Lobi Calon Komisioner KPU dan Bawaslu
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Lobi Calon Komisioner KPU dan Bawaslu

Senin, 07 Feb 2022 14:00 WIB
Agus Sutisna
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi gedung KPU
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Tidak lama lagi klimaks proses seleksi Komisioner KPU dan Bawaslu RI periode 2022-2027 akan segera digelar, yakni uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang akan dilakukan oleh Komisi II DPR. Uji kelayakan berkaitan dengan aspek kapasitas, kompetensi, dan profesionalitas kerja-kerja kepemiluan. Sedangkan uji kepatutan menyangkut aspek moralitas dan integritas sebagai penyelenggara Pemilu.

Terkait agenda fit and proper test tersebut, tradisi klasik dalam proses seleksi para pejabat, termasuk untuk lembaga KPU dan Bawaslu ini juga mulai merebak ke ruang publik, yakni lobi-melobi para kandidat. Tentu saja, lobi ke DPR yang bakal menguji kelayakan dan kepatutan para kandidat sekaligus memilih dan memutuskan siapa di antara 14 kandidat Komisioner KPU yang bakal jadi (7 orang), dan siapa di antara 10 kandidat Komisioner Bawaslu yang bakal jadi (5 orang).

Dikutip sejumlah media, beberapa anggota Komisi II DPR membenarkan hal ini. Mardani Ali Sera (Fraksi PKS) misalnya, mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada calon anggota KPU dan Bawaslu yang menghubungi dirinya dan beberapa anggota Komisi II lainnya. Mereka memperkenalkan dirinya sebagai calon anggota KPU atau Bawaslu yang lolos menuju tahap uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota lain Saan Mustafa (Fraksi Partai Nasdem) juga menuturkan hal yang sama, bahwa sudah ada calon penyelenggara pemilu yang melakukan komunikasi ke Nasdem. Komunikasi diperkirakan meningkat ketika nama-nama sudah diberikan oleh Presiden Joko Widodo ke DPR. Namun, hingga saat ini, Nasdem belum menentukan pilihan dari nama-nama tersebut.

Bukan Transaksi

ADVERTISEMENT

Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah "lobi" dimaknai sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam kaitannya dengan pemungutan suara menjelang pemilihan ketua suatu organisasi, seperti parlemen dan partai politik. Dalam konteks seleksi akhir calon Komisioner KPU dan Bawaslu tentu yang dimaksud adalah pemungutan suara untuk memilih dan menetapkan 7 Komisoner KPU dan 5 Komisioner Bawaslu. Voting ini akan dilakukan oleh seluruh anggota Komisi II DPR setelah mereka melakukan uji kelayakan dan kepatutan.

Esensi lobi adalah membuka dan membangun komunikasi yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi dan meyakinkan agar pihak yang dilobi bersedia bertindak dan mengambil pilihan sesuai pihak yang melobi. Dalam arena politik, kegiatan lobi ini merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan menjadi sebuah keniscayaan oleh sebab urusan politik lazimnya mengandung banyak dimensi yang harus dikomunikasikan dan didiskusikan.

KPU dan Bawaslu tentulah bukan lembaga politik. Tetapi proses seleksinya, paling tidak pada awal dan akhir, diakui atau tidak merupakan proses yang sarat nuansa politik dan dilakukan oleh lembaga politik (Presiden dan DPR). Pada awal, Presiden membentuk Tim Seleksi yang merupakan usulan Kemendagri. Pada akhir, DPR melakukan fit and proper test lalu memilih dan menetapkan 7 Komisioner KPU dan 5 Komisioner Bawaslu.

Lantas bagaimana dengan ikhtiar lobi yang dilakukan oleh para kandidat Komisioner KPU dan Bawaslu sebagaimana dikabarkan di atas?

Hemat saya, sepanjang lobi dilakukan untuk memperkenalkan diri, lalu membangun komunikasi, dan ujungnya berupaya meyakinkan bahwa dirinya layak dan patut dipilih sesuai peraturan perundangan tentu tidak masalah. Dan, medan laga untuk menunjukkan level kelayakan dan kepatutan yang paling elegan dan terbuka adalah di forum fit and proper test nanti (kabarnya bakal digelar awal Februari). Inilah ruang terbuka, terang benderang, dan pastinya dapat menghindari pelbagai potensi fitnah dan sangka buruk.

Lobi, atau apapun istilahnya yang setara, menjadi masalah ketika dua hal berikut ini terjadi atau dilakukan. Pertama, lobi dilakukan di ruang tertutup, lorong gelap yang potensial memicu fitnah. Lorong ini bisa saja di kantor, rumah, atau kafe. Bukan soal di mana tempatnya, melainkan bagaimana situasi tempat itu. Kedua, lobi dilakukan dengan penyertaan transaksional antara para kandidat, baik dengan oknum perorangan anggota dewan maupun dengan representasi kekuatan politik di parlemen.

Kenapa masalah? Karena dengan praktik lobi seperti ada kemungkinan kandidat terpilih nanti bukanlah yang terbaik kompetensi dan integritasnya, bukan yang paling unggul kelayakan dan kepatutannya. Melainkan, bisa jadi mereka yang paling besar menawarkan komitmen konsesi kebijakan/bantuan/keberpihakan kelak setelah terpilih menjadi komisioner.

Nah, jika itu yang terjadi, lalu kandidat terpilih adalah mereka yang belepotan dengan transaksi-transaksi jangka pendek di kemudian hari, sementara kompetensi dan prestasinya medioker saja, maka hajat besar elektoral sekaligus bangunan demokrasi yang selama bertahun-tahun dikonsolidasikan bersama tentu bisa rontok.

Tentu saja memang, hasil rangkaian seleksi oleh Timsel, ke-24 kandidat KPU dan Bawaslu RI ini adalah yang terbaik dari ratusan bakal calon yang mendaftar. Namun begitu dapat dipastikan, secara komparatif kompetensi dan integritas mereka sesungguhnya dapat dibuatkan pemeringkatan, siapa lebih unggul dari siapa. Lobi yang disertai transaksi-transaksi dapat dengan mudah menegasikan fakta-fakta keunggulan (kelayakan dan kepatutan) satu kandidat dibanding kandidat lainnya.

Ringkasnya, silakanlah lobi, namun dengan tetap menjaga integritas dan mengedepankan kompetensi, bukan mengandalkan transaksi-transaksi alias jual-beli komitmen dan janji-janji. Percayalah, yang demikian itu selamanya tidak akan menghadirkan keberkahan, baik buat pribadi apalagi buat negeri yang kita cintai ini.

Agus Sutisna anggota KPU Provinsi Banten

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads