Membayangkan Pendidikan dalam Metaverse
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Membayangkan Pendidikan dalam Metaverse

Jumat, 11 Feb 2022 11:00 WIB
Hartoyo
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Metaverse: Ancaman atau Peluang bagi Umat Manusia?
Jakarta -

Dengan pemahaman yang belum banyak serta bentuknya yang juga masih terus berevolusi, agak sulit menjelaskan metaverse itu apa, hanya secara perlahan konsepnya mulai bisa dipahami bahwa metaverse adalah sebuah dunia rekaan/virtual buatan manusia yang di dalamnya kita bisa beraktivitas seperti halnya di dunia nyata tetapi dengan teknologi dan fasilitas yang jauh lebih canggih serta lebih indah. Diprediksi kelak manusia akan lebih banyak menggunakan waktunya di sana.

Manusia memang luar biasa, sudah ada dunia nyata tetapi masih juga berusaha menciptakan dunia maya. Timbul pertanyaan, apakah ini sebuah kemajuan atau sebuah hal yang kebablasan? Apakah ini peluang ataukah justru bakal menjadi ancaman? Mengingat selain kenyamanan juga ada kekuatiran bila kelak menjadi nyata.

Bisa jadi dunia nyata yang biasa menjadi aktivitas sehari-hari bakalan sepi dari segala hiruk pikuk karena semua akan berpindah ke dunia rekaan. Jalan-jalan yang biasa padat dengan arus lalu lintas akan terlihat sekadarnya saja. Manusia akan sibuk dengan aktivitas avatarnya dan aktivitas di dunia nyata menjadi berkurang.

Penampakan yang bisa dilihat di dunia nyata, banyak orang yang memakai kacamata oculus di tempat-tempat yang dianggap aman, terlihat kedua tangan seperti menggenggam, mengepal, mendorong bahkan kadang terlihat seperti meninju dan sesekali terdengar suara menjerit karena segenap pikirannya sedang merasakan sensasi dunia virtual, sementara fisiknya ada di dunia nyata. Di saat seperti ini bisa saja ada ancaman yang datang, misal tiba-tiba ada pencuri atau ada orang bermaksud jahat menyelinap dan mencelakai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir segala urusan pekerjaan atau urusan hiburan, mulai dari rapat, belanja, nonton, dan lain sebagainya bisa dilakukan di dunia metaverse dan untuk berpindah dari dunia nyata ke dunia virtual (metaverse) atau sebaliknya itu sangat mudah dilakukan.

Lalu seperti apakah pendidikan yang bisa kita bayangkan kelak di dunia virtual? Dengan gambaran seperti di atas, keberadaan gedung-gedung sekolah nyata menjadi berkurang peranannya bahkan bisa jadi tidak lagi diperlukan karena bapak/ibu guru beserta siswa-siswinya tidak harus hadir di sekolah nyata untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, semua bisa dilakukan secara virtual, dengan demikian gedung nyata hanya formalitas.

ADVERTISEMENT

Di dunia virtual/meteverse gedung-gedung sekolah dengan segala fasilitasnya dapat dibangun lebih megah, lebih indah serta lebih lengkap, hal tentu ini akan membuat suasana menjadi lebih nyaman dan menyenangkan, tetapi ikatan batin antara guru dan murid di dunia nyata bisa berkurang karena mereka hanya bertemu di metaverse dengan bentuk avatarnya masing-masing, sementara di dunia nyata jarang atau bahkan bisa tidak pernah bertemu.

Di dunia virtual pengalaman belajar menjadi lebih nyata dan bermakna, misalnya dalam pelajaran sejarah bapak/ibu guru bisa membawa siswa-siswinya menuju tempat-tempat yang bernilai sejarah baik di dalam maupun di luar negeri bahkan keluar angkasa dengan mudah, tidak seperti kalau di dunia nyata. Atau bila nanti IKN yang berada di Kalimantan Timur masuk ke dunia metaverse, kita bisa menjelajahi dan menikmati keindahannya hanya dari rumah.

Contoh lain, misal dalam pelajaran biologi saat praktik menelaah organ tubuh hewan seperti kelinci, kodok, ikan, dan seterusnya kita bisa menggunakan hewan virtual tanpa harus membedah hewan aslinya. Dalam pelajaran astronomi, kita bisa melihat peredaran planet-planet yang semuanya akan nampak seperti nyata, melihat gunung meletus di depan mata dan seterusnya atau dalam pelajaran seni kita bisa ikut konser musik bersama penyanyinya, tinggal instal aplikasi yang nantinya pasti akan tersedia.

Selain kegiatan belajar mengajar, urusan lain-lain seperti administrasi guru, administrasi keuangan, supervisi, berkas-berkas kenaikan pangkat dan seterusnya bisa dilakukan di metaverse, tetapi apakah semua ini nantinya bisa dilaksanakan di negara kita, itu masih tanda tanya, yang jelas sementara ini semua masih terbatas dalam angan-angan.

Meteverse memerlukan teknologi internet yang cepat dan lancar, masalah biaya juga akan menjadi kendala karena hal itu tidaklah murah. Menengok pengalaman selama pandemi kemarin, pembelajaran daring sering terkendala pada jaringan yang lelet atau bahkan ada yang tidak dapat sinyal, demikian juga tidak semua orangtua mampu membelikan handphone buat anaknya. Saat memasuki metaverse mungkin tidak ada yang bisa didapat dengan gratis, perlu uang kripto untuk belanja segala sesuatunya. Kita belanja dan benar-benar mengeluarkan banyak uang tetapi barang yang kita dapatkan di dunia nyata tidak ada.

Kelak batas antara dunia nyata dan dunia metaverse akan menjadi kabur, saking merasa nyaman seseorang bisa saja lupa bahwa dirinya sedang berada di dunia maya. Perlu disadari betul bahwa metaverse hanyalah dunia rekaan, jangan sampai larut. Saat fisik kita sakit, masih memerlukan perawatan dan pengobatan dari rumah sakit atau dokter yang betul-betul nyata, bukan dokter rekaan, sementara di dunia virtual bila avatar kita rusak atau bahkan mati tinggal ganti dengan avatar yang baru.

Dalam bayangan metaverse memang menggiurkan, kita bisa pergi ke suatu tempat yang jauh ataupun dekat tanpa harus meninggalkan lokasi dari mana kita berdiri, cukup pasang kacamata oculus kemudian segera meluncur ke tujuan dan seterusnya. Tetapi sekali lagi metaverse bukanlah dunia yang sebenarnya, saat kembali ke dunia nyata akan dihadapkan pada kenyataan betapa amburadulnya dunia nyata yang ditinggalkan.

Seperti pisau, teknologi ini memiliki dua sisi, bisa sangat berbahaya atau sebaliknya bisa menjadi sangat berguna, manusialah yang harus pandai-pandai menyikapi, apakah peluang atau kah ancaman waktulah yang akan membuktikan, lagi pula sampai saat ini bentuknya juga belum final.

(mmu/mmu)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads