau generasi terjepit adalah orang dewasa usia produktif yang merawat orangtua mereka yang lanjut usia dan anak-anak mereka sendiri..
Jika aturan dan tujuannya seperti itu, kenapa menteri-menteri sebelum Ida Fauziah bisa mengeluarkan aturan membolehkan pencairan JHT sebelum usia pensiun? Adakah celah hukum sehingga Hanif Dhakiri dan para menteri sebelumnya berani membuat aturan yang seperti melanggar undang-undang?
Ibu menteri dan tim perumus kebijakan ini sepertinya lupa. Ada yang yang luput dalam meninjau aturan baru ini, yaitu fokus utama dalam undang-undang dan Permenaker tentang pencairan dana JHT pada masa pensiun atau usia 56 tahun hanya berlaku untuk peserta.
Dalam UU No. 24 tahun 2011 Pasal 1 ayat 4: Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Dan, Permenaker No. 2 tahun 2022 Pasal 1 ayat 2 berbunyi: Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
Kata kuncinya adalah "peserta" dan "yang telah membayar iuran", artinya aturan ini hanya mengikat peserta aktif. Maka sudah seharusnya buruh/pekerja yang sudah tidak lagi membayar iuran atau tidak lagi menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan dikecualikan dalam aturan ini.
Sudah selayaknya pekerja/buruh yang mengundurkan diri dari perusahaan dan sudah tidak lagi menjadi peserta aktif bisa mencairkan dana JHT miliknya sendiri dan menunggu tua.
Bukankah banyak kisah sukses keberhasilan buruh/pekerja menjadi entrepreneur bermodal dana JHT yang mereka ambil? Masa tua mereka menjadi merdeka secara finansial dan anak keturunannya tidak lagi menjadi sandwich generation.
Maka sudah selayaknya Ida Fauziah bukan membuat aturan yang bikin buruh/pekerja kesulitan mencairkan dana simpanan mereka sendiri. Ketimbang melarang, pemerintah harus membuat terobosan kreatif seperti membuat program kewirausahaan sebagai syarat pengambilan JHT.
Kelak jika ini terjadi, tujuan utama untuk menyejahterakan masyarakat di usia tuanya tercapai. Semoga!
Nanang Supriyatna pekerja dan praktisi HRD