Pandemi, Energi dan Kesiapan APBN
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Pandemi, Energi dan Kesiapan APBN

Kamis, 10 Feb 2022 09:24 WIB
MH Said Abdullah
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ketua Banggar DPR 2019-2024 Said Abdullah
Ketua Banggar DPR MH Said Abdullah/Foto: dok. Istimewa
Jakarta -

Pandemi Covid-19 yang muncul sejak 2020 lalu hingga kini masih menjadi awan gelap bagi penduduk bumi. Tidak ada yang bisa menebak kapan kita bisa membasmi virus cerdas ini. Penyebarannya di berbagai belahan bumi ternyata menghasil banyak varian. Ikhtiar berbagai lembaga medis untuk menghasilkan vaksin tetap harus kita maknai sebagai produk darurat, sebab tidak ada vaksin yang efikasinya mencapai seratus persen.

Hingga awal Februari 2022 ini, kita, penduduk bumi telah menghadapi gelombang pasang surut Covid-19 hingga ketujuh kalinya. Data Worldometers.info secara global saat ini menunjukkan tren Covid-19 pada gelombang ketujuh dengan grafik menurun. Namun di tanah air kita saat ini kita tengah menghadapi tren kenaikan gelombang ketiga Covid-19 akibat merebaknya varian omicron di penghujung tahun 2021 kemarin.

Negara negara penghasil minyak dunia yang tergabung dalam OPEC saat ini juga mengalami tren kenaikan Covid-19. Beberapa anggota OPEC yang saat ini negaranya dikepung Covid19 antara lain; Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Venezuela, Libiya, Irak dan Nigeria. Keadaan ini tentu akan berpengaruh pada produktivitas minyak mereka. Belum lagi gejolak keamanan dan ketegangan di Timur Tengah serta krisis ekonomi di Venezuela kian menggenapi para produsen minyak dunia untuk hati-hati dalam meningkatkan kapasitas produksinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketidakmenentuan pandemi juga mengakibatkan ekonomi global terpangkas. Pada tahun 2020 ekonomi global terkontraksi hingga 3,1 persen. Dan pada tahun ini Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari tahun 2021. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini ke level 4,9 persen, sementara Bank Dunia memperkirakan angkanya di level 4,1 persen. Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 oleh Bank Dunia, perkiraan 5,9 persen, maupun IMF dikisaran 5,5 persen.

Pasokan Energi

ADVERTISEMENT

Melambatnya ekonomi dunia akibat pandemi Covid19 sejak tahun 2020 mengakibatkan produksi minyak dunia drop. Sepanjang tahun 2020 produksi minyak dunia terendah dalam delapan tahun terakhir, yakni mencapai 88,39 juta barel per hari. Negara negara produsen minyak bumi juga sangat berhati hati bila menambah kapasitas produksinya, apalagi beberapa negara pengimpor minyak besar seperti Tiongkok, Jepang, India dan Korea Selatan masih belum pulih ekonominya.

Pandemi Covid-19 dan ketegangan di beberapa kawasan, baik Timur Tengah dan terbaru antara Rusia dan Nato akan memberikan andil ketidakpastian global atas produksi dan harga minyak dunia di sepanjang tahun 2020- 2022 ini. Hal ini bukan hanya terjadi di minyak bumi, beberapa produk komoditas dunia juga mengalami kelangkaan dan keterbatasan pasokan suplai, akibatnya beberapa komoditas dunia seperti batubara, dan minyak sawit harganya terkerek naik tahun lalu.

Pada tahun 2022 ini, perkiraan dari IEA Oil Market Report permintaan minyak dunia pada tahun 2022 sebesar 99,4 juta barel per hari, lebih tinggi dari permintaan tahun 2021 lalu sebesar 96,5 juta barel per hari. Namun tingginya permintaan terhadap minyak dunia tidak serta merta dapat dipenuhi oleh para produsen. Seperti kita ketahui bersama, minyak bumi adalah produk strategis. Wajar jika banyak negara, khususnya para produsen minyak dunia bersama blok-blok ekonomi-politiknya menjadikan itu bukan semata public good, tetapi juga ruang diplomasi politik dan militer.

Sangatlah jelas bahwa suply, demand dan price minyak dunia bukan semata ditentukan oleh hukum ekonomi, tetapi juga politik dan keamanan kawasan dan global. Oleh sebab itu Indonesia harus menempatkan diri secara presisi dalam percaturan peta minyak global, apalagi Indonesia bukan lagi menjadi anggota OPEC, dan telah menjadi negara pengimpor minyak, sehingga resiko resiko atas volatilitas harga minyak dunia akan berpengaruh besar terhadap kapasitas fiskal kita.

Tekanan Fiskal

APBN tahun 2022 mematok harga minyak bumi kita sebesar 63 USD/barel dengan target kapasitas lifting minyak bumi 703 ribu barel per hari. Indonesian Crude Price (ICP) pada Januari 2022 sebesar US$85,89 per barel, naik US$12,53 per barel dibandingkan Desember 2021 yang mencapai US$73,36 per barel. Kenaikan harga minyak bumi di atas asumsi makro ekonomi kita ini berdampak terhadap resiko anggaran. Apalagi banyak analis memperkirakan hingga pertengahan tahun 2022 ini harga ICP akan terus naik.

Buah dari reformasi subsidi energi yang dijalankan pemerintah sejak tahun 2015, saat ini kita bisa menikmatinya. Sensitivitas APBN 2022 terhadap kenaikan ICP per 1 USD/barel berpotensi akan menambah surplus anggaran kita sebesar Rp 400 miliar. Artinya kenaikan harga ICP otomatis akan memberikan keuntungan terhadap pendapatan negara baik dari sisi pajak maupun non pajak.

Namun kita tidak boleh lupa, dari sisi belanja, pemerintah masih menerapkan kontrol harga listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Akibat kebijakan ini pemerintah harus memberikan alokasi anggaran kompensasi atas kenaikan harga listrik dan BBM di luar kebijakan subsidi listrik dan BBM. Selisih harga keekonomian minyak bumi di pasaran dengan penetapan harga yang di buat pemerintah ini akan membuat belanja kompensasi dan subsidi listrik dan BBM akan membengkak.

Risiko beban membengkaknya biaya kompensasi dan subsidi energi atas kenaikan harga minyak dunia ini yang harus dihitung betul oleh pemerintah. Pemerintah terikat dengan ketentuan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa 'Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar' dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Putusan MK itulah yang menjadi pengikat bagi pemerintah untuk senantiasa membuat penetapan harga jual eceran BBM, termasuk penentuan tarif listrik yang serta merta tidak bisa dilakukan adjustment terhadap harga pasar. Energi sebagai public good yang dampaknya dirasakan oleh banyak orang mewajibkan kontrol pemerintah. Perlindungan harga dari pemerintah inilah yang dimaksudkan oleh MK untuk melindungi hajat hidup orang banyak sebagaimana amanat konstitusi.

Bila harga ICP naik terus tak terbendung beberapa bulan ke depan, dan mengoreksi alokasi anggaran kompensasi listrik dan BBM, pemerintah masih memiliki ruang konstitusional untuk melakukan perubahan tarif listrik dan BBM, tetapi tidak semata-mata sama dengan harga pasar, kewajiban konstitusional pemerintah harus tetap di bawah harga pasar dan memperhitungkan daya beli rakyat terhadap barang dan jasa strategis akibat perubahan tarif tersebut.

MH Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RI

(fjp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads